Gabriel,
Rio dan Ray hari ini pulang bersama karena mereka ingin berkumpul lagi di rumah
Ray. Diceramahi Pak Jo belakangan ini menjadikan kepala mereka sangat pusing.
Kolam berenang di rumah Ray bisa dijadikan refreshing sejenak sebelum lanjut
bertanding lagi besok. Namun, tiba-tiba Ray merasa panik karena menyadari ada
sesuatu yang hilang.
“Guys,
kalian pergi duluan saja ke rumahku. Sepertinya ada barang yang ketinggalan di
GOR tadi. Ada Mama kok di rumah. Tunggu aku di rumah, oke?” kata Ray buru-buru.
Tanpa menunggu jawaban Gabriel dan Rio, ia langsung berbalik pergi.
“Barang
sepenting apa sampai buru-buru begitu?” tanya Gabriel heran.
“Entah,”
kata Rio mengangkat bahu. “Sudahlah, ayo pergi.”
Gabriel
dan Rio lanjut berjalan ke rumah Ray yang memang tak jauh dari GOR. Sementara
itu, Ray berlari cepat hingga sampai di GOR dalam waktu yang sangat singkat.
Keringat yang sudah ia hapus tadi seusai pertandingan menjadi banjir kembali
karena ia berlari. Tapi, ia tak perduli, yang penting ia dapat mengambil
kembali barang yang tertinggal di ruang ganti. Masalahnya, yang tertinggal itu
ponselnya.
Ia
segera pergi menuju ruang ganti yang untungnya belum dikunci. Namun, sebelum ia
sempat masuk, ia mendengar suara seseorang sedang berbicara di dalam. Dengan
penuh hati-hati ia tetap berdiri di luar dan memasang telinga baik-baik. Ada
dua orang laki-laki di sana. Satu orang dari mereka sudah pasti BD, ia sudah
sangat mengenali fisiknya. Tapi, satu orang lagi, Ray tak sempat melihat dengan
jelas karena ia harus cepat-cepat bersembunyi. Mereka terdengar sedang
berbicara sesuatu.
“Bagus
juga kau. Bisa membuat Cakka tak bisa bermain di pertandingan,” kata orang yang
bersama BD itu. Kemudian, ia tertawa. “Sepertinya hasutanmu itu berguna sekali
untuk bocah-bocah tak berguna itu.”
“Tentu
saja. Mereka itu bodoh, mau saja aku hasut. Padahal aku hanya membual soal
kejelekan Cakka itu. Tak kusangka, mereka justru memudahkanku,” kata BD ikut
tertawa. “Hei, Rel, bagaimana dengan pertandinganmu?”
Ray
mengerutkan dahinya di balik pintu. Rel? Panggilan itu terasa tidak asing di
telinganya. Sepertinya ada yang tidak beres. Apa maksudnya dengan hasutan dan
bocah-bocah tak berguna?
“Tentu
saja menang. Sebentar lagi kita akan bertemu di lapangan, bro. Aku benar-benar
lega kau datang ke Jakarta di saat yang tepat,” kata orang itu lagi.
“Setidaknya kita bisa saling membantu. Kau tak akan dipandang buruk oleh
keluargaku. Dan aku tak akan dipandang buruk oleh Papaku lagi.”
“Ya,
tentu saja. Aku senang bisa membalaskan dendammu kepada CRAG Team, Verrell
Simonius Charell. Bersiap saja untuk melawanku di pertarungan antar sepupu
nanti.” kata BD. Kemudian, mereka langsung melakukan high five.
What?!, batin Ray kaget di balik
pintu. Seketika semuanya menjadi jelas. Pantas saja semua ini tak pernah bisa
selesai. Ini bukan persoalan CRAG Team dengan BD saja. Tapi Verrell yang
menjadi sumber masalah. Pantas saja sifat BD mirip dengannya. Ternyata
saudaraan!
Ray
segera bersembunyi begitu mendengar suara langkah kaki dari dalam. Ia mengunci
mulutnya dan memastikan ia tak membuat suara sampai mereka berdua pergi.
Setelah ia memastikan bahwa ia sudah aman untuk keluar barulah ia beranjak dari
tempat persembunyiannya, cepat-cepat mengambil ponselnya yang tertinggal dan
segera meninggalkan GOR.
Sambil
berjalan cepat, Ray menekan tombol-tombol pada ponselnya dengan kecepatan
tinggi untuk menelepon seseorang. “Yo! Kau dan Gabriel cepat ke rumah Cakka!
Sekarang! Aku tunggu kalian di sana!”
J L J
Ray
mengatur nafasnya begitu ia sampai di rumah Cakka. Untungnya Rio dan Gabriel
telah sampai terlebih dahulu sebelum dia tiba. Ia langsung menghampiri kedua
anak kembar itu yang sudah berdiri di depan pintu rumah.
“Kalian
sudah lama? Maaf kalau membuat kalian menunggu.”
Rio
dan Gabriel sampai menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ray.
“Kau
itu kenapa? Menyuruh kami menunggu di rumahmu dan tiba-tiba menyuruh kita ke
sini. Orang tuamu juga sampai heran dengan tingkahmu.” tanya Rio penasaran.
“Maaf
merepotkan kalian, Yo, Yel. Ada hal penting yang harus kita bicarakan
bersama-sama. Dengan Alvin dan Cakka juga. Karena sepertinya aku sudah tahu
bagaimana masalah persahabatan kita bisa menjadi seperti ini.” kata Ray.
“Ah,
terserah kau,” kata Gabriel sambil menjitak kepala Ray. Kemudian, ia langsung
mengetuk pintu rumah Cakka.
Tak
butuh waktu lama untuk menunggu Cakka membuka pintu. Ia tampak kaget melihat
Ray, Rio dan Gabriel berada di depan rumahnya. Saking kagetnya, mulutnya hampir
tak bisa bergerak.
Ray
tersenyum melihat reaksi Cakka. Ia bisa maklum mengapa dia bisa canggung. “Kka,
apa kau sedang sibuk? Kami ingin bicara denganmu. Kalau... kau tak keberatan.”
“Oh,”
kata Cakka seketika kembali lagi ke bumi. “Boleh.”
Cakka
membiarkan Rio, Ray dan Gabriel masuk ke dalam rumah dan mengikutinya ke dalam
kamar. Bukan hanya Cakka saja yang kaget kedatangan tamu tak terduga, Rio, Ray
dan Gabriel juga mendapatkan kejutan ketika melihat Alvin sedang duduk di
tempat tidur Cakka. Begitu melihat mereka bertiga ada di depan kamar Cakka,
Alvin langsung menatap mereka dengan wajah datar.
“Masuk
saja.” kata Cakka berusaha mencairkan suasana. Ia menarik lengan Ray agar masuk
ke dalam. Disusul dengan isyaratnya agar Rio dan Gabriel juga ikut masuk.
Mereka
berlima duduk melingkar di atas karpet. Cakka, Alvin, Rio dan Gabriel hanya
diam saja. Sementara Ray sibuk memainkan kedua tangannya, masih bersiap-siap
untuk berbicara. Sesekali salah satu dari mereka juga menundukkan kepala karena
tak tahu harus berbicara apa.
Ray
menghela nafasnya setelah lelah mengunci mulutnya. “Sebelumnya, aku minta maaf
kalau kedatanganku, Rio dan Gabriel mengganggu kalian, Guys. Ini benar-benar di luar rencana. Ada yang harus aku sampaikan
kepada kalian berdua, Kka, Vin.”
Cakka
mengangkat alisnya sebelah, meminta penjelasan.
“Kka,
kau belum tahu kan, semenjak BD masuk ke kelas kita dan ekskul basket, dia
selalu memojokkan kau di depan kami,” kata Ray. “Dan sekarang aku sudah tahu
sebabnya!”
Alvin
yang tadinya tidak tertarik langsung membesarkan matanya mendengar ucapan Ray.
Ia memajukan posisi duduknya. “Apa? Kau serius?”
Ray
mengangguk. “Mungkin kalian belum ada yang tahu soal ini. Tapi untung saja tadi
aku kembali ke GOR karena ponselku. Tadi aku melihat BD sedang berbicara dengan
seseorang. Kita ini tertipu, guys.
Kita hanya dihasut oleh anak baru itu, supaya kita menjauhi Cakka!”
“Apa?”
kata Gabriel mengerutkan dahinya. “Untuk apa dia melakukan itu?”
“Dia
ingin membalas dendam kepada kita.”
“Dendam
apa dia?” kini Rio yang berbicara. “Kenal saja baru berapa bulan!”
Ray
menggeleng. “Bukan BD, Yo. Bukan BD yang dendam.”
“Lalu?”
“Sepupu
BD yang dendam kepada kita,” kata Ray lagi. “Kalian pasti tak akan menyangka.
Bahkan aku syok mengetahui hal ini. BD itu adalah sepupu Verrell, guys. Verrell Simonius Charell.”
“APA?!”
teriak Cakka, Alvin, Rio dan Gabriel bersamaan. Ray spontan menutup telinganya
karena volume suara mereka yang sedemikian nyaring hingga membuat telinganya
hampir meledak.
“Berisik!”
keluh Ray sambil menggembungkan pipinya sebal.
“Lagipula,
kau memberi kejutan tak mengira-ngira! Kau tidak bercanda, kan, Ray? Ini tidak
lucu! Verrell egois itu adalah sepupu BD?!” kata Rio yang duduk di sebelah
laki-laki berambut cepak itu.
“Untuk
apa aku bohong kepadamu, Yo? Makanya tadi aku buru-buru menyuruh kalian untuk
buru-buru menuju kemari. Untuk membicarakan soal ini,” kata Ray. Rio
manggut-manggut mengerti.
“Tapi,
sepertinya Verrell dan BD tak hanya bermasalah dengan kita. Tapi, dengan
keluarga mereka sendiri juga. Tadi aku dengar kalau Verrell dipandang buruk
oleh Ayahnya. Dia pasti dimarahi karena waktu itu bermain kasar padamu, Kka.”
kata Ray lagi.
“Ah,
siapa peduli soal itu? Verrell memang pantas diberi pelajaran agar tidak
bermain kasar. Aku justru merasa untung jika Ayahnya benar-benar memarahinya.
Benar tidak?” kata Gabriel. Semuanya mengangguk mantap. Mereka semua tentu
setuju dengan pernyataan itu.
“Tapi
aku masih penasaran, Kka. Sebenarnya BD itu pernah berkata apa-apa atau tidak
kepadamu? Kau tak tahu soal ini?” tanya Ray menoleh ke arah Cakka.
Cakka
menggigit bibirnya ke dalam sejenak. “Kalian ingat saat aku menolak berkumpul
di rumah Alvin, kan? Saat itu, BD mengajakku bertemu sepulang sekolah. Dan dia
bilang padaku kalau dia tak suka aku masuk turnamen karena aku telah membuat
keluarganya hancur.”
“Hancur?
Benar-benar omong kosong. Justru dia dan Verrell sendiri yang membuat
keluarganya seperti itu,” kata Gabriel menggelengkan kepalanya. “Lalu, apalagi
yang dia katakan?”
“Dia
akan memastikan tak ada yang mau bekerja sama denganku dalam tim.”
Alvin
langsung menatap Cakka dengan wajah protes. “Hei, Chase Karayne, kau ini memang
terlalu tertutup. Kenapa kau tak pernah bercerita kepada kami? Ah, andai saja
waktu itu kau terbuka, kita tidak akan bertengkar.”
Cakka
tertawa kecil mendengarnya.
“Tertawa
lagi!” kata Alvin langsung menjitak pelipis Cakka. Kemudian, menggelengkan
kepalanya melihat tingkah adik kelas sekaligus sahabatnya itu. Memang
benar-benar.
“Sudah,
sudah. Semuanya sudah terjadi,” kata Rio sambil tertawa. “Yang penting sekarang
semua sudah jelas. Kita semua salah telah memecah persahabatan.”
“Ya,
dan kapten kita ini juga bukan sengaja menghindari kita. Tapi, sangat sibuk
menjaga Ayahnya. Kalian harus tahu kalau beberapa waktu yang lalu beliau sakit,
makanya Cakka sampai bolos latihan,” kata Alvin sambil merangkul Cakka. “Maaf
juga waktu itu aku membentak kalian. Aku hanya terlalu emosi.”
Gabriel
menggelengkan kepalanya. “Kau bukan emosi. Tapi, kau bijaksana. Kau hanya tak
ingin kita bertengkar lebih dalam lagi. Sama seperti kau yang kami kenal.”
Alvin
tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Gabriel langsung membalasnya kuat.
“Terima kasih, Yel.”
“Jangan
lupa, lain kali terbukalah kepada kami. Kau tahu begitu banyak tentang
kesibukan Cakka tapi tidak bercerita pada kita. Kau membuat masalah menjadi
rumit, tahu! Tenagaku habis karena bertengkar denganmu!” kata Gabriel.
“Itu
derita kau, Gabriel Astroken.” kata Alvin mencibir.
“Jahat
kau, kakak kelas!” kata Gabriel tertawa sambil mendorong bahu Alvin pelan. Tapi,
Alvin hanya nyengir melihat tingkah sahabatnya itu.
“Kau
juga, Kka. Aku tahu kau ingin menebus segala kesalahanmu terhadap Ayahmu, tapi
kau juga harus fokus dengan kami. Kau yang bilang kalau kita akan berjuang
bersama sampai kapanpun. Kapten kok bolos tanpa keterangan!” kata Ray sambil
menggelengkan kepalanya.
Sama
seperti Alvin, Cakka juga hanya nyengir.
J L J
Final
Four!
CRAG
Team dari SMP Idola yang kini telah bersatu kembali jelas mengejutkan hampir
semua orang. Terutama BD. Tapi, CRAG Team jelas tidak memperdulikan apapun
kecuali impian mereka yang sudah ada di depan mata. Seperti biasanya mereka
berembuk dan melakukan yel-yel sebelum pertandingan. Selain untuk impian,
mereka juga ingin menang untuk tim putri yang ternyata terkena sial di Final
Four karena bertemu dengan lawan yang kuat.
Strategi
CRAG Team kali ini telah berubah kembali menjadi strategi kebersamaan. Strategi
Gabriel untuk menyingkirkan Cakka resmi dimusnahkan sehingga kini BD yang harus
duduk di bangku cadangan. Selain Pak Jo, para penonton terutama pendukung CRAG
Team juga heboh karena kembalinya aura semangat positif dari CRAG Team. Dua
kuarter pertama pertandingan menunjukkan banyak keunggulan dari tim Cakka dan
teman-temannya.
“Kka!”
seru Ray melempar bolanya menuju Cakka.
“HUP!”
dengan sigap Cakka menangkap bola tersebut dan langsung mendribel sementara ia
mencari teman-temannya yang bisa membantunya. Ia berkelit beberapa kali untuk
melarikan diri dari hadangan lawan.
“Cakka!”
tiba-tiba dari arah kanan Alvin mengangkat kedua tangannya meminta bola. Tanpa
banyak berpikir lagi, Cakka langsung melempar bola tersebut dengan chest pass. Ia memantulkan bola
basketnya tepat dari dadanya dengan jarak yang cukup jauh untuk mengoper kepada
Alvin.
Alvin
yang notabene sudah tak jauh lagi dari ring basket langsung mendribel dengan
cepat untuk bersiap-siap menembak. Sementara anggota CRAG Team yang lain
otomatis langsung defense untuk
melindungi Alvin dari hadangan lawan, sekaligus mengikuti gerakan Alvin.
“Gabriel!”
Gabriel
menangkap bola basket dari Alvin dan langsung mendribelnya sejenak sebelum
akhirnya ia menembak dari jarak dekat. Masuk! Dua angka untuk CRAG Team! Suara
heboh dari para pendukung langsung meningkat. Papan skor berubah menjadi 35-15
untuk keunggulan CRAG Team.
J L J
Angka
terus bergerak cepat seiring berjalannya waktu. Suara-suara penonton juga
semakin lama menjadikan GOR semakin panas. Keringat yang bercucuran di tubuh
setiap pemain juga semakin banyak. Kini mereka sudah sampai di kuarter terakhir
dengan skor yang cukup besar. Keunggulan sekarang berpindah ke SMPN 50. Selisih
skor mereka cukup tipis. Dengan sisa menit yang bisa dibilang sedikit, CRAG
Team harus terus mengejar dan mencegah lawan untuk mencetak skor lagi agar
selisih tak semakin besar.
“Gab!”
teriak Rio segera mengoper jarak jauh.
Gabriel
langsung mendribel bola sejenak dan langsung mendribel ke Cakka yang ada di
dekatnya. “Shoot!!”
Tanpa
banyak bicara, Cakka langsung melempar bola tersebut dengan cepat. Masuk! Tiga
angka untuk CRAG Team! Papan skor berubah menjadi 55-54 untuk keunggulan CRAG
Team kembali.
“Bagus!
Pertahankan, CRAG Team!” seru Pak Jo nyaring.
“CRAG
Team! CRAG Team! CRAG Team!” seru para pendukung semangat.
Tersisa
tiga menit lagi untuk mempertahankan keunggulan. Dan selama itu pula kedua tim
basket terus-terusan berusaha untuk kejar-kejaran angka, memperebutkan posisi
untuk masuk babak final. Dengan nafas yang sudah terengah-engah mereka
melanjutkan pertandingan sambil menyemangati diri mereka masing-masing dalam
hati. Hingga pada akhirnya...
PRIIIIIIIIIIIT....!!!!!!!
Peluit berbunyi keras tanda bahwa pertandingan telah berakhir. Penonton
bersorak gembira karena salah satu dari mereka telah berhasil maju ke babak
selanjutnya.
“Kita
masuk final! Kita masuk final!” seru Ray langsung menghampiri teman-temannya
dan memeluk mereka semua sambil meloncat-loncat girang. Cakka dan yang lainnya
juga senang bukan main. Mungkin hanya BD satu-satunya orang yang tidak senang
atas kemenangan itu karena ia tak diturunkan untuk bermain. Sama sekali.
“Selamat,
guys,” kata salah satu pemain SMPN 50
menjabat tangan satu-satu tim basket SMP Idola. “Semangat kalian luar biasa.
Semoga kalian menang melawan SMPN 1.”
“Terima
kasih!”
Cakka,
Alvin, Rio, Ray, Gabriel berdiri melingkar setelah para pemain SMPN 50 berpamitan
kepada mereka. Setelah mereka mampu menetralisir perasaan bahagia mereka
masing-masing, Cakka angkat bicara.
“Teman-teman,
kita sudah masuk final. Aku ingin kalian berjanji, di pertandingan besok,
kalian harus lebih semangat daripada hari ini. Lupakan segala pikiran bahwa
kalian harus menang atau harus masuk DBL. Apapun yang terjadi besok, itu adalah
hasil jerih payah kita,” kata Cakka. “Janji?”
Semuanya
mengangguk, setuju dengan ucapan Cakka.
Kelima
anggota CRAG Team menumpukkan tangan mereka di tengah. Dan akhirnya dengan
penuh semangat mereka mengangkat tangan mereka semua sambil berteriak senang,
“CRAG Team, Friends Till The End!”
TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p