Hari pertama semester
genap!
Tentu saja Cakka
semangat untuk bangun pagi-pagi dan bersiap-siap ke sekolah. Ia mandi sekitar
jam lima pagi, kemudian membuat sarapannya sendiri dengan roti dan telur. Biru,
Elang, Ayah dan Bunda sampai kaget melihat Cakka sudah melahap sarapannya
ketika mereka semua baru bangun tidur. Bukan hanya karena ingin cepat-cepat
bertemu dengan teman-temannya lagi, namun juga karena ia ingin segera menjadi
pelajar kembali. Rasanya sudah lama sekali ia memegang buku pelajaran. Dan itu
membuat tangannya ‘gatal’.
Elang melirik jam
dinding sejenak sebelum akhirnya bersuara. “Hei, jam berapa kau tidur tadi
malam? Ini baru jam setengah enam dan kau sudah selesai sarapan?”
Cakka nyengir melihat
anggota keluarganya. “Aku hanya bersemangat, Kak!”
“Dasar pelajar
teladan,” kata Biru sambil menggelengkan kepalanya. “Kau tahu, Yah, Cakka itu
sangat suka membolak-balikkan buku pelajarannya. Belajar sekeras apapun tak
membuatnya kapok untuk belajar setiap malam. Benar-benar otak mati rasa. Kalau
aku yang berbuat begitu, mungkin otakku sudah meledak!”
“Harusnya kau
mencontoh adikmu, Biru.” kata Ayah sambil tertawa.
“Sudah, sudah. Ayo
kita makan. Lihat, Cakka sudah membuatkan kita roti isi telur di atas meja.
Sayang kalau tidak dimakan!” kata Elang langsung mengambil satu di antara
tumpukan roti yang ada di piring. Piring tersebut terletak di dekat Cakka.
“Jorok! Kau
seharusnya mandi dulu di atas, Kak.” kata Biru sambil menggelengan kepalanya.
“Ah, sudahlah, aku ingin mandi supaya wangi. Bunda dan Ayah tak ingin ke atas
juga?”
“Ya, tentu saja,
Biru. Ayah tidak ingin bekerja dengan badan bau amis.” kata Ayah.
Semuanya naik ke atas
kembali meninggalkan Elang dan Cakka di ruang makan. Elang duduk di sebelah
adiknya sambil terus melahap roti-roti yang tak henti-hentinya menggiur nafsu
makannya. Walaupun hanya bisa menggoreng telur mata sapi, adiknya itu sudah
termasuk hebat bisa membuat sarapan yang enak. “Kka, aku tak akan pernah puas
dengan roti-roti buatanmu ini. Bukan main lezatnya.”
Cakka tersenyum.
“Oh ya, kudengar kau
dan Biru akan mengikuti turnamen Se-Jakarta?” tanya Elang lagi. “Alangkah
asyiknya kalau bisa menonton turnamen besar seperti itu lagi. Sudah lama
rasanya tidak mendengar keramaian stadion. Karena larangan Ayah dulu, aku
benar-benar tak pernah bergaul dengan dunia basket lagi selain menonton
pertandinganmu.”
Cakka tetap bergeming
menatap kakaknya.
“Hei, kapan-kapan kau
ajak aku ke lapangan, oke? Walaupun mendalami musik, aku juga perlu olahraga,”
kata Elang. “Aku bisa mengajari kalian beberapa teknik untuk persiapan
turnamen. Bagaimana?”
Cakka mengangguk.
“Terima kasih, Kak.”
J L J
“Hei! Cakka! Kak
Biru! Tunggu aku!”
Ray berlari dengan
secepat kilat ketika melihat sahabatnya itu sudah ada di antara para murid yang
berjalan masuk menuju gerbang sekolah. Cakka hanya tersenyum melihatnya
ngos-ngosan. Biru juga nyengir. Lagaknya sama persis seperti habis
dikejar-kejar anjing. Padahal, tadi Ray berjalan tak terlalu jauh darinya.
“Kalian cepat sekali!
Padahal, kupikir aku akan membuat rekor murid pertama yang datang di antara
kita berlima!” kata Ray sambil tertawa.
“Ya, kaptenmu ini
sedang bersemangat untuk belajar lagi, Ray. Kau tak tahu tadi pagi dia sudah
selesai sarapan jam lima pagi. Padahal, kita semua baru bangun. Alhasil,
semuanya berangkat lebih awal.” kata Biru.
“Semuanya? Kak Elang
juga sudah mulai kuliah?” tanya Ray.
“Oh, tidak. Dia baru
mulai minggu depan. Tapi, katanya dia ingin berkumpul dengan teman-temannya
untuk mengerjakan tugas bersama. Jadi, setelah mengantar kami, dia langsung
pergi ke kampus.”
Ray manggut-manggut
mengerti. Ia menoleh ke arah Cakka. “Hei, Cakka, karena jam masuk masih lama,
bagaimana kalau kita sparring sebentar
di lapangan? Aku sudah tak sabar ingin bermain lagi!”
Cakka mengangguk.
“Oke.”
“Bersenang-senanglah,
aku akan langsung ke kelas untuk membaca buku biologi. Guru kami sudah berpesan
untuk belajar karena akan diadakan review
materi. Persiapan ujian nasional.” kata Biru sambil masuk ke dalam gerbang
sekolah.
“Baiklah, selamat
berpusing ria, Kak!” kata Ray sambil tertawa.
“Selamat pagi, Pak,
Bu!” kata Cakka ketika melihat beberapa guru di gerbang.
“Selamat pagi!” kata
Biru dan Ray segera tersenyum kepada guru-guru. Di sana ada Ibu Inca, wali
kelas Cakka dan Ray, Pak Duta, guru IPS kelas sembilan yang menghukum Alvin
waktu dulu, Ibu Ira, guru musik tiga tingkat SMP dan juga Pak Jo, guru olahraga
mereka tercinta.
“Cakka! Ray! Biru!
Apa kabar? Sudah siap untuk bekerja keras lagi, bukan? Tadi Alvin juga sudah
datang. Katanya kelas sembilan sedang banyak ujian!” kata Pak Jo menyalami
mereka bertiga.
“Ya, Pak! Guru-guru
kami sudah mulai banyak memberikan soal-soal untuk nilai harian sekaligus
latihan ujian nasional. Benar-benar sibuk!” kata Biru. “Tapi, Pak Jo tak perlu
khawatir, kami tidak akan vakum dari basket karena ujian!”
“Ah, Bapak sama
sekali tidak khawatir, Bi.” kata Pak Jo.
“Kalau begitu, kami
pergi ke kelas terlebih dahulu, Pak!” kata Ray tersenyum.
Pak Jo
mengangguk-angguk mengerti.
“Kalau begitu, aku
duluan ya, Cakka, Ray. Kalian belajarlah dengan rajin! Cakka, kalau kau butuh
sesuatu, kau bisa mengunjungiku di kelas!” kata Biru sambil mengacak rambut
adiknya sejenak. Cakka hanya tertawa mendengarnya. Sementara Ray melambaikan
tangannya kepada kakak kelasnya itu.
Cakka dan Ray segera
pergi ke kelas untuk menaruh tas mereka. Setelah selesai, mereka langsung
meminjam bola basket sekolah untuk melakukan sparring. Itu adalah istilah yang digunakan para pebasket sebagai
latihan bertanding. Tidak hanya CRAG Team, anak-anak ekskul basket yang lain
juga pasti sering melakukannya. Latihan ini sangat berguna untuk persiapan
mental dan meningkatkan skill.
Latihan dimulai
dengan lemparan bebas untuk Cakka dan Ray masing-masing lima kali. Setelah itu,
mereka juga bergantian mendribel bola mengitari lapangan dan diakhiri dengan lay-up. Setelah itu, barulah mereka
memulai pertandingan satu lawan satu. Mereka menargetkan pertandingan berakhir
hingga di antara mereka ada yang mencetak kurang lebih dua puluh satu angka.
Pertandingan berlangsung seru walaupun hanya berdua. Beberapa kali Ray
melakukan steal, tapi tetap saja dia
susah untuk unggul.
“HUP!” Cakka merebut
bola dari tangan Ray dan langsung melompat dan melakukan tembakan dari jarak
jauh.
MASUK! 15-9 untuk
keunggulan Cakka.
Ray langsung bertepuk
tangan sambil mengejar bola. “Kemampuanmu memang tak akan pernah diragukan,
Kka. Bahkan kau selalu mulus mendapatkan tembakan three point.”
“Hei! Kami boleh
ikut?” tiba-tiba Gabriel dan Rio muncul dari pinggir lapangan.
“Hei, Gabriel, Rio!
Apa kabar, guys? Ternyata kalian
sudah datang juga!” tanya Ray sambil menyalami mereka. Cakka juga ikut
melakukan hal yang sama.
“Ya, kami baru saja
sampai dan tak sengaja melihat kalian sedang bertanding. Tentu saja kami tidak
mau kalah dengan kalian,” kata Gabriel sambil tertawa. “Lagipula, lumayan untuk
pemanasan sebelum latihan di ekskul nanti.”
“Ayolah kalau
begitu!” kata Ray memberikan bola basket kepada Gabriel.
“Omong-omong, kalian
tak mengajak Alvin atau tim putri?” tanya Gabriel sambil mendribel bola
pelan-pelan dan melempar bola tersebut ke ring.
Tidak masuk! Ia langsung mengejar bola yang mental dari ring tersebut.
“Guru-guru kelas
sembilan katanya memberikan soal-soal secara rutin mulai sekarang. Kau kan tahu
mereka akan ujian bulan April nanti. Mungkin mulai hari ini mereka akan lebih
banyak waktu untuk belajar daripada bermain basket.”
“Oh ya, benar juga.
Sebentar lagi mereka akan kelulusan,” kata Rio. “Ya sudah, ayo kita bermain.
Yel, berikan bolanya padaku. Ayo kita lemparan bebas dan dribel dulu sebelum
latihan tanding!”
“Hei, tunggu, kami juga
mau!” kata Ray segera menyusul Rio dan meminta bola.
“Ah, kalian kan
sudah!” Rio menjauhkan bola dari Ray dan segera berlari sambil mendribel bola
tersebut.
“Ah, Rio! Aku juga
mau! Hei, Cakka, bantu aku!”
Cakka tertawa dan
segera berlari menyusul teman-temannya ke tengah lapangan.
J L J
KRIIIIIING...!!
Semua para murid
langsung duduk di tempat masing-masing begitu bel masuk berbunyi. Begitupun
dengan Cakka dan Ray. Perlu sekitar sepuluh menit untuk menunggu semua
teman-temannya berkumpul, hingga akhirnya wali kelas mereka, Ibu Inca, masuk ke
dalam kelas. Guru mereka yang berkacamata tersebut menaruh buku-bukunya di atas
meja guru dan memulai pelajaran.
“Selamat pagi,
anak-anak,” kata Ibu Inca sambil mengatup kedua tangannya. “Sebelum kita
memulai pelajaran hari ini, Ibu ingin berkata kepada kalian bahwa kalian harus
bekerja lebih keras karena sekarang sudah semester dua. Nilai-nilai yang akan
kalian perjuangkan selama beberapa bulan ke depan, akan menentukan kalian naik
kelas atau tidak. Jadi, belajarlah lebih rajin. Jangan terlalu banyak bermain.
Mengerti?”
“Mengerti, Bu!” seru
semua murid kompak.
“Nah, sekarang Ibu
akan memperkenalkan seseorang yang akan bergabung di kelas kalian. Dia adalah
murid pindahan dari Bali. Semoga kalian senang dengan kehadirannya ya,” kata
Ibu Inca. Ia menoleh ke arah pintu kelas. “Kau boleh masuk sekarang, Nak!”
Setelah berkata
begitu, perlahan-lahan seorang laki-laki berjalan masuk ke dalam kelas dalam
diam. Rambut hitam kecokelatannya cepak seperti Ray, poninya disisir ke atas.
Kedua mata sayunya sipit, hidungnya mancung dan kulitnya putih. Tas birunya
tersampir di sebelah pundaknya. Namun, yang mencolok di dalam dirinya adalah
bajunya yang berantakan dan wajahnya yang datar.
“Nah, anak-anak, ini
adalah Bryan Dalton. Dia akan bergabung bersama kita mulai hari ini. Mohon
kalian bantu dia agar dia betah sekolah di sini ya!” kata Ibu Inca berdiri di
samping anak baru tersebut. Ia menoleh ke arahnya. “Nak, ayo perkenalkan dirimu
kepada teman-teman barumu.”
“Baik, Bu,” katanya
dingin. Ia menoleh ke arah teman-temannya satu per satu. Hingga akhirnya ia
berhenti di satu orang. Dengan cara bicaranya yang kasar, ia bersuara. “Namaku
Bryan Dalton. Kalian bisa memanggilku BD. Bi-di. Pindahan dari Bali. Dan... just for information, aku anak jenius. Jadi, jangan macam-macam padaku.”
Semuanya terdiam
mendengar ucapannya. Bahkan Ibu Inca juga tidak menyangka BD akan berkata
seperti itu. Untuk beberapa saat, hening menguasai kelas. Namun, Ibu Inca
segera mencairkan suasana hening tersebut dengan bersuara, “Baiklah, BD, kau
boleh duduk di tempatmu. Ada tempat kosong di ujung sana.”
“Baik, Bu.”
BD segera berjalan
menuju tempat duduknya di belakang. Semua yang ada di sana menatapnya diam.
Terutama Ray. Tak hanya saat perkenalan, sesekali ia melirik ke arah anak baru
tersebut seiring berjalannya waktu. Ia memiliki firasat aneh terhadapnya. Bukan
hanya karena perkenalan itu, tapi juga kedua matanya yang tampak tidak fokus
pada papan tulis di depan.
J L J
Istirahat sudah tiba.
Seperti biasanya, Cakka bersama teman-temannya hendak pergi ke kantin. Namun,
waktu itu Cakka masih belum selesai menulis catatan yang ada di depan papan
tulis. Tak ingin membuat Ray menunggu lama, ia meminta teman sebangkunya
tersebut untuk pergi duluan ke kantin. Butuh sepuluh sampai lima belas menit
untuk Cakka menyelesaikan catatannya. Setelah itu, barulah ia membereskan meja
dan segera menyusul Ray dan yang lainnya ke kantin. Ia bahkan tak sadar bahwa
seseorang sejak tadi tengah menatapnya.
Cakka cepat-cepat
menuruni tangga dari lantai dua hingga lantai dasar. Selain karena sudah lapar,
ia juga tak ingin teman-temannya merasa tidak nyaman dengan keterlambatannya.
Namun, sebelum sempat ia masuk ke dalam area kantin, tiba-tiba seseorang
menepuk pundaknya dari belakang.
Cakka berhenti
sejenak dan menoleh ke belakang. Tampak seorang laki-laki tengah menatapnya
dengan datar. Anak baru itu. Dan bukannya berbicara, dia hanya diam saja
menatap Cakka. Entah apa maksudnya.
Cakka tersenyum
kepadanya. “Ada apa?”
Ia tetap bergeming di
tempatnya. Namun, beberapa saat kemudian, ia bersuara dengan nada suara yang
sama datarnya dengan yang tadi. “Temui aku di lantai lima. Besok. Pulang
sekolah.”
“Eh?” kata Cakka
heran.
Namun, BD tampak
tidak perduli. Ia berjalan pergi meninggalkan Cakka sendirian di depan pintu
kantin. Cakka tidak mengerti apa yang dikatakannya barusan. Ucapannya begitu
tidak jelas.
“Cakka?” tiba-tiba
Ray dan Rio sudah ada di sampingnya.
“Kau kenapa?” tanya
Rio heran. “Kau tidak lapar? Kenapa tidak masuk ke dalam? Kau menghalangi jalan
masuk ke kantin kalau kau berdiri di sini.”
“Cepat, istirahat
tinggal sepuluh menit lagi. Yang lain juga sudah menunggumu dari tadi. Mereka
ingin menemanimu makan dulu sebelum kembali ke kelas. Daripada kau makan
sendirian.”
Cakka tersenyum melihat
mereka. Ia menggelengkan kepalanya, kemudian cepat-cepat mengajak mereka
kembali masuk ke dalam kantin untuk makan siang. Sampai istirahat selesai,
Cakka tidak menyinggung-nyinggung soal apa yang dikatakan BD kepadanya tadi.
Untungnya mereka berdua juga tidak mengungkit-ungkit soal lamunannya di depan
pintu kantin tadi. Biarlah cukup dia dan Tuhan saja yang tahu. Daripada ini
semua menjadi masalah lagi.
J L J
Latihan basket kali
ini terasa berbeda dengan hadirnya anak baru itu sebagai salah satu anggota
ekskul basket yang bisa dikatakan jago dalam hal kemampuan. Ya, anak berandalan
yang bernama Bryan Dalton itu ternyata langsung bergabung dalam ekskul basket
di hari pertamanya. Hampir semua anggota ekskul basket yang hadir saat itu
terkesima dengan kelincahannya, tak terkecuali Cakka dan teman-temannya. Bahkan
Pak Jo juga mengakui kehebatannya dalam bermain basket.
"Hebat juga
kau." kata Pak Jo setelah BD menyelesaikan semua tes yang diberikan
olehnya. Dari dribel bola, lay-up, dan kemampuannya dalam bertanding 1 on 1
melawan Gabriel barusan juga sangat baik.
BD hanya tersenyum
mendengar ucapan Pak Jo. Setelah BD menyelesaikan tesnya, ia terus dikerumuni
banyak anak-anak basket yang mengaguminya. Mereka memuji kehebatan BD yang
bahkan bisa menembak tiga angka dari jarak yang lumayan jauh. Tapi, BD tampak
cuek-cuek saja dengan mereka. Bukannya sombong, tapi BD masuk ke dalam sekolah
bukanlah untuk tebar pesona dengan mereka. Itu hanya buang-buang waktu
untuknya.
“Kupikir kemampuan
Cakka sudah yang paling hebat,” kata Ray. Gabriel yang ada di sebelahnya
langsung menepuk bahu Ray lumayan kencang. Yang ditepuk langsung melotot.
“Untuk apa kau melakukan itu?”
“Jangan bicara
sembarangan!” bisik Gabriel. “Kau tak merasa jahat apa mengatakan itu? Cakka
berdiri di sebelahmu! Kalau Cakka tersinggung kau mau tanggung jawab?”
Cakka tersenyum. “Tak
apa-apa, Gabriel.”
“Kurasa dia memiliki
kemungkinan besar untuk terpilih, ikut dalam turnamen besar itu. Dia pasti akan
menjadi salah satu pesaing terberat kita berlima.” kata Rio.
“Setuju, aku
benar-benar tak tahu darimana dia mendapatkan skill sehebat itu. Dan lagi, anak
sehebat dia seharusnya sudah masuk turnamen internasional! Tapi, kenapa dia tak
pernah kelihatan sebelumnya?” kata Gabriel.
“Mungkin dia tak ikut
dalam kegiatan basket sebelumnya?” tebak Ray.
“Ah, tidak mungkin!
Dia pasti mengasah terus kemampuannya itu. Kalau tidak, bagaimana bisa dia
menjadi seperti itu?” tanya Alvin. “Ah, sudahlah. Daripada membicarakan dia,
lebih baik kita latihan. Bukankah hari ini pemilihan wakil sekolah untuk
turnamen tahun depan?”
Gabriel mengangguk.
“Kau benar.”
J L J
Pertandingan pertama
untuk menentukan siapa yang akan terpilih menjadi wakil sekolah dalam turnamen
se-Jakarta adalah CRAG Team melawan tim Obiet. Namun, formasi kali ini CRAG
Team dibuat berbeda menjadi CRAG Team minus Ray karena Pak Jo ingin melihat
lebih dalam lagi kemampuan BD. Dengan persetujuan Ray, akhirnya dia digantikan
BD untuk sementara. Hanya khusus pertandingan ini saja.
Sepuluh menit pertama
pertandingan berlangsung seru. Semua anggota yang bertanding mengeluarkan
seluruh tenaga mereka demi bisa mengikuti turnamen tersebut. Bahkan kesepakatan
mereka untuk berhenti setelah salah satu tim mencapai tiga puluh angka sudah
hampir terwujud. Dengan adanya BD di tim mereka, papan skor mereka lebih cepat
naik. Kuarter pertama selesai dengan skor sementara 22-10 untuk keunggulan CRAG
Team.
“Hei, kapten!” seru
BD ketika sedang beristirahat. “Kerja bagus tadi!”
Cakka yang sedang
meneguk air mineralnya langsung menoleh dan tersenyum. Ia mengacungkan
jempolnya kepada BD. Kemudian menjawab ketika ia sudah selesai minum. “Kau yang
pantas dipuji, Bid.”
BD tersenyum
misterius. “Oh ya, aku memang pantas dipuji. Karena aku tetap bermain bersama
tim. Tak seperti kau yang terlalu berambisi sendirian di lapangan.”
“Eh?” kata Cakka
kaget, tak mengerti maksudnya.
“Hei, Cakka!”
Tiba-tiba Pak Jo memanggil Cakka untuk menghampirinya.
Tanpa menghiraukan
kata-kata BD tadi, ia langsung menyingkir dari tempatnya dan segera menghampiri
Pak Jo. Setelah Cakka sudah lumayan jauh, Alvin langsung angkat bicara, “Hei,
anak baru. Maksudmu apa mengatakan hal itu kepada Cakka? Kau merasa hebat?”
“Tentu tidak.” kata
BD datar.
“Lalu, kenapa kau
mengatakan seolah-olah Cakka tidak baik? Dia sudah berusaha bermain sebaik
mungkin!” kata Gabriel ikut-ikut sebal.
“Kalau aku merasa
hebat, aku tidak akan memberikan bolaku kepada kalian, bukan? Tapi, lihatlah
Cakka. Di lapangan tadi dia selalu bermain sendiri. Begitu mendapatkan bola dia
langsung membawa menuju ring sendiri tanpa melihat kita yang bisa membantunya.”
kata BD.
“Itu karena dia
memang sudah ada di dekat ring kita. Memangnya salah langsung menembak? Kau ini
benar-benar aneh,” kata Rio. “Atau kau justru berencana untuk menyingkirkan dia
sebagai kapten kita?”
“Itu bukan urusan
kalian. Yang jelas, aku tahu kalau Cakka pasti melakukan itu untuk terpilih.
Dan dia tak akan perduli kalian masuk atau tidak. Dia itu bermain maksimal
hanya untuk menunjukkan bahwa dia lebih hebat dari kalian semua.” kata BD.
“Tahu apa kau soal
Cakka? Kau anak baru, tak usah sok kenal dengan kapten kita!” kata Ray yang
ikut mendengar. “Dia tak seperti yang kau pikirkan. Dia selalu bermain sebagai
olahraga tim. Dia juga sangat perduli kepada kita.”
“Hah! Ternyata kalian
mau saja ditipu anak seperti Cakka itu. Di depan kalian, dia memang baik. Tapi
kalian tidak tahu bukan apa yang dilakukannya di belakang kalian? Mungkin saja
dia benci bekerja sama dengan kalian. Buktinya dia hanya sekali-kali memberikan
kalian bola bukan tadi? Padaku saja tidak sekalipun.”
“Bukti apa yang kau
punya untuk fitnahan kau ini? Jangan asal bicara saja!” kata Gabriel. “Kalau
kau mengatakan ini hanya karena pertandingan, kau benar-benar sok tahu. Karena
Cakka tidak seperti itu!”
“Terserah saja apa
kata kalian. Coba saja kalian minta bantuannya di luar jam latihan. Apa dia mau
membantu kalian? Kurasa tidak akan! Saat di sekolah mungkin dia akan bersikap
manis, tapi di luar itu? Jangan harap.” kata BD sambil tersenyum sinis.
Kemudian, dia langsung pergi menuju lapangan karena peluit telah berbunyi
keras, menandakan pertandingan akan segera dimulai lagi.
“Sudahlah, jangan
dengarkan dia. Semangat!” kata Ray menyemangati.
“Ya, terima kasih,
Ray.” kata Alvin sambil tersenyum. Kemudian, ia juga langsung kembali ke lapangan,
diikuti oleh Gabriel dan Rio karena Cakka jug tidak kembali lagi ke tempat
istirahat.
Kuarter selanjutnya
adalah kuarter terakhir untuk menentukan lima orang pertama yang akan terpilih
untuk ikut turnamen. Dan semuanya kembali mengeluarkan tenaga mereka secara
maksimal.
“Cakka!” seru Alvin
meminta bola ketika Cakka dihadang oleh lawan.
Cakka melirik ke arah
Alvin sejenak yang ada di kirinya. Kemudian ia melirik ke arah kanan. Setelah
itu, ia bukannya melakukan operan kepada anggota timnya, ia justru berkelit,
mengecoh lawan sehingga ia bisa bebas dan segera melakukan tembakan tiga angka.
Masuk! Peluit segera
berbunyi karena dengan masuknya tembakan tersebut, CRAG Team memenangkan
pertandingan. Semuanya langsung melakukan high
five satu sama lain untuk pertandingan yang sangat bagus. Tapi tidak dengan
Alvin, Gabriel dan Rio. Mereka justru menatap Cakka yang dikerumuni banyak
orang dari pinggir lapangan.
“Vin.” sahut Gabriel
membuyarkan lamunannya.
Alvin menoleh ke arah
Gabriel dan Rio dalam diam, kemudian menatap Cakka lagi. “Dia memang tidak
mengoper padaku tadi, tapi aku yakin bukan karena ambisi pribadi alasannya.”
“Ya, kita tahu, Vin.”
kata Rio.
“Kita tidak boleh
percaya kepada BD begitu saja.” kata Gabriel.
“Lebih baik kita
berkumpul besok untuk membicarakan hal ini.” Usul Alvin.
“Bagaimana kalau
pulang sekolah?”
Alvin mengangguk.
Kemudian, ia langsung mengajak keduanya untuk kembali ke pinggir lapangan
karena anak-anak yang lain juga akan bertanding setelah ini. Tak lupa mereka
juga mengajak Cakka juga untuk beristirahat. Dia juga pasti sangat lelah
setelah pertandingan barusan.
Selama hampir satu
jam mereka menyaksikan pertandingan anak-anak yang lain. Dan CRAG Team
merupakan lima orang yang terdengar paling heboh di pinggir lapangan. Mereka benar-benar
niat menyemangati pada anggota ekskul basket yang lain agar tetap melakukan
yang terbaik. Anak-anak yang duduk di dekat mereka sampai menatap mereka sambil
nyengir. Hingga akhirnya Pak Jo akan mengumumkan siapa-siapa saja yang akan
mewakili sekolah.
“Baiklah! Setelah
pertandingan-pertandingan yang sangat seru tadi, Bapak telah mendapatkan tiga
puluh nama untuk ikut dalam turnamen se-Jakarta. Dan nama-nama itu adalah....”
TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p