Chase
Karayne bukanlah anak-anak pendiam yang suka membaca buku. Dia juga bukan
anak-anak pecinta permainan komputer yang betah duduk di depan komputer
berjam-jam di rumah. Tapi, ia lebih senang bermain musik dengan kakaknya maupun
di luar rumah bersama teman-temannya. Kapanpun, dimanapun, asal dia memiliki
waktu senggang, ia pasti mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk bermain.
Kalaupun semua orang di dunia ini sibuk, ia tetap akan bisa bermain sendiri.
Ia
terkenal disebut sebagai Cakka, anak ceria yang memiliki sifat sangat jahil
kepada teman-temannya. Ya, dia selalu memiliki banyak akal untuk mengerjai guru
dan teman-temannya di sekolah. Bahkan kakaknya sendiri, Elang, juga sering
menjadi korbannya. Tapi berbeda dengan teman-teman sekolah Cakka yang sudah
kehabisan stok kesabaran untuk menghadapi kejahilan-kejahilannya, kakaknya
justru masih bersabar dan selalu memaklumi sikap adiknya.
Pernah
suatu kali, Cakka pulang dengan wajah yang sangat murung. Mulutnya juga
terkunci rapat, tak ada keceriaan-keceriaan yang biasanya ia bawa setiap pulang
sekolah karena berhasil melakukan berbagai macam kejahilan kepada warga
sekolah. Elang yang melihat jelas tidak tinggal diam. Walaupun suka jahil, tapi
Elang tetap menyayangi adiknya lebih dari apapun di dunia.
Elang menghampiri
Cakka di kamarnya. “Kau kenapa?”
Cakka yang
sedang duduk di tempat tidurnya menoleh. Ia diam sejenak menatap kakaknya,
kemudian bersuara pelan. “Aku tidak apa-apa. Memangnya ada apa denganku?”
“Setiap
pulang sekolah kau selalu ceria dan bahagia karena pasti kau mengerjai
teman-teman dan guru sekolah lagi. Kenapa hari ini diam saja?” tanya Elang.
“Perubahan yang positif, tapi jelas penyebabnya negatif. Benar, kan?”
Cakka diam
mendengarnya. Kemudian memalingkan wajahnya. “Aku dipanggil guru BK, Mas.
Mereka semua menyalahkanku atas kejahilanku hari ini. Mereka benar-benar
memojokkanku habis-habisan. Lalu, mereka menjauhiku. Aku merasa sendiri.”
Elang
diam. Kemudian, pelan-pelan mendekati dan duduk di samping adiknya. Cakka yang
melihatnya hanya diam saja saat Elang sudah duduk di hadapannya. Sementara
Elang tersenyum. “Jadi, kau menyesal?”
Cakka
menggeleng. “Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka mereka bisa berbuat
begitu. Padahal, selama ini aku hanya ingin berteman dengan mereka. Bersenang-senang
dengan mereka. Tetapi, mereka tiba-tiba melaporkanku kepada guru BK dan
beberapa di antara mereka ikut ke sana sebagai saksi. Terasa seperti masuk
ruang pengadilan, Mas.”
“Benarkah?”
“Ya.” kata
Cakka. Kepalanya menoleh ke arah meja belajar. Ia teringat lagi dengan
kata-kata guru BK nya tadi siang. “Oh ya, benar. Aku mempunyai tugas hukuman.
Karena aku sudah menyembunyikan barang teman-teman hingga ia menangis, juga
dengan sengaja menyandung kaki teman sampai terjatuh. Aku juga menyembunyikan
buku paket milik Pak Duta, guru Sainsku.”
Elang
menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan adiknya. Benar-benar sikap
buruknya itu. Pantas saja teman-temannya melapor ke guru BK. Hal-hal yang telah
dia lakukan di sekolah hari ini ternyata lebih keterlaluan dari biasanya.
Cakka
menghela napasnya sambil mengingat kembali kejadian yang telah dialaminya tadi
pagi sampai pulang sekolah. Berawal dari pandangannya yang menangkap salah
seorang teman sekelasnya yang kutu buku, Lala, sedang merapikan bukunya di
kelas. Saat itu, sudah hampir jam tujuh, makanya kelas sudah ramai. Tapi, Cakka
tidak perduli. Dengan sikap jahilnya, ia langsung mengambil salah satu buku
yang ada di meja Lala.
“Cakka!
Kembalikan bukuku!” kata Lala saat itu. Ia kaget dengan sikap Cakka. Dengan
sekuat tenaga ia berusaha merebut buku itu dari tangan Cakka, tapi tidak bisa.
Cakka merupakan anak yang termasuk paling tinggi di kelasnya. Perbandingan
tinggi mereka terlalu jauh.
“Coba
ambil kalau bisa!” kata Cakka sambil tertawa.
“Cakka!
Kembalikan!” Lala kembali merengek. Ia benar-benar tidak bisa meraih bukunya
walaupun sudah berjinjit.
“Kalau
tidak bisa ambil ya sudah, buku ini untukku saja. Lumayan buku gratis!” kata
Cakka dengan cuek, kemudian kembali ke tempat duduknya. Sementara Lala hanya
bisa diam dan menahan tangis. Masalahnya, buku itu sangat penting untuknya.
Kemudian,
saat jam pelajaran sudah dimulai, Cakka melakukan lagi aksinya ketika Pak Duta
keluar kelas untuk pergi ke toilet. Ia mengambil buku paket milik Pak Duta dan
diam-diam menaruh di meja paling belakang yang kosong. Di belakang seorang anak
yang bernama Alvin. Teman-temannya yang melihatnya berbuat begitu diam saja.
Mereka bisa saja melawan, tapi mereka tak mau mengambil resiko agar keesokkan
harinya tidak menjadi korban. Itu sudah menjadi kebiasaan Cakka. Siapapun yang
berani menggagalkan rencananya, pasti akan menjadi korban juga.
Kemudian,
saat istirahat juga, ia sengaja menyandung kaki seorang murid perempuan lainnya
yang sedang berjalan sendirian di koridor, membuat ia terjatuh dan kesakitan.
Tapi yang Cakka lakukan hanyalah menertawai hasil pekerjaannya itu.
Tapi,
siapa sangka kalau ternyata ada yang berani melaporkannya ke ruang guru BK. Lala
ternyata memiliki teman-teman yang tangguh dan sadis. Saat mengetahui Lala
dikerjai habis-habisan oleh Cakka, teman-teman Lala tentu saja tidak tinggal
diam. Apalagi setelah melihat kejahilan-kejahilan Cakka yang lain, emosi mereka
naik sampai ke puncak paling atas. Makanya, mereka langsung memutuskan agar
melaporkannya dan bersedia menjadi saksi juga atas perbuatan-perbuatan Cakka
kepada teman-teman dan guru.
“Saya
tidak melakukan apa-apa, Bu, saya hanya bermain bersama teman-teman.” kata Cakka
sambil tersenyum kepada guru BK waktu ia dipanggil.
“BOHONG!
Kau itu benar-benar nakal, Cakka. Kau tidak tahu? Lala menangis sepanjang jam
istirahat karena kau merebut bukunya! Padahal, buku itu sangat penting
untuknya, tahu!” kata salah satu teman Lala.
“Ya! Dan
kami sudah cukup bersabar sampai detik ini. Kita tidak akan keberatan jika kau
melakukannya kepada yang lain, tapi kau melakukannya kepada sahabat kita! KAU
HARUS DIHUKUM!” kata teman Lala yang lain.
“Benar
itu! Saya juga mendapat laporan dari mereka bahwa dia yang menyembunyikan buku
paket saya!” kata Pak Duta. Benar, saat itu mereka juga Pak Duta untuk bekerja
sama melawan sikap buruk Cakka.
Cakka
menaikkan kedua kakinya ke atas tempat tidur untuk ia peluk. Ia menundukkan
kepalanya di lututnya dan menangis pelan. Sedih juga rasanya mengingat hal-hal
buruk yang terjadi padanya hari ini. Tak lama setelah itu, ia mengangkat
kepalanya menatap kakaknya. “Maaf ya, Mas Elang. Mungkin aku memang sudah
keterlaluan. Kepadamu juga, Mas. Aku sering membuatmu kesal. Aku yakin kau juga
benci padaku, kan?”
Elang yang
melihat adiknya terisak hanya tersenyum. Dari dulu sampai sekarang ia tak
pernah merasa kesal kepada adiknya. Memang sih, banyak yang mengatakannya
menyebalkan. Tapi, ia tidak merasa Cakka seperti itu. Ia hanya merasa adiknya
nakal sedikit. Tangannya pelan-pelan mengelus pundak Cakka dan berkata lembut
kepadanya, “Jangan nakal lagi ya, adikku sayang.”
THE END..
Tulis komentar kalian di bawah ya! :)
Nantikan ceritaku selanjutnya!
bagus banget cerpennya sis,jadi inget sama adik nih
BalasHapusMengharukan :@
BalasHapusInget sama adik ane :)
Keren Cerpennya :') Jadi Inget Adik...
BalasHapuswkwkw cerpen yah
BalasHapusmantaap dah
Lanjutkan sis :)
BalasHapusWew blog isinya cerpen , mantab dehh
BalasHapusIsinya cerpen semua, ini baru hebat artikel buat sendiri
BalasHapushaha thankyou :D
Hapusbagus cerita nya .
BalasHapusngilangin galau :D
oh ya? Bagus deh :D
HapusCerpen'nya jadi mengingatkan sama adek - adek saya..
BalasHapusNiice !
keren nih, lanjutkan gan hehe :D
BalasHapuskeren gan ini baru orang kreativ.
BalasHapusAllhamdulilah Artikel yang di cari cari ketemu Juga buat tugas bahasa indoesia disekolah tentang cerpen.
BalasHapuswah, cerpen nya bagus mba..
BalasHapusmakasih ya :-)