Minggu, 23 November 2014

Cerbung | Impian Bola Basket Part 28


Cakka bergerak-gerak ketika sinar matahari masuk melalui jendela kamarnya. Pagi itu, posisi tidurnya sudah tidak beraturan. Rambut pendeknya juga sudah berantakan. Perlahan-lahan ia membuka matanya yang masih mengantuk dan berusaha duduk di tempat tidurnya.

Badannya masih benar-benar lelah akibat pertandingan kemarin. Kedua kakinya masih terasa pegal-pegal, kepalanya masih terasa sakit. Untung saja hari ini adalah hari libur. Entah apa kabar tubuhnya besok jika ia harus mati-matian melawan SMPN 1.
Cakka melirik ke arah jam dindingnya. Sudah hampir jam delapan! Rupanya tidurnya malam kemarin begitu nyenyak sampai bisa membuatnya kesiangan. Padahal, biasanya jam enam dia juga sudah bangun dan sarapan.
Ia beranjak dari tempat tidurnya sambil menguap lebar. Ia bermaksud untuk mencuci mukanya sejenak sebelum ia turun menemui keluarganya. Mereka pasti sudah bangun, hanya saja tak ingin membangunkannya. Namun, sebelum melakukan itu, ia tak sengaja teringat sesuatu. Turnamen final. Itu berarti sebentar lagi ujian dong?!
Cakka berbalik badan dan segera merogoh tas sekolahnya untuk mengambil agendanya. Ia betul-betul ingat kalau ujian akhir semesternya dimulai setelah turnamen selesai. Dan benar saja, jelas-jelas tertulis dengan tinta biru di sana bahwa tanggal 5 Juni ia sudah akan mulai ujian. Aduh, benar-benar ceroboh. Cakka belum menyicil apa-apa karena terlalu sibuk dengan turnamen. Ah, sudahlah.
Cakka meletakkan agendanya kembali dan segera mandi. Setelah itu, ia langsung ke bawah untuk menemui keluarganya.
“Kau sudah bangun?” tanya Bunda sambil tersenyum melihat Cakka.
Elang melirik jam dinding sejenak. “Kka, ini baru jam delapan. Kau pasti masih lelah, bukan? Tidurlah lebih lama. Kau butuh energi untuk pertandingan final besok. Daripada kau kehabisan tenaga seperti kakak perempuanmu itu. Haha.”
“Hei, jangan mengataiku. Kau kan tahu tim putri tak sekuat tim putra!” kata Biru sambil menggembungkan pipinya.
Cakka tertawa melihat kedua kakaknya, lucu sekali melihat mereka.
“Bunda sengaja membuat banyak makanan karena kau butuh energi extra,” kata Bunda ketika ditanya. Dia memang selalu tahu apa yang anak-anaknya butuhkan. “Hari ini istirahatlah lebih awal, Kka.”
Cakka mengangguk mantap, kemudian melahap makanannya dengan semangat.
“Dengarkan kata-kata Bundamu, Kka,” kata Ayah yang baru selesai memakai sepatunya. “Kau tak boleh mengecewakan siapapun. Jangan pikirkan beratnya lawanmu. Pikirkan saja bagaimana kau bisa menjadi lebih berat bagi mereka.”
Cakka tersenyum. “Tenang saja, Yah.”
“Dan satu lagi, Ayah tak ingin nilai-nilai sekolahmu menurun karena basket, oke? Rasanya Ayah sudah lama tak melihatmu belajar. Padahal, kau biasanya rajin membuka buku di malam hari.”
Seketika Cakka terdiam. Ia teringat lagi dengan apa yang tertulis di agendanya. Ia tatap punggung Ayah sampai beliau hilang di balik pintu.
Biru yang melihat adiknya terdiam langsung menyahut. “Kau kenapa?”
“Hah?” kata Cakka kaget. Lamunannya seketika terbuyar karena suara kakaknya. Cepat-cepat ia tersenyum. “Aku tak apa-apa.”

J L J

Pertandingan final antara SMP Idola dan SMPN 1 beberapa saat lagi akan segera dimulai. Para anggota CRAG Team, Cakka dan teman-temannya, yang sudah menyiapkan segalanya sejak setengah jam yang lalu segera merembuk dan melakukan yel-yel persahabatan mereka dengan semangat dan high five satu sama lain. Tak lupa mereka juga meminta dukungan kepada Elang dan Ayah yang masih menemani mereka di ruang ganti.
Tapi, sepeninggalan Elang dan Ayah, Cakka menghadap ke arah teman-temannya. “Guys, selama ini kalian telah banyak membantuku. Maaf ya jika belakangan aku mengecewakan kalian. Boleh tidak... aku minta satu permintaan dari kalian?”
“Ada apa, Kka?” tanya Ray penasaran.
“Aku ingin sekali pertandingan final ini menjadi pertandingan yang paling berkesan bagiku. Karena itu, selain melakukan yang terbaik, aku ingin Alvin menjadi kapten tim CRAG Team,” kata Cakka sambil tersenyum. “Bolehkah?”
Semuanya langsung kaget mendengar ucapan Cakka. Mereka saling pandang-memandang, ragu untuk mengiyakan permintaannya.
Alvin menoleh kembali ke arah Cakka. “Kka, aku tidak sehebat kau. Aku tak bisa menjadi kapten. Bukankah sejak dulu kami sudah bilang padamu, kaulah kapten yang cocok untuk tim kita.”
“Vin, ini permintaanku sekali seumur hidup. Setelah ini aku tak akan lagi memintamu untuk menjadi kapten lagi.” kata Cakka memohon.
Alvin mengunci mulutnya ragu.
Ray menghela nafasnya. “Kalau kau memaksa, aku setuju saja.”
“Ray!” kata Alvin kaget mendengar ucapannya. “Aku tak bisa!”
“Vin, sudah tidak ada waktu lagi. Kita harus segera ke lapangan, pertandingan akan segera dimulai.” Rio ikut bersuara.
Alvin menghela nafasnya. Ia menoleh ke arah Cakka. “Baiklah, Kka, kalau kau yakin dengan semua ini, aku akan turuti permintaanmu. Hanya sekali ini saja. Selanjutnya aku ingin kau menjadi kapten lagi.”
Cakka tersenyum.
“Kalau begitu, ayo kita keluar. Siap menghadapi final, CRAG Team?!”
“Siap, kapten!” seru semuanya kompak. Kemudian, mereka langsung keluar ke lapangan. Para pemain inti segera bersiap bertanding sementara yang lainnya duduk manis di bangku cadangan. Termasuk BD.
Setelah kejadian yang sebenarnya diketahui oleh Pak Jo, beliau langsung memarahi BD habis-habisan dan melarangnya untuk bermain di lapangan kecuali memang terpaksa. Ia benar-benar ngamuk karena ternyata anak baru itu masuk ke dalam ekskul basket hanya untuk menghancurkan tim intinya.
Verrell juga sudah tahu tentang hal ini. Tapi tak disangka, Verrell justru marah karena menganggap BD tidak becus bekerja. Dari situ, hubungan Verrell dan BD juga dalam status perang dingin sekarang. Mereka berdua sama-sama marah, karena faktanya Verrell juga habis diceramahi Aryo agar tidak bermain curang di pertandingan final hari ini, mengingat ia pernah mencelakai Cakka dulu.

J L J

Awal pertandingan final antara CRAG Team dengan tim basket SMPN 1 benar-benar membuat GOR panas. Dua tim basket tersebut terus berusaha untuk membuat timnya unggul. Banyak defense yang dilakukan oleh mereka sehingga papan skor masih tetap dengan angka kecil sampai kuarter pertama selesai. Sepertinya kedua tim masih berupaya untuk membaca strategi lawan agar dapat mencari celah untuk menang. Sorakan-sorakan dari penonton juga tak dipungkiri sangat ramai. Masing-masing memiliki pendukung yang cukup banyak.
“15-10 untuk keunggulan mereka. Cukup bagus untuk permulaan,” kata Pak Jo sambil tersenyum kepada anak-anaknya. “Jaga stamina dan jangan terpancing jika mereka mencoba menarik emosi kalian. Tetap bermain tenang, namun bersemangat.”
“Siap, Pak!” kata CRAG Team kompak.
Kira-kira begitulah semangat yang diberikan oleh pelatih mereka selama istirahat sebelum kuarter dua dimulai. Dengan dukungan semacam itu, CRAG Team menambah semangat mereka dan mencoba mengejar angka yang tertinggal.
“Gab!” teriak Alvin mengoper bola.
Gabriel langsung mendribel menuju ring basket milik timnya. Ada beberapa pemain SMPN 1 yang mencoba menghadang namun untungnya Rio dan Cakka langsung sigap membantunya.
“Ray!” teriak Gabriel. “Shoot!!
Ray yang baru saja mendapatkan bola dari Gabriel langsung melempar bola tersebut menuju ring dari jarak yang cukup jauh. Agak lebih jauh dari garis tembakan tiga angka. Dan... Masuk! Tiga angka untuk CRAG Team. Suara penonton langsung bergemuruh ketika bola basket masuk dengan mulus.
Selanjutnya, Verrell memegang yang bola basket. Dengan kelincahannya ia langsung mendribel bola melewati Cakka dan teman-temannya yang mencoba menghadang tanpa mengoper kepada siapapun. Hanya mengoper sekali kepada temannya ketika ia sudah dekat dengan ring. Namun, sayangnya tembakannya gagal. Bola menyentuh bibir ring dan langsung mental dari sana.
“Ambil bolanya!” seru Alvin nyaring.
“HUP!” Rio mengambil bola dan mendribel.
Defense!” seru Verrell kencang-kencang. Kemudian, ia langsung berlari untuk mencoba merebut bola. Namun, Alvin langsung menghadangnya agar ia tak bisa mengejar.
“Minggir kau!” kata Verrell sebal sambil mencoba melewati Alvin.
“Aku tak akan membiarkanmu memecah belah kita lagi!” balas Alvin.
“Huh, lihat saja nanti!” Verrell langsung menerobos Alvin tanpa peduli apapun. Alvin langsung ikut mengejarnya sambil memantau keadaan. Bola masih ada di tangan timnya. Gabriel sedang berusaha mencoba menembak dari bawah ring namun gagal. Disusul dengan Cakka yang menangkap bola tersebut dan langsung menembak lagi. Gagal juga! Alvin langsung dengan sigap menangkap bola yang kebetulan selanjutnya mengarah ke arahnya dan menembak lagi.
Masuk! Dua angka untuk CRAG Team. Sekarang kedudukan mereka seri dengan skor 15 sama. Waktu masih tersisa lima menit. Masih banyak waktu untuk bermain di kuarter dua.
“Rel!”
Laki-laki berambut pendek itu langsung menangkap bola dari temannya setelah bola dilempar ke dalam lapangan. Ia langsung berlari menuju ring diikuti oleh teman-temannya. Namun, rencananya untuk melakukan tembakan tiga angka harus tertahan ketika Ray langsung menghadang. Banyak teman-teman dari tim SMPN 1 yang mengangkat tangannya meminta bola. Namun, tak disangka Verrell justru berkelit dan lolos dari hadangan CRAG Team.
“Blok!” teriak Ray langsung mengejar Verrell.
Gabriel dan Cakka yang mendengar teriakan itu langsung siap untuk menghadang Verrell dari melakukan tembakan. Dengan sedikit trik, Gabriel juga langsung merebut bola dari tangan Verrell dan langsung membawa bola tersebut menjauh dari ring lawan. Ray yang ada di tengah lapangan langsung meminta bola.
“Ray!” teriak Gabriel langsung menuruti kodenya.
Sama seperti Gabriel tadi, Ray juga membawa bola menuju ring dan mengopernya kepada Alvin yang sudah berdiri di sisi lapangan. Alvin ingin langsung menembak namun ternyata ia terlalu bersemangat sehingga tembakannya gagal. Bolanya melewati ring dan jatuh ke tangan lawan.
Sial! teriak Alvin dalam hati. Padahal, ia yakin sekali kalau dia dapat mencetak angka dari sana. Tapi, ternyata tidak. Ia terlalu banyak menaruh kekuatan pada lemparannya.
“Cakka! Defense!” teriak Ray sambil berlari.
Sekarang bola ada pada Verrell. Kali ini Cakka yang mencoba menghadangnya dari mencetak angka maupun mengoper kepada siapapun. Di belakangnya Ray dan Gabriel juga sudah siap untuk menghadang. Namun, tak disangka Verrell lagi-lagi tidak berpikir untuk mengoper. Ia langsung menerobos Cakka. Kakinya sekilas ia sikut ke lutut Cakka, membuat Cakka meringis sejenak karena luka lamanya.
HUP! Verrell langsung melakukan lay-up dan masuk!
Waktu kuarter kedua masih terisa dua menit lagi. Pendukung CRAG Team semakin lama semakin bersemangat untuk mendukung tim SMP Idola agar terus bersemangat walaupun angka mereka terus terkejar. Para pemain basket di lapangan juga terus-terusan berusaha tanpa menyerah sedetikpun. Hingga pada akhirnya kuarter kedua selesai dengan skor 45-40 dengan keunggulan SMPN 1.

J L J

Sebelum kuarter ketiga mulai, Verrell diam saja di tempat peristirahatan timnya. Setelah meneguk sedikit dari air mineralnya, kedua matanya menatap tajam ke arah tempat CRAG Team beristirahat. Ia salah. Bukan hanya Cakka yang harus ia waspadai. Ia baru sadar kalau yang harus ia singkirkan bukan hanya Cakka, namun juga salah satu dari temannya.
Ia tersenyum sinis melihat salah satu anggota CRAG Team yang sedang sibuk mengelap keringat di sana. “Bersenang-senanglah sekarang. Karena nanti kalian pasti akan kalah lagi dari timku.”
Ia berbalik badan dan segera menghampiri teman-teman satu timnya. Dengan angkuhnya ia berbicara, “Guys, kita ubah strategi kita. Dan kalian harus tunduk pada strategiku. Oke?! Jadi begini...”

J L J

Kini papan skor menunjukkan angka 50-45 untuk keunggulan SMPN 1. Pertandingan hari ini benar-benar menguras banyak tenaga. Kuarter ketiga ini CRAG Team tak bisa sedikitpun bersantai karena permainan tim SMPN 1 semakin lama semakin nekat mengejar Cakka. Mereka tak perduli pelatih mereka berteriak-teriak dari pinggir lapangan agar tidak menggunakan kekerasan di lapangan. Alvin, Gabriel, Rio dan Ray benar-benar panik harus menjaga Cakka dari mereka.
Sekarang bola ada pada Gabriel. Dengan kelincahannya ia membawa bola sampai ia akhirnya dihadang oleh Verrell. Gabriel langsung mengoper bola tersebut dengan cepat ke arah Alvin yang berdiri di dekatnya. Karena posisi tidak terlalu aman untuk menembak, ia mendribel dan langsung mengoper lagi ke arah Ray yang ada di tengah lapangan.
Shoot!!” teriak Alvin nyaring kepada Ray.
Ray menatap ring sejenak untuk membidik, kemudian langsung melempar bola dengan kuat dari garis tiga angka. Bola itu melambung tinggi hingga para pemain dari tim lawan tak bisa menjangkaunya. Dan... Gagal! Bola menyentuh bibir ring, mengelilinginya sejenak dan terjatuh lagi ke lapangan. Waktu tinggal lima menit lagi!
Keadaan menjadi memanas ketika Verrell tiba-tiba sengaja menyandung kaki Ray sampai ia kehilangan keseimbangan. Dan.. PLUK! Ia terpeleset dan jatuh. Sayangnya, wasit tak melihat kejadian itu sehingga Verrell tidak dikeluarkan. Rio yang ada di dekat Ray langsung membantunya berdiri.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Rio khawatir.
Ray menggeleng. “Aku tidak jatuh dengan keras. Tidak sakit.”
“Sepertinya dia mengincarmu juga, Ray. Lebih baik kau hati-hati,” kata Rio lagi, sempat membuat Ray heran. “Nanti aku dan yang lain akan waspada dengan gerakan mereka.”
Angka terus berkejar-kejaran. Keunggulan juga terus direbut oleh kedua tim. Ketika CRAG Team sudah sempat unggul, tim SMPN 1 pasti akan segera mengejar dan unggul kembali. Begitu juga sebaliknya. Begitu terus sampai waktu tersisa dua menit. Pak Jo yang melihat dari pinggir tak henti-hentinya menyemangati anak-anak didiknya. Biru, Elang, Ayah dan Bunda juga sibuk berteriak-teriak menyemangati Cakka dan teman-temannya. Tak kalah dengan pendukung tim SMPN 1.
“Cakka!” teriak Alvin sambil melempar bola.
Cakka mendribel dengan cepat agar dapat mencetak angka untuk timnya. Namun, semakin lama lututnya semakin sakit sehingga larinya semakin melambat. Dalam hatinya ia menyemangati diri sendiri agar tidak berhenti. Ring kesuksesan sudah di depan mata. Ia tak boleh menyerah.
Teman-teman Cakka yang melihat cara berlari Cakka jelas merasa heran juga takut. Berbeda dengan tim SMPN 1 yang justru senang melihat kejadian itu. Verrell yang memang sejak tadi berniat menghadang langsung memberi kode kepada teman-temannya.
 Alvin dan Ray yang menyadari rencana lawan langsung segera mendekati Cakka untuk menghadang mereka, namun pemain SMPN 1 yang lain justru menghadang mereka duluan.
Cakka langsung mengoper bolanya begitu menyadari keberadaan Rio.
Rio menangkap bola langsung melakukan tembakan.
Masuk! Dua angka untuk CRAG Team!
Selanjutnya, suasana lapangan dibangun oleh tim SMPN 1. Dimulai dari Verrell yang membawa bola, dihadang oleh Alvin, kemudian Verrell langsung mengoper ke arah temannya yang berdiri di dekat Cakka. Hal itu jelas membuat Cakka otomatis langsung mencoba menghadangnya, namun...
“Aduh!” tiba-tiba Cakka meringis. Ia terjatuh di lapangan karena disikut.
“Cakka!” teriak Ray kaget.
“CURANG!!” Biru yang duduk di bangku penonton juga reflek berdiri dan berteriak nyaring. Ia sangat kesal melihat mantan kapten SMP Idola itu lagi-lagi mencelakai adiknya.
“Seharusnya Verrell dikeluarkan dari lapangan! Kenapa itu tidak foul?!” teriak Obiet dari bangku cadangan. Namun, wasit tetap saja cuek karena kejadian tadi lagi-lagi tidak dilihat olehnya. Para pemain SMPN 1 menutupi adegan itu dengan badan mereka yang besar-besar.
Time-out untuk SMP Idola!
Cakka langsung dipapah oleh teman-temannya ke ruang ganti pemain. Pak Jo, Biru, Elang, Bunda dan Ayah juga langsung pergi ke sana untuk memeriksa keadaannya. Biru langsung mengurut kaki adiknya itu pelan-pelan. Kemudian, kakinya itu diberikan pelindung di bagian lututnya agar cepat sembuh.
“Kita juga seharusnya tidak lengah tadi,” kata Rio. “Bukan hanya saat Cakka dicelakai, tapi Ray juga. Dia pasti tahu Ray jago dalam tembakan tiga angka, makanya dia juga ingin menyingkirkannya.”
“Strateginya itu adalah menyingkirkan semua pemain hebat di tim kita, seharusnya kita tahu itu! Akibatnya Cakka menjadi seperti ini.” kata Gabriel sambil menghela nafas.
“Sudahlah, anak-anak, kalian tak perlu menyesal. Kalian sudah menjaga Cakka dengan baik. Permainan kalian juga sudah cukup bagus. Kalian hanya perlu lebih fokus,” kata Pak Jo. “Bapak tidak akan menyalahkan kalian.”
“Tapi, kalau begini caranya, bagaimana Cakka bisa main? Masih ada satu kuarter lagi, Pak. Kurasa ia harus diganti untuk sementara.” kata Ray.
Pak Jo menoleh ke arah Cakka. “Kka, lebih baik kau istirahat dulu ya?”
Cakka tersenyum. “Suruhlah BD masuk. Dia bisa menggantikanku sampai kuarter ketiga selesai. Kuarter terakhir aku akan masuk lagi.”
Semuanya langsung kaget dengan perkataan Cakka. Mata mereka semua membesar karena tak percaya.
“Apa? BD?” kata Gabriel ragu. “Kka, kau kan tahu BD itu...”
Cakka menggeleng.
“Tapi, Kka, kita tidak ingin terjadi apa-apa denganmu!” kata Rio gusar.
“Aku tak apa-apa, Yo.”
Alvin melirik ke arah jam dinding sejenak, kemudian langsung menyahut. “Sudah! Kita tak punya banyak waktu! Kita turuti kata Cakka! Kita suruh BD masuk menggantikan dia sampai kuarter ini selesai! Hanya tiga menit, guys!
“Oke!”
Cakka, Alvin, Rio, Ray dan Gabriel langsung melakukan yel-yel mereka dengan cepat lalu mereka langsung keluar tanpa Cakka. Pak Jo dan Elang juga ikut keluar untuk melihat pertandingan.
“BD, kau masuk! Gantikan Cakka sampai kuarter ketiga selesai!”
Bisa diduga, para pemain cadangan dari SMP Idola juga kaget ketika mendengar bahwa BD menggantikan Cakka. Mereka semua sangat mengenal bagaimana tabiat BD dalam bermain basket. Sama seperti di dalam ruang ganti pemain tadi, ada beberapa yang protes dan takut terjadi apa-apa jika BD masuk.
BD juga tak kalah kaget. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang belakangan ini ia teror justru memberinya kesempatan untuk turun ke lapangan. Hatinya tersentuh dan melunak karenanya. BD memutuskan untuk melakukan yang terbaik untuk sekolahnya.
“Jangan macam-macam kau!” pesan Ray sebelum BD masuk.
BD mengangguk. “Tenang saja!”
Verrell hanya tersenyum miring ketika mengetahui sepupunya sendiri yang masuk untuk menggantikan musuhnya. Ia merasa pertandingan akan semakin seru dengan kehadiran BD.
Namun, ternyata Verrell salah. BD justru membantu teman-teman CRAG Team agar mereka dapat mencetak banyak angka. CRAG Team menjadi unggul banyak poin hingga akhir kuarter ketiga. Ketika peluit berbunyi keras, papan skor menunjukkan 55-68 untuk keunggulan CRAG Team.
Cakka yang mengetahui bahwa timnya menjadi unggul hanya tersenyum. Ia sudah tahu bahwa teman-temannya itu pasti bisa mengatasinya walaupun ia tak bermain di lapangan.
“Kau tetap ingin bermain di kuarter keempat?” tanya Ayah menepuk pundak anak bungsunya.
Cakka mengangguk mantap. “Aku tidak akan mengecewakan Ayah. Itu janjiku, bukan?”


TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p