Cakka
bergerak-gerak ketika sinar matahari masuk melalui jendela kamarnya. Pagi itu,
posisi tidurnya sudah tidak beraturan. Rambut pendeknya juga sudah berantakan.
Perlahan-lahan ia membuka matanya yang masih mengantuk dan berusaha duduk di
tempat tidurnya.
Badannya
masih benar-benar lelah akibat pertandingan kemarin. Kedua kakinya masih terasa
pegal-pegal, kepalanya masih terasa sakit. Untung saja hari ini adalah hari
libur. Entah apa kabar tubuhnya besok jika ia harus mati-matian melawan SMPN 1.
Cakka
melirik ke arah jam dindingnya. Sudah hampir jam delapan! Rupanya tidurnya
malam kemarin begitu nyenyak sampai bisa membuatnya kesiangan. Padahal,
biasanya jam enam dia juga sudah bangun dan sarapan.
Ia
beranjak dari tempat tidurnya sambil menguap lebar. Ia bermaksud untuk mencuci
mukanya sejenak sebelum ia turun menemui keluarganya. Mereka pasti sudah
bangun, hanya saja tak ingin membangunkannya. Namun, sebelum melakukan itu, ia
tak sengaja teringat sesuatu. Turnamen final. Itu berarti sebentar lagi ujian
dong?!
Cakka
berbalik badan dan segera merogoh tas sekolahnya untuk mengambil agendanya. Ia
betul-betul ingat kalau ujian akhir semesternya dimulai setelah turnamen
selesai. Dan benar saja, jelas-jelas tertulis dengan tinta biru di sana bahwa
tanggal 5 Juni ia sudah akan mulai ujian. Aduh, benar-benar ceroboh. Cakka
belum menyicil apa-apa karena terlalu sibuk dengan turnamen. Ah, sudahlah.
Cakka
meletakkan agendanya kembali dan segera mandi. Setelah itu, ia langsung ke
bawah untuk menemui keluarganya.
“Kau
sudah bangun?” tanya Bunda sambil tersenyum melihat Cakka.
Elang
melirik jam dinding sejenak. “Kka, ini baru jam delapan. Kau pasti masih lelah,
bukan? Tidurlah lebih lama. Kau butuh energi untuk pertandingan final besok.
Daripada kau kehabisan tenaga seperti kakak perempuanmu itu. Haha.”
“Hei,
jangan mengataiku. Kau kan tahu tim putri tak sekuat tim putra!” kata Biru sambil
menggembungkan pipinya.
Cakka
tertawa melihat kedua kakaknya, lucu sekali melihat mereka.
“Bunda
sengaja membuat banyak makanan karena kau butuh energi extra,” kata Bunda
ketika ditanya. Dia memang selalu tahu apa yang anak-anaknya butuhkan. “Hari ini
istirahatlah lebih awal, Kka.”
Cakka
mengangguk mantap, kemudian melahap makanannya dengan semangat.
“Dengarkan
kata-kata Bundamu, Kka,” kata Ayah yang baru selesai memakai sepatunya. “Kau
tak boleh mengecewakan siapapun. Jangan pikirkan beratnya lawanmu. Pikirkan
saja bagaimana kau bisa menjadi lebih berat bagi mereka.”
Cakka
tersenyum. “Tenang saja, Yah.”
“Dan
satu lagi, Ayah tak ingin nilai-nilai sekolahmu menurun karena basket, oke?
Rasanya Ayah sudah lama tak melihatmu belajar. Padahal, kau biasanya rajin
membuka buku di malam hari.”
Seketika
Cakka terdiam. Ia teringat lagi dengan apa yang tertulis di agendanya. Ia tatap punggung Ayah sampai beliau
hilang di balik pintu.
Biru
yang melihat adiknya terdiam langsung menyahut. “Kau kenapa?”
“Hah?”
kata Cakka kaget. Lamunannya seketika terbuyar karena suara kakaknya.
Cepat-cepat ia tersenyum. “Aku tak apa-apa.”
J L J
Pertandingan
final antara SMP Idola dan SMPN 1 beberapa saat lagi akan segera dimulai. Para
anggota CRAG Team, Cakka dan teman-temannya, yang sudah menyiapkan segalanya
sejak setengah jam yang lalu segera merembuk dan melakukan yel-yel persahabatan
mereka dengan semangat dan high five satu
sama lain. Tak lupa mereka juga meminta dukungan kepada Elang dan Ayah yang
masih menemani mereka di ruang ganti.
Tapi,
sepeninggalan Elang dan Ayah, Cakka menghadap ke arah teman-temannya. “Guys, selama ini kalian telah banyak
membantuku. Maaf ya jika belakangan aku mengecewakan kalian. Boleh tidak... aku
minta satu permintaan dari kalian?”
“Ada
apa, Kka?” tanya Ray penasaran.
“Aku
ingin sekali pertandingan final ini menjadi pertandingan yang paling berkesan
bagiku. Karena itu, selain melakukan yang terbaik, aku ingin Alvin menjadi
kapten tim CRAG Team,” kata Cakka sambil tersenyum. “Bolehkah?”
Semuanya
langsung kaget mendengar ucapan Cakka. Mereka saling pandang-memandang, ragu
untuk mengiyakan permintaannya.
Alvin
menoleh kembali ke arah Cakka. “Kka, aku tidak sehebat kau. Aku tak bisa
menjadi kapten. Bukankah sejak dulu kami sudah bilang padamu, kaulah kapten
yang cocok untuk tim kita.”
“Vin,
ini permintaanku sekali seumur hidup. Setelah ini aku tak akan lagi memintamu
untuk menjadi kapten lagi.” kata Cakka memohon.
Alvin
mengunci mulutnya ragu.
Ray
menghela nafasnya. “Kalau kau memaksa, aku setuju saja.”
“Ray!”
kata Alvin kaget mendengar ucapannya. “Aku tak bisa!”
“Vin,
sudah tidak ada waktu lagi. Kita harus segera ke lapangan, pertandingan akan
segera dimulai.” Rio ikut bersuara.
Alvin
menghela nafasnya. Ia menoleh ke arah Cakka. “Baiklah, Kka, kalau kau yakin
dengan semua ini, aku akan turuti permintaanmu. Hanya sekali ini saja.
Selanjutnya aku ingin kau menjadi kapten lagi.”
Cakka
tersenyum.
“Kalau
begitu, ayo kita keluar. Siap menghadapi final, CRAG Team?!”
“Siap,
kapten!” seru semuanya kompak. Kemudian, mereka langsung keluar ke lapangan.
Para pemain inti segera bersiap bertanding sementara yang lainnya duduk manis
di bangku cadangan. Termasuk BD.
Setelah
kejadian yang sebenarnya diketahui oleh Pak Jo, beliau langsung memarahi BD
habis-habisan dan melarangnya untuk bermain di lapangan kecuali memang
terpaksa. Ia benar-benar ngamuk karena ternyata anak baru itu masuk ke dalam
ekskul basket hanya untuk menghancurkan tim intinya.
Verrell
juga sudah tahu tentang hal ini. Tapi tak disangka, Verrell justru marah karena
menganggap BD tidak becus bekerja. Dari situ, hubungan Verrell dan BD juga
dalam status perang dingin sekarang. Mereka berdua sama-sama marah, karena
faktanya Verrell juga habis diceramahi Aryo agar tidak bermain curang di
pertandingan final hari ini, mengingat ia pernah mencelakai Cakka dulu.
J L J
Awal
pertandingan final antara CRAG Team dengan tim basket SMPN 1 benar-benar
membuat GOR panas. Dua tim basket tersebut terus berusaha untuk membuat timnya
unggul. Banyak defense yang dilakukan
oleh mereka sehingga papan skor masih tetap dengan angka kecil sampai kuarter
pertama selesai. Sepertinya kedua tim masih berupaya untuk membaca strategi
lawan agar dapat mencari celah untuk menang. Sorakan-sorakan dari penonton juga
tak dipungkiri sangat ramai. Masing-masing memiliki pendukung yang cukup
banyak.
“15-10
untuk keunggulan mereka. Cukup bagus untuk permulaan,” kata Pak Jo sambil
tersenyum kepada anak-anaknya. “Jaga stamina dan jangan terpancing jika mereka
mencoba menarik emosi kalian. Tetap bermain tenang, namun bersemangat.”
“Siap,
Pak!” kata CRAG Team kompak.
Kira-kira
begitulah semangat yang diberikan oleh pelatih mereka selama istirahat sebelum
kuarter dua dimulai. Dengan dukungan semacam itu, CRAG Team menambah semangat
mereka dan mencoba mengejar angka yang tertinggal.
“Gab!”
teriak Alvin mengoper bola.
Gabriel
langsung mendribel menuju ring basket milik timnya. Ada beberapa pemain SMPN 1
yang mencoba menghadang namun untungnya Rio dan Cakka langsung sigap
membantunya.
“Ray!”
teriak Gabriel. “Shoot!!”
Ray
yang baru saja mendapatkan bola dari Gabriel langsung melempar bola tersebut
menuju ring dari jarak yang cukup jauh. Agak lebih jauh dari garis tembakan
tiga angka. Dan... Masuk! Tiga angka untuk CRAG Team. Suara penonton langsung
bergemuruh ketika bola basket masuk dengan mulus.
Selanjutnya,
Verrell memegang yang bola basket. Dengan kelincahannya ia langsung mendribel
bola melewati Cakka dan teman-temannya yang mencoba menghadang tanpa mengoper
kepada siapapun. Hanya mengoper sekali kepada temannya ketika ia sudah dekat
dengan ring. Namun, sayangnya tembakannya gagal. Bola menyentuh bibir ring dan
langsung mental dari sana.
“Ambil
bolanya!” seru Alvin nyaring.
“HUP!”
Rio mengambil bola dan mendribel.
“Defense!” seru Verrell kencang-kencang.
Kemudian, ia langsung berlari untuk mencoba merebut bola. Namun, Alvin langsung
menghadangnya agar ia tak bisa mengejar.
“Minggir
kau!” kata Verrell sebal sambil mencoba melewati Alvin.
“Aku
tak akan membiarkanmu memecah belah kita lagi!” balas Alvin.
“Huh,
lihat saja nanti!” Verrell langsung menerobos Alvin tanpa peduli apapun. Alvin
langsung ikut mengejarnya sambil memantau keadaan. Bola masih ada di tangan
timnya. Gabriel sedang berusaha mencoba menembak dari bawah ring namun gagal.
Disusul dengan Cakka yang menangkap bola tersebut dan langsung menembak lagi.
Gagal juga! Alvin langsung dengan sigap menangkap bola yang kebetulan
selanjutnya mengarah ke arahnya dan menembak lagi.
Masuk!
Dua angka untuk CRAG Team. Sekarang kedudukan mereka seri dengan skor 15 sama.
Waktu masih tersisa lima menit. Masih banyak waktu untuk bermain di kuarter
dua.
“Rel!”
Laki-laki
berambut pendek itu langsung menangkap bola dari temannya setelah bola dilempar
ke dalam lapangan. Ia langsung berlari menuju ring diikuti oleh teman-temannya.
Namun, rencananya untuk melakukan tembakan tiga angka harus tertahan ketika Ray
langsung menghadang. Banyak teman-teman dari tim SMPN 1 yang mengangkat
tangannya meminta bola. Namun, tak disangka Verrell justru berkelit dan lolos
dari hadangan CRAG Team.
“Blok!”
teriak Ray langsung mengejar Verrell.
Gabriel
dan Cakka yang mendengar teriakan itu langsung siap untuk menghadang Verrell
dari melakukan tembakan. Dengan sedikit trik, Gabriel juga langsung merebut
bola dari tangan Verrell dan langsung membawa bola tersebut menjauh dari ring
lawan. Ray yang ada di tengah lapangan langsung meminta bola.
“Ray!”
teriak Gabriel langsung menuruti kodenya.
Sama
seperti Gabriel tadi, Ray juga membawa bola menuju ring dan mengopernya kepada
Alvin yang sudah berdiri di sisi lapangan. Alvin ingin langsung menembak namun
ternyata ia terlalu bersemangat sehingga tembakannya gagal. Bolanya melewati
ring dan jatuh ke tangan lawan.
Sial! teriak Alvin dalam hati.
Padahal, ia yakin sekali kalau dia dapat mencetak angka dari sana. Tapi,
ternyata tidak. Ia terlalu banyak menaruh kekuatan pada lemparannya.
“Cakka!
Defense!” teriak Ray sambil berlari.
Sekarang
bola ada pada Verrell. Kali ini Cakka yang mencoba menghadangnya dari mencetak
angka maupun mengoper kepada siapapun. Di belakangnya Ray dan Gabriel juga
sudah siap untuk menghadang. Namun, tak disangka Verrell lagi-lagi tidak
berpikir untuk mengoper. Ia langsung menerobos Cakka. Kakinya sekilas ia sikut
ke lutut Cakka, membuat Cakka meringis sejenak karena luka lamanya.
HUP!
Verrell langsung melakukan lay-up dan
masuk!
Waktu
kuarter kedua masih terisa dua menit lagi. Pendukung CRAG Team semakin lama
semakin bersemangat untuk mendukung tim SMP Idola agar terus bersemangat
walaupun angka mereka terus terkejar. Para pemain basket di lapangan juga
terus-terusan berusaha tanpa menyerah sedetikpun. Hingga pada akhirnya kuarter
kedua selesai dengan skor 45-40 dengan keunggulan SMPN 1.
J L J
Sebelum
kuarter ketiga mulai, Verrell diam saja di tempat peristirahatan timnya. Setelah
meneguk sedikit dari air mineralnya, kedua matanya menatap tajam ke arah tempat
CRAG Team beristirahat. Ia salah. Bukan hanya Cakka yang harus ia waspadai. Ia
baru sadar kalau yang harus ia singkirkan bukan hanya Cakka, namun juga salah
satu dari temannya.
Ia
tersenyum sinis melihat salah satu anggota CRAG Team yang sedang sibuk mengelap
keringat di sana. “Bersenang-senanglah sekarang. Karena nanti kalian pasti akan
kalah lagi dari timku.”
Ia
berbalik badan dan segera menghampiri teman-teman satu timnya. Dengan angkuhnya
ia berbicara, “Guys, kita ubah
strategi kita. Dan kalian harus tunduk pada strategiku. Oke?! Jadi begini...”
J L J
Kini
papan skor menunjukkan angka 50-45 untuk keunggulan SMPN 1. Pertandingan hari
ini benar-benar menguras banyak tenaga. Kuarter ketiga ini CRAG Team tak bisa
sedikitpun bersantai karena permainan tim SMPN 1 semakin lama semakin nekat
mengejar Cakka. Mereka tak perduli pelatih mereka berteriak-teriak dari pinggir
lapangan agar tidak menggunakan kekerasan di lapangan. Alvin, Gabriel, Rio dan
Ray benar-benar panik harus menjaga Cakka dari mereka.
Sekarang
bola ada pada Gabriel. Dengan kelincahannya ia membawa bola sampai ia akhirnya
dihadang oleh Verrell. Gabriel langsung mengoper bola tersebut dengan cepat ke
arah Alvin yang berdiri di dekatnya. Karena posisi tidak terlalu aman untuk
menembak, ia mendribel dan langsung mengoper lagi ke arah Ray yang ada di
tengah lapangan.
“Shoot!!” teriak Alvin nyaring kepada
Ray.
Ray
menatap ring sejenak untuk membidik, kemudian langsung melempar bola dengan
kuat dari garis tiga angka. Bola itu melambung tinggi hingga para pemain dari
tim lawan tak bisa menjangkaunya. Dan... Gagal! Bola menyentuh bibir ring,
mengelilinginya sejenak dan terjatuh lagi ke lapangan. Waktu tinggal lima menit
lagi!
Keadaan
menjadi memanas ketika Verrell tiba-tiba sengaja menyandung kaki Ray sampai ia
kehilangan keseimbangan. Dan.. PLUK! Ia terpeleset dan jatuh. Sayangnya, wasit
tak melihat kejadian itu sehingga Verrell tidak dikeluarkan. Rio yang ada di
dekat Ray langsung membantunya berdiri.
“Kau
tidak apa-apa?” tanya Rio khawatir.
Ray
menggeleng. “Aku tidak jatuh dengan keras. Tidak sakit.”
“Sepertinya
dia mengincarmu juga, Ray. Lebih baik kau hati-hati,” kata Rio lagi, sempat
membuat Ray heran. “Nanti aku dan yang lain akan waspada dengan gerakan
mereka.”
Angka
terus berkejar-kejaran. Keunggulan juga terus direbut oleh kedua tim. Ketika
CRAG Team sudah sempat unggul, tim SMPN 1 pasti akan segera mengejar dan unggul
kembali. Begitu juga sebaliknya. Begitu terus sampai waktu tersisa dua menit.
Pak Jo yang melihat dari pinggir tak henti-hentinya menyemangati anak-anak
didiknya. Biru, Elang, Ayah dan Bunda juga sibuk berteriak-teriak menyemangati
Cakka dan teman-temannya. Tak kalah dengan pendukung tim SMPN 1.
“Cakka!”
teriak Alvin sambil melempar bola.
Cakka
mendribel dengan cepat agar dapat mencetak angka untuk timnya. Namun, semakin
lama lututnya semakin sakit sehingga larinya semakin melambat. Dalam hatinya ia
menyemangati diri sendiri agar tidak berhenti. Ring kesuksesan sudah di depan
mata. Ia tak boleh menyerah.
Teman-teman
Cakka yang melihat cara berlari Cakka jelas merasa heran juga takut. Berbeda
dengan tim SMPN 1 yang justru senang melihat kejadian itu. Verrell yang memang
sejak tadi berniat menghadang langsung memberi kode kepada teman-temannya.
Alvin dan Ray yang menyadari rencana
lawan langsung segera mendekati Cakka untuk menghadang mereka, namun pemain
SMPN 1 yang lain justru menghadang mereka duluan.
Cakka
langsung mengoper bolanya begitu menyadari keberadaan Rio.
Rio
menangkap bola langsung melakukan tembakan.
Masuk!
Dua angka untuk CRAG Team!
Selanjutnya,
suasana lapangan dibangun oleh tim SMPN 1. Dimulai dari Verrell yang membawa
bola, dihadang oleh Alvin, kemudian Verrell langsung mengoper ke arah temannya
yang berdiri di dekat Cakka. Hal itu jelas membuat Cakka otomatis langsung
mencoba menghadangnya, namun...
“Aduh!”
tiba-tiba Cakka meringis. Ia terjatuh di lapangan karena disikut.
“Cakka!”
teriak Ray kaget.
“CURANG!!”
Biru yang duduk di bangku penonton juga reflek berdiri dan berteriak nyaring.
Ia sangat kesal melihat mantan kapten SMP Idola itu lagi-lagi mencelakai
adiknya.
“Seharusnya
Verrell dikeluarkan dari lapangan! Kenapa itu tidak foul?!” teriak Obiet dari bangku cadangan. Namun, wasit tetap saja
cuek karena kejadian tadi lagi-lagi tidak dilihat olehnya. Para pemain SMPN 1
menutupi adegan itu dengan badan mereka yang besar-besar.
Time-out untuk SMP Idola!
Cakka
langsung dipapah oleh teman-temannya ke ruang ganti pemain. Pak Jo, Biru, Elang,
Bunda dan Ayah juga langsung pergi ke sana untuk memeriksa keadaannya. Biru
langsung mengurut kaki adiknya itu pelan-pelan. Kemudian, kakinya itu diberikan
pelindung di bagian lututnya agar cepat sembuh.
“Kita
juga seharusnya tidak lengah tadi,” kata Rio. “Bukan hanya saat Cakka
dicelakai, tapi Ray juga. Dia pasti tahu Ray jago dalam tembakan tiga angka,
makanya dia juga ingin menyingkirkannya.”
“Strateginya
itu adalah menyingkirkan semua pemain hebat di tim kita, seharusnya kita tahu
itu! Akibatnya Cakka menjadi seperti ini.” kata Gabriel sambil menghela nafas.
“Sudahlah,
anak-anak, kalian tak perlu menyesal. Kalian sudah menjaga Cakka dengan baik.
Permainan kalian juga sudah cukup bagus. Kalian hanya perlu lebih fokus,” kata
Pak Jo. “Bapak tidak akan menyalahkan kalian.”
“Tapi,
kalau begini caranya, bagaimana Cakka bisa main? Masih ada satu kuarter lagi,
Pak. Kurasa ia harus diganti untuk sementara.” kata Ray.
Pak
Jo menoleh ke arah Cakka. “Kka, lebih baik kau istirahat dulu ya?”
Cakka
tersenyum. “Suruhlah BD masuk. Dia bisa menggantikanku sampai kuarter ketiga
selesai. Kuarter terakhir aku akan masuk lagi.”
Semuanya
langsung kaget dengan perkataan Cakka. Mata mereka semua membesar karena tak
percaya.
“Apa?
BD?” kata Gabriel ragu. “Kka, kau kan tahu BD itu...”
Cakka
menggeleng.
“Tapi,
Kka, kita tidak ingin terjadi apa-apa denganmu!” kata Rio gusar.
“Aku
tak apa-apa, Yo.”
Alvin
melirik ke arah jam dinding sejenak, kemudian langsung menyahut. “Sudah! Kita
tak punya banyak waktu! Kita turuti kata Cakka! Kita suruh BD masuk
menggantikan dia sampai kuarter ini selesai! Hanya tiga menit, guys!”
“Oke!”
Cakka,
Alvin, Rio, Ray dan Gabriel langsung melakukan yel-yel mereka dengan cepat lalu
mereka langsung keluar tanpa Cakka. Pak Jo dan Elang juga ikut keluar untuk
melihat pertandingan.
“BD,
kau masuk! Gantikan Cakka sampai kuarter ketiga selesai!”
Bisa
diduga, para pemain cadangan dari SMP Idola juga kaget ketika mendengar bahwa
BD menggantikan Cakka. Mereka semua sangat mengenal bagaimana tabiat BD dalam
bermain basket. Sama seperti di dalam ruang ganti pemain tadi, ada beberapa
yang protes dan takut terjadi apa-apa jika BD masuk.
BD
juga tak kalah kaget. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang
belakangan ini ia teror justru memberinya kesempatan untuk turun ke lapangan.
Hatinya tersentuh dan melunak karenanya. BD memutuskan untuk melakukan yang
terbaik untuk sekolahnya.
“Jangan
macam-macam kau!” pesan Ray sebelum BD masuk.
BD
mengangguk. “Tenang saja!”
Verrell
hanya tersenyum miring ketika mengetahui sepupunya sendiri yang masuk untuk
menggantikan musuhnya. Ia merasa pertandingan akan semakin seru dengan
kehadiran BD.
Namun,
ternyata Verrell salah. BD justru membantu teman-teman CRAG Team agar mereka
dapat mencetak banyak angka. CRAG Team menjadi unggul banyak poin hingga akhir
kuarter ketiga. Ketika peluit berbunyi keras, papan skor menunjukkan 55-68
untuk keunggulan CRAG Team.
Cakka
yang mengetahui bahwa timnya menjadi unggul hanya tersenyum. Ia sudah tahu
bahwa teman-temannya itu pasti bisa mengatasinya walaupun ia tak bermain di
lapangan.
“Kau
tetap ingin bermain di kuarter keempat?” tanya Ayah menepuk pundak anak
bungsunya.
Cakka
mengangguk mantap. “Aku tidak akan mengecewakan Ayah. Itu janjiku, bukan?”
TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p