Jumat, 11 Juli 2014

Drabble | Iqbaal - Janji



Janji merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. Janji hanyalah sebuah kata, namun selalu hidup untuk menagih semua yang ada. Dan janji mungkin merupakan hal terbesar yang pernah kulakukan dalam hidupku. Waktu itu aku sudah terlanjur bicara. Dan aku tak bisa melakukan apapun kecuali berusaha menepatinya.
Kugenggam kedua tangan Bundaku dengan erat, seakan membagikan sedikit kekuatan yang kumiliki. Wajahnya sudah berkeringat. Raut wajahnya pucat pasi. Benar-benar terlihat menyedihkan. Dan aku tak bisa berkata banyak-banyak kepadanya. “Aku sungguh-sungguh mencintaimu, Bunda.”

Bunda tersenyum samar mendengar perkataan itu. Kemudian dia mengeluarkan sebuah rintihan pelan dan bersuara kepadaku. “Bunda juga, sayang.”

“Masih sakit, Bunda?” tanyaku lagi cemas.
Bunda menggeleng. “Hanya sedikit, Iqbaalku sayang.”
“Bunda adalah wanita paling kuat yang pernah kukenal. Jangan pernah menyerah terhadap penyakit, Bunda. Itu yang selalu Ayah dan Bunda ajarkan kepadaku, bukan?” kataku lagi sambil tersenyum.
“Ada kalanya kau juga harus menyerah, sayang.”
Aku menggelengkan kepalaku. “Aku sudah berjanji untuk berusaha sampai Bunda sembuh.” Aku sambil mempererat genggamanku, disusul dengan menetesnya air mata kesedihanku. Dia mengalir pelan menelusuri kedua pipiku yang kurus, kemudian jatuh tepat di punggung tanganku yang masih berusaha menguatkan Bunda.
Bunda tetap tersenyum menatapku. Salah satu tangannya terulur ke atas, menggapai pipiku untuk menghapus kesedihanku. “Bahkan kadang-kadang kau harus mundur untuk menang.”
“Bunda...”
Bunda tidak menjawab. Senyumannya juga tidak pudar sedikitpun dari wajahnya. Dia melepaskan genggaman tanganku dan segera menarik tubuhku untuk masuk ke dalam pelukannya. Tanpa ada penolakan aku segera bersandar di tubuh Bunda yang berbaring di tempat tidur.
“Berjanjilah kepada Bunda, Baal. Kau tidak akan pernah menangis lagi.” bisik Bunda tepat di telingaku. “Air matamu terlalu berharga untuk dikeluarkan untuk hal-hal tak penting. Tersenyumlah selalu.”
Aku terdiam mendengar ucapan Bunda yang begitu pelan. Perasaanku benar-benar bercampur aduk mengetahui bagaimana lemahnya Bunda sekarang. Kepasrahan yang menguasai tubuhnya sekarang benar-benar membuat Bunda terlihat sangat lemah. “Aku berjanji.”
Kemudian, suasana menjadi hening. Beberapa saat aku merasakan bagaimana hangatnya pelukan Bunda, hingga kedua tangan Bunda menjadi lemas dan perlahan-lahan melepas pelukannya. Aku benar-benar kaget melihat wajah Bunda yang sudah seputih kertas. Keduanya matanya sudah tertutup.
Kupegang salah satu tangan Bunda yang terjatuh lemas. Kukecup tangannya yang sudah terasa seperti es. Kemudian, kubiarkan Bunda beristirahat di sana. Aku duduk di pinggir tempat tidur Bunda dan menundukkan kepalaku. Kukeluarkan suara tangisan yang cukup nyaring di sana. Entahlah, aku tidak tahu sampai kapan aku akan melanggar janjiku untuk tidak menangis. Namun, akan butuh waktu lama untuk menerima bahwa Bunda tidak akan pernah bisa membuka matanya lagi. Selamanya.

 THE END..
Tuliskan komentar kalian di bawah,
Nantikan ceritaku selanjutnya!

6 komentar:

  1. wah, ternyata mantap gan ceritanya.

    BalasHapus
  2. keren ceritanya, saya jg punya site tuisan sprti ini hehe, happpy blogging.

    BalasHapus
  3. wah patut dicoba untuk membuat buku ni, mantap semangat menulisnya

    BalasHapus
  4. Wah bagus sekali nie ceritanya.. kalo banyak bisa di bikin NOVEL

    BalasHapus
  5. Janji sama siapa pun harus di tepati... nice info gan..artikelnya mana lagi ya??

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p