Selasa, 05 Agustus 2014

Serial Chase & Ellose | Unconditional Love



Udara segar pagi itu membuat kedua laki-laki remaja yang tinggal di jalan Kaliurang tersebut tak tahan untuk keluar menikmatinya. Sudah hampir empat tahun mereka tinggal di daerah itu dan mereka sudah merasa nyaman dengan lingkungan baru yang mereka tempati. Rasa rindu kepada rumah mereka yang lama telah mereka kubur dengan harapan bahwa suatu saat nanti, mereka pasti akan melihatnya kembali. Entah kapan.

Seorang laki-laki berambut pendek dan berponi miring itu memakai kupluk abu-abu saat itu. Pakaian yang melekat pada tubuhnya hanyalah sebuah kaus putih berlengan pendek, dengan celana panjang hitam sebagai bawahannya. Dengan bangganya ia berjalan sambil memamerkan tulisan nama lengkapnya, Chase Karayne, yang cukup besar pada kausnya.
Berbeda dengan laki-laki yang berjalan di sampingnya, ia hanya memakai kaus hitam polos dengan celana pendek hip hop berwarna cokelat muda. Bibirnya menyinggungkan senyum menatap adiknya yang begitu riang berjalan sambil bersenandung sendiri. Melihat saudara kesayangannya merasa gembira membuatnya memiliki kesenangan tersendiri dalam hatinya. Sejak lahir dia sangat akrab disapa Ellose Karayne.
Saat itu bukanlah sebuah acara jalan-jalan biasa. Ya, hari itu menjadi sangat terkenang bagi kedua remaja laki-laki itu berkat seorang anjing kecil di pinggir jalan. Keduanya menemukan anjing kecil itu dalam keadaan yang kurang baik. Badannya kurus, bulu putih bercampur cokelatnya sangat lebat, mulutnya menggonggong lirih meminta tolong. Dengan wajah khawatir Chase Karayne menghampirinya dan mengelus badannya pelan.
“Lihat, dua anak itu menolong anjing kecil itu!” Seseorang memekik kencang sambil menunjuk ke arah mereka berdua yang sedang memungut anjing kecil itu.
Beberapa orang tampak berbincang-bincang begitu mendengar ucapan orang itu. “Keuntungan apa yang mereka dapat jika mereka menolong binatang najis seperti itu?”
“Padahal, anjing itu sudah hampir tiga hari ditinggalkan pemiliknya. Lihat saja keadaannya, mungkin sebentar lagi akan pergi meninggalkan dunia. Tak ada gunanya mereka menolong.”
“Mungkin orang tua mereka tidak mendidik mereka dengan baik.”
“Sudah, biarkan saja mereka terkena rabies dari anjing kecil itu. Ingat-ingat wajah mereka, lain kali kita tidak boleh dekat-dekat dengan mereka supaya tidak ketularan!”
Cakka dan Elang merasa kesal dengan tanggapan orang-orang yang berlalu lalang dan melihat mereka ingin menolong anjing kecil itu. Tapi, tentu saja mereka memiliki urusan yang lebih penting daripada membalas balik perkataan orang-orang tak perduli seperti mereka. Cakka segera menoleh kepada kakaknya, “Mas Elang, kita harus menolong anjing kecil ini. Kita tidak boleh membiarkannya menderita seperti ini.”
Elang mengangguk setuju. “Aku membawa sedikit uang. Kita bisa membelinya makanan agar badannya sehat kembali. Lebih baik kamu membawanya pulang sekarang, beri dia minum! Kamu bisa memakai mangkuk sebagai pengganti tempat makanan anjing.”
Cakka mengangguk. “Kalau begitu, hati-hati, Mas.”
Mereka berjalan berpisah arah. Cakka berlari dengan cepat membawa anjing kecil itu ke rumah. Ia menaruhnya di depan rumah dan meminta bantuan Bunda untuk menjaganya sebentar selagi ia mengambil mangkuk berisi air untuk diberikan untuk anjing kecil itu. Tak lupa ia juga mengambilkan satu mangkuk lain untuk makanan yang dibawakan Elang nanti. Untung saja Bunda tidak marah mendengar kejadian yang dialami oleh kedua anaknya selama berjalan-jalan. Beliau justru ingin membantu mereka untuk menyelamatkan binatang liar yang malang itu.
Cakka tersenyum sambil mengelus-elus pelan badan anjing kecil itu ketika dia sedang sibuk dengan semangkuk air yang telah disiapkannya. Gerakan lidahnya saat menjilat segumpal air tersebut sungguh cepat. Jelas sekali bahwa dia sudah sangat lama dibiarkan menderita oleh warga-warga sekitar. Dan betapa teganya pemilik anjing ini sampai meninggalkannya di pinggir jalan hingga kondisinya memburuk. Padahal, menurutnya perilaku tersebut sama saja dengan mengkhianati keluarga sendiri. Apapun alasannya. Ia sudah masuk ke dalam umur lima belas tahun, berbeda empat tahun dari Elang yang sudah memasuki dua puluh tahun, dan ia tidak akan pernah mengkhianati ajaran Bunda tentang menolong semua makhluk hidup yang butuh bantuannya.
“Minumlah yang banyak, sebentar lagi Mas Elang pasti datang membawakanmu makanan. Tenang saja, kami semua akan merawatmu di sini.” sahut Cakka saat itu.
Anjing kecil itu kembali menggonggong lirih mendengar ucapan Cakka. Kemudian, mereka bersama-sama menunggu Elang pulang membawa makanan. Cakka memangku anjing kecil itu dan membiarkannya istirahat untuk sejenak. Badan mungilnya ia elus-elus dengan kedua tangannya smpai batang hidung Elang tampak di hadapannya sedang berlari-lari sambil membawa sekaleng makanan anjing. Tanpa banyak bicara, Elang langsung mengambil mangkuk yang sudah disediakan adiknya dan menaruh makanannya di sana.
“Ayo, sekarang kamu makan dulu ya. Biar kuat!” kata Cakka.
“Guk!” Anjing kecil itu lagi-lagi menggonggong dan dengan cepat beranjak dari pangkuan Cakka untuk menghampiri mangkuk makanannya. Lagi-lagi ia menyerbu makanan dengan sangat lahap. Cakka, Elang dan Bunda sampai tertawa melihatnya.
Setelah anjing kecil itu merasa kenyang, ia berjalan memutar seolah mengejar ekornya. Kemudian ia langsung tiarap dan tidur dengan lelap. Mereka bertiga tersenyum melihat tingkah binatang kecil itu. Terlebih Cakka. Dia sangat menyayangi anjing kecil itu. Tingkahnya begitu manja dan lucu. Ia sudah menanamkan tekad kuat dalam hatinya untuk menjaga anjing itu sampai dia benar-benar sehat. Ia juga ingin memeliharanya, agar anjing kecil itu tidak berjalan-jalan sendiri lagi sampai kelelahan. Elang juga berpendapat yang sama. Ini semua mereka lakukan sebagai aplikasi mereka untuk menyayangi semua makhluk hidup tanpa syarat. Dan Bunda tentu menyetujuinya. Mereka langsung menamai anjing berbulu putih-cokelat itu Jacko.
Beberapa tahun kemudian, Jacko tumbuh besar menjadi anjing dewasa yang kuat. Gonggongannya sudah tidak lirih seperti saat ia kecil dulu, dia juga sangat akrab dengan Cakka, Elang dan kedua orang tuanya. Mereka semua sudah seperti sahabat baik Jacko. Bahkan saat salah satu dari mereka sedang sedih, Jacko pasti tidak akan segan-segan untuk menghibur mereka dengan tingkah manjanya. Ia bahagia dengan keluarga barunya.

THE END...
Tuliskan komentar kalian di bawah,
Kalau mau request cerpen silahkan ya :)
Nantikan ceritaku selanjutnya!

8 komentar:

  1. Bagus mbak cerpennya, semoga semakin berkarya kedepannya
    Baca juga
    http://as-him.blogspot.com/2014/01/5-milyuner-tanpa-kerja-keras.html

    BalasHapus
  2. ini cerpen mbak ya?
    wah keren, banget.
    sukses selalu ya

    BalasHapus
  3. waahh cerpennya bagus nih keren abiss,... sukses ya mba'...

    BalasHapus
  4. ini terinspirasi kisah nyata apa terlintas gitu aja ?? :o

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terlintas. Cerpenku semuanya gak ada yg kisah nyata. Hehe :D

      Hapus
  5. wah cerpennya bagus sampe menghayati ane bacanya :D

    BalasHapus
  6. keren cerpennya,ngena dihati

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p