Senin, 11 Agustus 2014

Mini Cerbung | Ayo Berteman Part 1


Karel tak habis pikir mengapa sekolah barunya di Jakarta itu memiliki murid-murid yang sangat aneh dan menyebalkan. Mereka selalu mengganggunya dengan cara apapun yang mereka bisa. Padahal, Karel sama sekali tidak ingin dengan mereka. Satu-satunya alasan ia berada di sekolah hanyalah untuk mendapatkan nilai untuk terus meningkatkan jenjang pendidikannya sampai ia sudah bisa menjadi orang sukses.
SMAN 12 Jakarta, sekolah itu bisa menjadi sekolahnya karena Ayah dan Ibunya pindah kerja. Tadinya Karel benar-benar senang bisa menetap di kota besar itu. Menurutnya, kota Jakarta adalah salah satu kota yang sangat menyenangkan. Tapi, setelah mengetahui bagaimana menyebalkannya tinggal di sana, Karel pelan-pelan mulai sebal. Hidupnya benar-benar berubah semenjak pindah ke Jakarta. Bukannya lebih baik, justru lebih buruk.
Pagi itu Karel memilih untuk tidur di kelas. Ia malas keluar ke kantin karena tak ingin meladeni anak-anak sekolah yang selalu mengganggunya. Rasa bosan pasti ada, tapi setidaknya hari ini dia bisa merasakan bagaimana tenangnya hanya sendirian, tanpa ditemani siapa-siapa. Itu jelas jauh lebih baik daripada harus dibuat kesal.
Krek..
Suara pintu terbuka terdengar jelas di telinganya saat ia sedang mencoba tidur. Tapi, ia tidak perduli. Itu pasti hanya anak yang ingin makan di kelas. Tak ada urusan dengannya. Ia paling malas mengurusi urusan orang lain. Lagipula, ia sudah mengancam seisi kelas agar tidak menganggunya jika ingin selamat.
TAP.. TAP.. TAP..
Langkah kaki seseorang terdengar semakin keras beberapa saat setelah suara pintu itu terdengar. Karel merasa terganggu karenanya, ia menjadi tak bisa tidur. Bukan itu saja, ternyata dugaannya salah. Anak itu bukanlah anak yang berencana makan di kelas, tapi berencana menghampirinya. Ia terdengar seperti menaruh kotak makan di atas meja Karel, lalu suaranya dari mulutnya pun menyusul.
“Tak ada kegiatankah kau selain tidur, Karel Alcander?” Suara itu menggema di telinganya. “Sejak awal kau masuk ke dalam kelas kami, kau tak pernah tertarik untuk mencari teman. Apa kau tak bosan sendirian saja?”
Karel mengangkat kepalanya dan menatap orang yang mengganggunya itu dengan tajam. Siapa lagi kalau bukan seorang laki-laki sok hebat dan menyebalkan itu. Chase Karayne. Anak laki-laki yang sudah berkali-kali mengenalkan dirinya kepada Karel, bermaksud untuk mengajaknya berteman. Dan tentu saja membuat Karel semakin sebal dengan sikapnya. “Memangnya masalah untukmu jika aku sendirian? Atau kau tak bisa hidup tenang kalau tidak mengganggu orang lain?”
“Tentu saja tidak masalah. Namun aku adalah ketua kelasmu. Aku ditugaskan untuk membuat semua anak bisa nyaman berada di kelas, termasuk kau, Karel Alcander.” kata Cakka sambil tersenyum. Sesekali melahap makanannya.
Karel memalingkan wajahnya ke arah lain. Wajahnya terlihat kesal. “Aku tidak akan pernah nyaman jika kau terus mendekatiku.”
“Kau tahu, semua orang perlu berteman.” kata Cakka. “Apalagi di sekolah ini. Kau akan bermasalah dengan tugas kelompok jika kau selalu menunjukkan wajah kejam seperti itu. Semua anak di kelas ingin sekali berteman denganmu!”
“Ya. Mereka ingin berteman denganku, tapi aku tak mau berteman dengan mereka! Termasuk kau!” kata Karel keras. “Untuk apa berteman jika hanya meninggalkan luka di dalam hati? Lebih baik aku sendirian!”
Dahi Cakka berkerut mendengar ucapan Karel. “Hei, apa yang membuatmu berpikir mereka akan menyakitimu? Aku sudah bersama mereka sejak SD, mereka semua teman-teman yang sangat baik!”
“Sudah cukup, Chase Karayne! Tinggalkan aku sendiri!” Karel beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi keluar kelas, meninggalkan Cakka sendiri. Bertepatan dengan hal itu, seorang gadis hendak masuk ke dalam kelas. Gadis itu melihat ke arah mana Karel pergi, kemudian menghampiri Cakka.
“Kau masih betah mengajak serigala itu berteman?” tanyanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lacey Larayna, sehari-harinya akrab disebut Lala. Cakka adalah sobatnya sejak kecil dan ia yang paling tahu kalau sahabatnya itu satu-satunya anak di kelas 10 IPA-3 yang masih berani mengajak Karel Alcander untuk berteman baik.
Cakka tersenyum kepadanya. “Ya, kenapa tidak?”

J L J

Sore itu, Karel pulang dengan keadaan rumahnya yang masih sepi. Ia sudah tak heran, semenjak pindah ke Jakarta, orang tuanya tak pernah ada di rumah untuk menyambutnya pulang sekolah. Mereka selalu saja pulang larut malam. Dengan cepat ia membuka sepatu dan kaos kakinya di depan, kemudian langsung masuk ke dalam rumah. Ia melemparkan tasnya ke sofa dan membuka dasinya. Dasi itu juga ia lempar bersama tasnya. Kemudian, ia langsung berjalan menuju kamar. Tapi, sebelum masuk ke dalam kamar, Bibi sudah lebih dulu memanggilnya.
"Karel? Kau sudah pulang? Sudah sore, kau ingin apa untuk makan malam?" tanyanya sambil tersenyum melihat anak dari majikannya itu. Bibi adalah pembantu rumah Karel sejak Karel pindah ke Jakarta. Walaupun begitu, ia sangat mudah akrab dengan keluarga barunya, termasuk Karel.
Karel menoleh sejenak, kemudian bersuara, "Terserah, Bi. Aku tidak nafsu makan. Kalau udah waktunya makan malam, Bibi bisa memanggilku di kamar. Aku capek."
"Bertengkar lagi di sekolah?" tanya Bibi, tapi Karel hanya menjawab dengan tatapan datarnya. "Ya sudah, lebih baik kamu ganti bajumu. Bibi akan buatkan makananmu. Ayah dan Ibu akan pulang sangat larut hari ini."
"Ya, aku sudah tahu, Bi." kata Karel datar, kemudian langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa menunggu jawaban Bibi lagi.
Ia membantingkan tubuhnya di tempat tidur. Hari-harinya di sekolah selalu membuatnya lelah. Namun, ia tidak akan pernah mendapatkan pereda rasa lelah itu di rumah. Kadang-kadang ia berpikir, mengapa ia dilahirkan di keluarga Ayah dan Ibu kalau keluarganya tak bisa membuatnya bahagia. Ia kesal kepada mereka. Mereka tak pernah mempunyai waktu di rumah untuk sekedar menjenguk anak mereka sendiri. Karel tentu mengerti bahwa mereka adalah pengusaha yang sangat sibuk, tapi sesibuk itukah sampai hubungan keluarga harus dikorbankan? Bahkan menelpon untuk menanyakan kabar saja tidak mereka lakukan.
Karel segera bangkit dari tidurnya. Ia menghela napas sejenak, kemudian langsung beranjak keluar kamar. Bibi yang melihat Karel keluar tanpa pamit memanggilnya berkali-kali dan bertanya akan kemana dia ketika langit sudah hampir gelap, tapi Karel tetap saja tidak menjawab dan meninggalkan rumah. Ia ingin pergi melakukan sesuatu. Kalau orang tuanya tidak bisa memberikan perhatian kepadanya, maka dia sendiri yang akan menarik perhatian mereka. Kalau cara ini tidak berhasil juga, Karel akan menyerah.

J L J

Jam sudah menunjukkan jam setengah empat. Masih ada beberapa jam lagi sebelum kakaknya pulang. Cakka yang sudah pulang sekolah dari tadi hanya tiduran di kamarnya sambil melamun. Cakka masih ingat apa yang dikatakan Ibu Guru saat pertama kali Karel memunculkan wujudnya di depan kelas. Beliau memintanya agar membantu Karel supaya bisa mengikuti pelajaran dan memiliki banyak teman-teman di kelas. Setiap kali Karel butuh bantuan, ia harus selalu membantunya. Itu sudah menjadi alasan utama mengapa Cakka tidak mengikuti jejak teman-teman sekelasnya yang begitu cepat menyerah dan memilih untuk menjauhi Karel karena sikap kejamnya. Bukan itu saja, Cakka juga memiliki alasan lain mengapa ia tidak menyerah. Hanya dia dan Tuhan yang tahu alasan-alasan apakah itu.
Cakka juga masih ingat dengan wujud Karel saat pertama kali ia masuk ke kelas. Caranya memperkenalkan diri yang ramah membuatnya tertarik kepada anak itu. Kesan pertama yang Cakka dapatkan dari sosok Karel adalah anak yang baik, ramah dan sangat senang diajak berteman. Mungkin saja dia supel. Tapi, ternyata kesannya itu tidak semuanya benar. Laki-laki yang duduk di samping barisannya itu ternyata pendiam. Dia tidak banyak bicara. Dan dia tampak tidak tertarik untuk memiliki teman dekat. Setiap kali dipinjamkan barang-barang, ia selalu memakai, kemudian mengembalikan tanpa mengatakan terima kasih. Tapi, ada yang berbeda dari Karel saat itu dengan Karel yang sekarang. Karel saat itu bisa tersenyum kepada teman-teman sekelas.
Cakka tertawa kecil sambil melihat langit-langit. "Mungkin teman-teman tidak menyadarinya, tapi aku jelas merasakannya. Ia tak kejam seperti yang mereka katakan, pertanyaannya adalah mengapa dia bisa menjadi kejam? Padahal, hari pertama dia bergabung dengan kelas kami, dia baik-baik saja. Hanya sedikit pendiam dan tersenyum setiap kali mendengar kami berbicara padanya."
TOK.. TOK.. TOK...
Kepala Cakka menoleh ketika mendengar suara ketukan pintu. Suara itu tampaknya berasal dari pintu depan. Dengan cepat ia segera beranjak dari tempat tidurnya untuk membuka pintu. Masalahnya Ayah pasti belum pulang, makanya mau tidak mau ia harus menjaga rumah. Ketika dia membuka pintu, terlihat wujud Lala dari balik pintu tersebut. Ia memakai tas ransel yang cukup besar. Cakka tersenyum. "Hei, rindu padaku? Baru saja pulang sekolah tapi sudah kemari saja!"
Lala merengut mendengar ucapan Cakka. "Untuk apa aku rindu pada sahabatku yang pedenya sudah akut? Hei, aku sangat bersyukur setiap kali bel pulang berbunyi tahu! Tapi, kau kan tahu bagaimana orang tuaku. Jadi, aku boleh menginap disini lagi, bukan?"
"Ya ya, boleh saja! Mungkin kau bisa membantuku memikirkan sebuah cara untuk mengajak Karel berteman!" kata Cakka sambil mempersilahkannya masuk. Gadis itu memang sangat sering menginap di rumahnya jika orang tuanya sedang keluar kota seperti hari ini. Orang tua Lala rajin sekali mengunjungi cabang-cabang perusahaan mereka yang sudah tersebar luas di Indonesia.
"Apa? Tidak! Aku tidak akan mau membantumu mengajak serigala itu berteman. Dia itu sudah menganggap kelas kita seperti penjara untuknya. Bahkan untuk sekedar menyapa saja dia tidak membalas!" kata Lala. "Rasanya aku sudah berkali-kali mengatakannya kepadamu, kalau kau ingin tetap berurusan dengan serigala itu, lebih baik kau sendiri saja."
"Ah, kau sama saja seperti teman-teman yang lain. Bukankah awal dia masuk dia sangat menyenangkan? Kurasa dia tidak jahat. Hanya saja ada beberapa alasan yang membuatnya menjadi seperti itu!" kata Cakka. Namun, Lala hanya mengibaskan tangannya, menandakan bahwa dia tidak mau lagi tahu tentang teman baru mereka itu.
"Mau dari awal ataupun jahat secara tiba-tiba, yang namanya jahat ya tentu saja tidak baik, Cakka!" kata Lala sambil menggelengkan kepalanya. "Omong-omong, Mas Elang belum pulang? Sepi sekali rumahmu."
Cakka mengangguk. "Ada latihan musik."
Lala manggut-manggut mengerti mendengarnya. Kemudian, mereka mengobrol panjang sampai malam tiba. Begitulah Cakka dan Lala jika sudah bertemu. Topik pembicaraan tidak akan pernah habis karena mereka sudah saling mengenal satu sama lain, belum lagi jika di dalam topik pembicaraan mereka terselip pertengkaran-pertengkaran mulut yang sering terjadi. Urusannya bisa tak ada habisnya jika salah satu mereka tidak ada yang mengalah.

J L J

Cakka tersenyum ketika ia sudah menyelesaikan acara belanjanya di supermarket. Setelah kakaknya pulang dan bisa menjaga Lala sebentar, ia langsung pamit pergi tadi. Ada beberapa makanan yang ingin dia makan esok hari dan ia harus memasaknya sendiri karena Ayah dan kakaknya akan pulang larut malam sehingga ia akan sendirian sampai malam karena Lala pasti sudah pulang esok hari. Saat itu, ia baru saja keluar dari supermarket ketika ia mendengar suara ribut di daerah itu. Banyak pejalan kaki dan beberapa pemilik toko berteriak-teriak keras dengan panik.
"Lihat, anak itu sedang berbuat apa di tengah jalan?!"
"Apa anak itu sudah gila?"
"Hei, kamu jangan di tengah jalan! Bahaya, Nak!"
Anak yang berdiri di tengah jalan itu jelas mendengar suara-suara ketakutan yang di kanan-kirinya. Tapi, ia tidak peduli. Ia yang memutuskan untuk melakukan ini dan tidak ada yang boleh menghentikannya. Hei, mereka tidak tahu apa-apa tentang perasaannya sama sekali. Mereka tidak berhak mengatur-atur apa yang harus dia lakukan!
Suara teriakan panik dan takut masih terus terdengar. Bahkan mungkin semakin keras. Cakka yang penasaran langsung melihat-lihat ke arah tengah jalan. Matanya terbelalak ketika menangkap sosok laki-laki yang tampak berdiri di tengah jalan. Ia merentangkan tangannya sambil menatap ke arah depan. Cakka benar-benar tak habis pikir, padahal anak itu pasti tahu bahwa ada mobil besar yang sedang melaju ke arahnya. Parahnya, ia mengenal laki-laki itu. Kalau ia tertabrak bagaimana? Ah, tidak. Cakka tidak akan membiarkan apapun terjadi padanya. Dengan cepat ia meletakkan belanjaannya di pinggir jalan, kemudian langsung berlari ke arahnya. Mobil itu sudah tidak jauh lagi dari tubuh laki-laki itu. "KAREEEEELLLL AWASSSSSS!!!!!!!"
BRAAAKKK!


TO BE CONTINUED..
Penasaran? Baca sampai tamat ya!

1 komentar:

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p