Cakka
menghela nafasnya lega ketika melihat satu kafe lagi yang belum didatanginya
hari ini. Ia menepuk dahinya pelan ketika menyadari bahwa ia belum masuk ke
dalam kafe tersebut. Dari sekian banyak kafe yang sudah ada di daftar
tongkrongannya, kenapa dia tak terpikir untuk nongkrong di kafe itu saja?
Benar-benar bodoh!
Tanpa
banyak bicara lagi ia langsung berjalan menuju kafe tersebut. Kebetulan salah
seorang pelayan di sana memunculkan wujudnya di depan pintu kafe yang bertema
klasik tersebut.
“Mas
Elang!” serunya sambil tersenyum.
Pelayan
tersebut menoleh ke arahnya ketika sadar namanya dipanggil. Ya, Cakka sangat
mengenal pelayan tersebut. Faktanya dia sudah kenal dengan pria kurus itu lebih
dari lima belas tahun. Sudah selama itu pula dia memiliki gelar sebagai kakak
kandungnya.
“Hei, kau
sudah pulang!” katanya sambil tersenyum.
“Ya. Boleh
aku duduk sebentar di kafemu?”
“Kafeku
sudah akan ditutup.”
“Ah,
ayolah, Mas. Sebentar saja.” kata Cakka memelas.
Elang
langsung menjitak kepala Cakka melihat ekspresi wajah adiknya. Selalu saja
memasang tampang memelas jika ada maunya. Benar-benar masih kekanak-kanakan.
“Memangnya kau ingin melakukan apa? Tugas?”
“Pokoknya
ini darurat, Mas!” kata Cakka menggembungkan pipinya cemberut.
“Hm.” kata
Elang sambil menggelengkan kepalanya. Ia mengacak-acak rambut adiknya sejenak
kemudian mempersilahkannya masuk. Cakka langsung girang dan masuk ke dalam kafe
dengan semangat. Elang yang melihatnya hanya bisa tersenyum sambil
menggelengkan kepala dan melanjutkan pekerjaan membersihkan kacanya.
Sejak
kecil Cakka memang selalu begitu. Ada saja akalnya jika sudah berkeinginan
kuat. Tak perduli jika semua orang menganggap keinginannya itu konyol, dia
selalu mencari cara agar ia benar-benar dapat mencapai apa yang dia mau. Elang
bukannya tak ingin mengizinkan, tapi Cakka itu lebih sering memiliki akal-akal
aneh daripada normal, seperti...
“Cakka!”
seru Elang ketika melihat adiknya sedang duduk di salah satu meja. Sambil
memainkan laptopnya ia menghabiskan begitu banyak makanan. “Hei, kenapa kau
menghabiskan sebanyak ini? Apa kau punya uang cukup untuk membayar semuanya?
Lalu, maksudmu tadi...?”
Cakka
tertawa ketika melihat kakaknya. Ia mengangkat telunjuk dan jari tengahnya
kepada Elang. Ia langsung bercerita bahwa manager kafe yang memberikan semua
makanan itu secara cuma-cuma dengan sedikit rayuan dari Cakka. Benar-benar
nakal. Memang sih, manager kafe sudah mengenal Cakka karena ia sering
mengunjungi kakaknya di sana, tak disangka ternyata Cakka memanfaatkan
kesempatan itu.
Elang menggelengkan
kepalanya. Ia segera membereskan piring-piring kosong yang berantakan di
mejanya. “Bilang saja kau lapar. Pakai memelas darurat padaku pula. Cepat
kerjakan tugasmu! Menyusahkanku saja.”
Cakka
hanya nyengir melihatnya.
THE END...
Tuliskan komentar kalian di bawah,
Kalau mau request cerpen silahkan ya :)
Nantikan ceritaku selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p