Selasa, 27 Mei 2014

Drabble | Jangan Nakal, Adikku Sayang



Chase Karayne bukanlah anak-anak pendiam yang suka membaca buku. Dia juga bukan anak-anak pecinta permainan komputer yang betah duduk di depan komputer berjam-jam di rumah. Tapi, ia lebih senang bermain musik dengan kakaknya maupun di luar rumah bersama teman-temannya. Kapanpun, dimanapun, asal dia memiliki waktu senggang, ia pasti mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk bermain. Kalaupun semua orang di dunia ini sibuk, ia tetap akan bisa bermain sendiri.

Ia terkenal disebut sebagai Cakka, anak ceria yang memiliki sifat sangat jahil kepada teman-temannya. Ya, dia selalu memiliki banyak akal untuk mengerjai guru dan teman-temannya di sekolah. Bahkan kakaknya sendiri, Elang, juga sering menjadi korbannya. Tapi berbeda dengan teman-teman sekolah Cakka yang sudah kehabisan stok kesabaran untuk menghadapi kejahilan-kejahilannya, kakaknya justru masih bersabar dan selalu memaklumi sikap adiknya.
Pernah suatu kali, Cakka pulang dengan wajah yang sangat murung. Mulutnya juga terkunci rapat, tak ada keceriaan-keceriaan yang biasanya ia bawa setiap pulang sekolah karena berhasil melakukan berbagai macam kejahilan kepada warga sekolah. Elang yang melihat jelas tidak tinggal diam. Walaupun suka jahil, tapi Elang tetap menyayangi adiknya lebih dari apapun di dunia.
Elang menghampiri Cakka di kamarnya. “Kau kenapa?”
Cakka yang sedang duduk di tempat tidurnya menoleh. Ia diam sejenak menatap kakaknya, kemudian bersuara pelan. “Aku tidak apa-apa. Memangnya ada apa denganku?”
“Setiap pulang sekolah kau selalu ceria dan bahagia karena pasti kau mengerjai teman-teman dan guru sekolah lagi. Kenapa hari ini diam saja?” tanya Elang. “Perubahan yang positif, tapi jelas penyebabnya negatif. Benar, kan?”
Cakka diam mendengarnya. Kemudian memalingkan wajahnya. “Aku dipanggil guru BK, Mas. Mereka semua menyalahkanku atas kejahilanku hari ini. Mereka benar-benar memojokkanku habis-habisan. Lalu, mereka menjauhiku. Aku merasa sendiri.”
Elang diam. Kemudian, pelan-pelan mendekati dan duduk di samping adiknya. Cakka yang melihatnya hanya diam saja saat Elang sudah duduk di hadapannya. Sementara Elang tersenyum. “Jadi, kau menyesal?”
Cakka menggeleng. “Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka mereka bisa berbuat begitu. Padahal, selama ini aku hanya ingin berteman dengan mereka. Bersenang-senang dengan mereka. Tetapi, mereka tiba-tiba melaporkanku kepada guru BK dan beberapa di antara mereka ikut ke sana sebagai saksi. Terasa seperti masuk ruang pengadilan, Mas.”
“Benarkah?”
“Ya.” kata Cakka. Kepalanya menoleh ke arah meja belajar. Ia teringat lagi dengan kata-kata guru BK nya tadi siang. “Oh ya, benar. Aku mempunyai tugas hukuman. Karena aku sudah menyembunyikan barang teman-teman hingga ia menangis, juga dengan sengaja menyandung kaki teman sampai terjatuh. Aku juga menyembunyikan buku paket milik Pak Duta, guru Sainsku.”
Elang menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan adiknya. Benar-benar sikap buruknya itu. Pantas saja teman-temannya melapor ke guru BK. Hal-hal yang telah dia lakukan di sekolah hari ini ternyata lebih keterlaluan dari biasanya.
Cakka menghela napasnya sambil mengingat kembali kejadian yang telah dialaminya tadi pagi sampai pulang sekolah. Berawal dari pandangannya yang menangkap salah seorang teman sekelasnya yang kutu buku, Lala, sedang merapikan bukunya di kelas. Saat itu, sudah hampir jam tujuh, makanya kelas sudah ramai. Tapi, Cakka tidak perduli. Dengan sikap jahilnya, ia langsung mengambil salah satu buku yang ada di meja Lala.
“Cakka! Kembalikan bukuku!” kata Lala saat itu. Ia kaget dengan sikap Cakka. Dengan sekuat tenaga ia berusaha merebut buku itu dari tangan Cakka, tapi tidak bisa. Cakka merupakan anak yang termasuk paling tinggi di kelasnya. Perbandingan tinggi mereka terlalu jauh.
“Coba ambil kalau bisa!” kata Cakka sambil tertawa.
“Cakka! Kembalikan!” Lala kembali merengek. Ia benar-benar tidak bisa meraih bukunya walaupun sudah berjinjit.
“Kalau tidak bisa ambil ya sudah, buku ini untukku saja. Lumayan buku gratis!” kata Cakka dengan cuek, kemudian kembali ke tempat duduknya. Sementara Lala hanya bisa diam dan menahan tangis. Masalahnya, buku itu sangat penting untuknya.
Kemudian, saat jam pelajaran sudah dimulai, Cakka melakukan lagi aksinya ketika Pak Duta keluar kelas untuk pergi ke toilet. Ia mengambil buku paket milik Pak Duta dan diam-diam menaruh di meja paling belakang yang kosong. Di belakang seorang anak yang bernama Alvin. Teman-temannya yang melihatnya berbuat begitu diam saja. Mereka bisa saja melawan, tapi mereka tak mau mengambil resiko agar keesokkan harinya tidak menjadi korban. Itu sudah menjadi kebiasaan Cakka. Siapapun yang berani menggagalkan rencananya, pasti akan menjadi korban juga.
Kemudian, saat istirahat juga, ia sengaja menyandung kaki seorang murid perempuan lainnya yang sedang berjalan sendirian di koridor, membuat ia terjatuh dan kesakitan. Tapi yang Cakka lakukan hanyalah menertawai hasil pekerjaannya itu.
Tapi, siapa sangka kalau ternyata ada yang berani melaporkannya ke ruang guru BK. Lala ternyata memiliki teman-teman yang tangguh dan sadis. Saat mengetahui Lala dikerjai habis-habisan oleh Cakka, teman-teman Lala tentu saja tidak tinggal diam. Apalagi setelah melihat kejahilan-kejahilan Cakka yang lain, emosi mereka naik sampai ke puncak paling atas. Makanya, mereka langsung memutuskan agar melaporkannya dan bersedia menjadi saksi juga atas perbuatan-perbuatan Cakka kepada teman-teman dan guru.
“Saya tidak melakukan apa-apa, Bu, saya hanya bermain bersama teman-teman.” kata Cakka sambil tersenyum kepada guru BK waktu ia dipanggil.
“BOHONG! Kau itu benar-benar nakal, Cakka. Kau tidak tahu? Lala menangis sepanjang jam istirahat karena kau merebut bukunya! Padahal, buku itu sangat penting untuknya, tahu!” kata salah satu teman Lala.
“Ya! Dan kami sudah cukup bersabar sampai detik ini. Kita tidak akan keberatan jika kau melakukannya kepada yang lain, tapi kau melakukannya kepada sahabat kita! KAU HARUS DIHUKUM!” kata teman Lala yang lain.
“Benar itu! Saya juga mendapat laporan dari mereka bahwa dia yang menyembunyikan buku paket saya!” kata Pak Duta. Benar, saat itu mereka juga Pak Duta untuk bekerja sama melawan sikap buruk Cakka.
Cakka menaikkan kedua kakinya ke atas tempat tidur untuk ia peluk. Ia menundukkan kepalanya di lututnya dan menangis pelan. Sedih juga rasanya mengingat hal-hal buruk yang terjadi padanya hari ini. Tak lama setelah itu, ia mengangkat kepalanya menatap kakaknya. “Maaf ya, Mas Elang. Mungkin aku memang sudah keterlaluan. Kepadamu juga, Mas. Aku sering membuatmu kesal. Aku yakin kau juga benci padaku, kan?”
Elang yang melihat adiknya terisak hanya tersenyum. Dari dulu sampai sekarang ia tak pernah merasa kesal kepada adiknya. Memang sih, banyak yang mengatakannya menyebalkan. Tapi, ia tidak merasa Cakka seperti itu. Ia hanya merasa adiknya nakal sedikit. Tangannya pelan-pelan mengelus pundak Cakka dan berkata lembut kepadanya, “Jangan nakal lagi ya, adikku sayang.”

THE END..
Tulis komentar kalian di bawah ya! :)
Nantikan ceritaku selanjutnya!

15 komentar:

  1. bagus banget cerpennya sis,jadi inget sama adik nih

    BalasHapus
  2. Mengharukan :@
    Inget sama adik ane :)

    BalasHapus
  3. Keren Cerpennya :') Jadi Inget Adik...

    BalasHapus
  4. wkwkw cerpen yah
    mantaap dah

    BalasHapus
  5. Wew blog isinya cerpen , mantab dehh

    BalasHapus
  6. Isinya cerpen semua, ini baru hebat artikel buat sendiri

    BalasHapus
  7. bagus cerita nya .
    ngilangin galau :D

    BalasHapus
  8. Cerpen'nya jadi mengingatkan sama adek - adek saya..
    Niice !

    BalasHapus
  9. keren nih, lanjutkan gan hehe :D

    BalasHapus
  10. keren gan ini baru orang kreativ.

    BalasHapus
  11. Allhamdulilah Artikel yang di cari cari ketemu Juga buat tugas bahasa indoesia disekolah tentang cerpen.

    BalasHapus
  12. wah, cerpen nya bagus mba..
    makasih ya :-)

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p