Kamis, 10 Juli 2014

Cerpen | Story Of My Life



Aku bukanlah boneka yang bisa dipermainkan setiap waktu, aku bukanlah boneka yang hanya bisa diam menghadapi apapun, aku juga bukanlah boneka yang tak punya perasaan terhadap segala situasi. Tapi, aku adalah manusia biasa yang memiliki hati, aku adalah manusia yang memiliki perasaan. Dan ketika hati dan perasaan itu dilukai, maka akan susah untuk menatanya kembali.
J L J

Cakka berjalan di pinggir jalan dengan kecepatan lambat. Sesekali ia menghela nafas kemudian menendang-nendang kerikil yang menghalangi jalur jalannya. Tas yang masih tergantung di pundaknya ia pegang dengan kedua tangan kekarnya. Baju seragam yang melekat di tubuhnya sudah basah oleh keringat karena panasnya cahaya matahari.
Sejujurnya, sudah dua jam yang lalu semenjak kuliahnya usai. Tapi, ia benar-benar tak ingin pulang cepat-cepat. Hidupnya selama ini sudah berjalan cukup berat. Selama sembilan belas tahun ia hidup di dunia ini, dia mengalami banyak kepahitan dalam hidupnya. Dan kejadian terakhir yang terjadi adalah ia harus menghadapi pengkhianatan teman. Terjadi di kantin sekolah, tepatnya pukul sembilan pagi.
“Kau benar-benar percaya aku ingin berteman denganmu?” tanya Ray setelah beranjak dari kursi kantin. Ia berdiri di samping seorang laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kelasnya. Mario Aditya yang katanya anak dari konglomerat.
“Kalau tidak, untuk apa selama tiga tahun ini kau bersamaku?” tanya Cakka bingung menatap Ray.
Ray tertawa. “Kau hanyalah seorang kutu buku yang memakai kacamata tebal. Kau juga tidak populer. Setiap hari kegiatanmu hanya membaca buku, bahkan tak jarang kau menolak ajakanku untuk bermain hanya demi ke perpustakaan.”
“Tapi, aku sudah mengajakmu untuk ikut ke perpustakaan. Setelah membaca beberapa buku, aku akan ikut bermain bersamamu. Dan kau menolak ajakanku.”
“Hei, dengar, Chase Karayne, laki-laki mapan dan populer seperti tak akan menghabiskan waktu di perpustakaan.” kata Ray. “Dan sekarang karena aku sudah mendapatkan teman yang layak, maka aku jelas lebih memilih berteman dengannya daripada dengan kau!”
Setelah berkata begitu, Ray langsung mengambil baki makanannya dan langsung pindah ke meja Rio. Cakka yang kini duduk sendirian hanya bisa melihat sahabatnya itu dari tempatnya. Ia bergumam pelan, “Serendah itukah arti persahabatan kita selama ini?”
 Cakka menghela napasnya. Raynald Putra sudah menjadi sahabatnya selama tiga tahun belakangan di kampus. Dia yang selalu ada untuk membantunya dari masalah. Walaupun dia selalu menolak dan menatap buku dengan hina, tapi Cakka tetap merasa Ray hanya tak suka membaca. Namun, di balik semua kebaikan Ray selama ini, terdapat kebohongan yang mendalam. Entah sudah keberapa kalinya dia menjadi korban kasus semacam itu. Sejak SMP, dia selalu mengalaminya.
“Sehina itukah aku untuk orang lain?” tanya Cakka pada dirinya sendiri. Ia duduk di pinggir jalan dan menundukkan kepalanya. Ia melepaskan tasnya dari pundak dan merogohnya untuk mencari sapu tangan. Ia harus membersihkan kacamatanya.
Setelah selesai membersihkan kacamatanya, ia langsung melanjutkan perjalanannya hingga ia sampai di rumah. Saat itu, rumah sudah ramai. Kakak serta Ayahnya pasti sudah pulang. Cakka langsung membuka sepatu dan menaruh tasnya di sofa ruang keluarga.
“Cakka, cepatlah mandi dan bergabung bersama kami di ruang makan. Makan malam sudah tiba.” suara Bunda mengagetkan Cakka.
Cakka langsung mengangguk dan segera menuju kamar untuk melakukan perintah Bunda. Dengan cepat ia mandi dan memakai setelan kaus putih dan celana pendek selutut bersama hitam. Ia menyisir rambutnya sejenak kemudian langsung pergi ke ruang makan untuk makan malam setelah memakai kacamata. Saat itu, Ayah dan Bunda dan Ayah sedang tertawa-tawa dengan Elang, kakaknya.
“Sepertinya pembicaraan menyenangkan. Ada kabar baik apa?” tanya Cakka sambil tersenyum. Ia mengambil tempat duduk di samping Elang dan di seberang Ayah.
“Hasil ujian kuliah kakakmu ini sangat sempurna, Kka. Tadi dia baru memeriksanya di internet dan ternyata dia mendapatkan IPK 4.” kata Ayah. “Bagaimana denganmu, Kka? Kau biasanya memeriksa di komputer kampus, bukan?”
Cakka diam sejenak mendengar ucapan Ayah, kemudian mengangguk.
“Lalu bagaimana hasilnya?” tanya Bunda penasaran.
“Aku mendapatkan 3.5, Bunda.” kata Cakka sambil tersenyum paksa.
“Selama ini kau membaca begitu banyak buku untuk meningkatkan nilai kuliah. Kau bahkan rela tidak bermain untuk itu, dan kau hanya mendapatkan tiga koma lima? Rasanya tidak mungkin.” celetuk Elang. “Atau kenyataannya kau hanya membual soal belajar itu?”
“Tidak, Kak! Aku tidak membual!” kata Cakka dengan wajah gelisah.
“Sudah, sudah. Cakka, kau harus belajar lebih banyak lagi. Kau lihat bukan, kakakmu itu bisa mendapatkan IPK 4. Kalau dia bisa, maka kau juga pasti bisa. Ucapan kakakmu ada benarnya.” kata Bunda. “Kau tahu kan, Ayah dan Bunda ingin kalian sukses? Contohlah kakakmu.”
Cakka diam mendengar ucapan Bunda.
Semenjak itu, Cakka hanya diam selama jam makan malam. Diam-diam ia menyesal telah bertanya topik pembicaraan yang sedang mereka perbincangkan. Tentu saja, mereka baru saja melakukan ujian. Dan kakaknya pasti mendapatkan nilai sempurna lagi. Harusnya dia sudah tahu dan mencegahnya sebelum... hatinya kembali berantakan.

J L J

“Written in these walls
Are the stories that I can’t explain...”
Setelah selesai makan malam, Cakka langsung pamit untuk ke kamar. Jam sudah menunjukkan angka delapan, semua anggota keluarganya juga pasti langsung masuk ke dalam kamar masing-masing untuk istirahat. Untunglah malam ini tak begitu menyedihkan.
Cakka berdiri di sebelah tempat tidurnya dan menatap dinding kamar yang sudah dipenuhi dengan kertas-kertas sambil tersenyum kecil. Kertas-kertas itu berisi gambar-gambar yang sejak SMP ia buat untuk menumpahkan segala perasaan yang ia rasakan tentang kehidupannya. Ya, menggambar adalah satu-satunya kegiatan yang tak pernah ia bicarakan kepada siapapun. Hanya dia dan Tuhan yang tahu mengapa dia melakukan hal itu sampai dinding kamarnya penuh dengan hasil karyanya. Semua kisah hidupnya tergambar di kertas-kertas itu dengan baik. Mulai dari pertama kalinya dia dibohongi dan dikerjai teman, dihina karena penampilannya yang cupu, dijauhi karena hobi membaca bukunya yang menurut mereka membosankan. Bahkan sampai sekarang dia belum pernah merasakan rasanya mempunyai sahabat.
Entahlah. Ia tak mengerti mengapa tak ada yang bisa mengerti perasaannya. Bahkan keluarganya sendiri juga tak begitu suka dengan dirinya karena adanya kehadiran Elang yang jauh lebih sempurna daripada dirinya. Padahal, bagi Cakka berusaha menjadi yang terbaik dalam pendidikan sudah merupakan kesempurnaan. Baginya orang yang bangkit delapan kali ketika dia jatuh tujuh kali sudah bisa dikatakan orang sempurna, karena dia pantang menyerah. Tak semua orang bisa melakukan itu.
Tidak. Selama ini Cakka bukan tidak belajar seperti yang dituduh Elang. Ia justru sangat rajin belajar. Namun, seperti yang kita tahu, ada kalanya ketika Cakka tak bisa mengingat apa yang dipelajarinya karena terlalu banyak pikiran. Kepahitan yang dialaminya di rumah maupun di kampus terkadang mengganggu konsentrasinya saat sedang ujian. Tapi, Cakka jelas tak bisa mengutarakan hal itu. Cakka tidak ingin bertengkar lebih jauh lagi dengan keluarganya. Cukup sudah mereka membeda-bedakannya dengan Elang.

“I leave my heart open but it stays right here empty for days
She told me in the morning she don't feel the same about us in her bones
Seems to me that when I die these words will be written on my stone...”

Cakka berjalan menuju balkon. Ia mengangkat kepalanya menatap langit yang tengah dipenuhi bintang malam itu. Matanya ia pejamkan, kedua tangannya ia rentangkan. Angin sepoi-sepoi yang berhembus pelan menyejukkan badannya terasa sejuk. Benar-benar membuat suasana hatinya kembali damai. Andai saja angin sepoi-sepoi tersebut juga mampu membuat semua kepahitan hidupnya berubah. Tapi, tidak. Itu mustahil. Cakka hanya bisa menghadapinya.

Tuhan,
Aku tidak tahu, sebenarnya apa yang salah dalam diriku...
Keluargaku begitu menuntut kesempurnaan...
Teman-temanku begitu menuntut kepopuleran...
Kacamata yang bertengger di atas hidungku selalu dianggap kesalahan...
Ketika dunia memusuhiku...
Hanya engkaulah yang mengerti hidupku...
Hanya engkaulah yang meredakan rasa sakit hatiku..

THE END…

Tuliskan komentar kalian di bawah,
Nantikan ceritaku selanjutnya!

2 komentar:

  1. keren gan, berbakat buat jadi penulis

    BalasHapus
  2. wah ini tulisan sendiri ? keren bero. semangat menulis !!

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p