“Cakka.”
Cakka segera
menyingkir dari tempat duduknya dan melangkah maju untuk mengambil hasil pekan
ulangan matematikanya. Begitu sampai di depan, guru matematikanya tampak
menggelengkan kepalanya sambil menyodorkan kertas ulangan miliknya. “Belajarlah
lebih rajin.”
Cakka terdiam
mendengarnya. Ia menatap sejenak tinta merah yang tertulis tebal di sana,
kemudian segera kembali ke tempat duduknya. Ia diam saja selama gurunya lanjut
memanggil murid-murid yang lain. Ini sudah nilai ulangan ketiga yang menurun
drastis. Kemarin, hasil ulangan IPA dan jasa perniagaannya juga tidak bisa
dibilang memuaskan. Entahlah, semenjak Ayah tak sengaja menamparnya,
konsentrasinya terlalu sering buyar ketika sedang mengerjakan soal. Bunda pasti
kecewa dengan nilai-nilainya.
“Hei, kau kenapa? Nilaimu
tidak di bawah standar, kan?” bisik Ray tiba-tiba.
Cakka menoleh ke
arahnya. Ia menggeleng, kemudian menyodorkan kertas ulangannya untuk dilihat
sahabatnya itu dan kembali melamun sendiri.
“Tujuh lima. Nilai
ini sudah cukup bagus bagiku, Kka. Walaupun tidak setinggi biasanya, bukankah
kau sudah berusaha?” kata Ray meletakkan kembali kertas ulangan itu di meja
Cakka, kemudian menatap Cakka yang masih asyik melamun. Ia menggelengkan
kepalanya. “Kka, kau tak perlu cemas. Bundamu pasti mengerti perasaanmu.”
Cakka tersenyum.
Tidak, bukan itu yang membuat hatinya gelisah. Cakka justru lebih mencemaskan
teman-temannya. Bukankah selama ini mereka telah berbaik hati meluangkan waktu
mereka untuk belajar bersama agar dapat meningkatkan nilai pekan ulangan? Dan
angka tujuh lima yang ada di kertas ulangannya itu jelas jauh dari harapan.
Cakka merasa telah menyia-nyiakan niat baik keempat temannya selama ini.
Seharusnya dia bisa lebih baik daripada tujuh lima.
Ini bukan salah
siapa-siapa. Ini bukan salah Bunda, kedua kakaknya, bahkan Ayah yang telah
keras padanya tempo hari. Ini justru salahnya sendiri. Ia bukan tipe orang
pemalas. Ia selalu belajar pada malam hari untuk menyicil pelajaran. Dia juga
sudah belajar bersama dengan teman-temannya hingga langit gelap. Namun, di
samping semua hal itu, ia juga membiarkan kejadian mengerikan itu mengontrol
pikirannya hingga materi yang telah ia kuasai hilang semua dari otaknya ketika
hari ulangan tiba. Ini bukan Cakka. Ini bukan Chase Karayne.
Ray menghela nafas
melihat sahabatnya bergeming selama pelajaran matematika. Sama persis ketika
pelajaran IPA kemarin. Ia menepuk pundak sahabatnya tersebut dengan pelan.
“Tampaknya kau butuh pencerahan. Bagaimana kalau sehabis ekskul basket nanti
kita pergi ke lapangan komplek?”
Cakka tersenyum,
kemudian mengangguk pelan.
J L J
Pak Jo sedang duduk
santai di kursinya ketika Cakka menghampirinya di ruang guru. Untungnya saat
itu ruang guru sedang sepi, hanya ada beberapa guru yang ada di sana karena
tidak ada jam mengajar. Itupun duduknya jauh dari Pak Jo. Dengan begitu, Cakka
bisa leluasa menjelaskan maksudnya datang menghampiri pelatih basketnya
tersebut.
“Cakka? Kau tidak
bermain dengan teman-temanmu?” tanya Pak Jo kaget ketika melihat salah satu
muridnya muncul di hadapannya saat jam istirahat seperti ini.
Cakka menggeleng.
“Apa Bapak ada waktu setelah ekskul basket?”
Pak Jo mengangguk.
“Tentu saja. Bapak tidak melakukan apa-apa. Memangnya kenapa, Cakka?”
“Ada yang ingin saya
bicarakan dengan Bapak.”
J L J
“Oke, latihan kita
hari ini adalah latihan yang terakhir sebelum kalian bertanding. Jadi, Bapak
minta kalian harus bermain total dalam posisinya masing-masing.” terang Pak Jo
kepada semua anggota CRAG Team setelah memberikan mereka pemanasan yang cukup.
“Ingat, Cakka sebagai
Small Forward, selain itu, kau juga
harus membimbing teman-temanmu. Ray sebagai Shooting
Guard karena kau hebat dalam tembakan tiga angka. Bapak mengandalkanmu
untuk mencetak angka tambahan dalam keadaan tertentu. Gabriel sebagai Center karena kau pasti bisa beradu
fisik dengan yang lainnya. Tapi ingat, jangan sampai membuat pelanggaran. Rio,
kau sebagai Power Forward, kau harus
menjaga bola agar tak direbut tangan musuh. Dan otomatis Alvin sebagai Point Guard. Ada pertanyaan?”
“Tidak, Pak!” seru
seluruh anggota CRAG Team kompak.
“Baik, kalau begitu
kita akan bertanding melawan tim Obiet, seperti biasa. Dan kalian jangan
menganggap remeh karena ini masih latihan. Anggaplah tim Obiet sebagai tim SMPN
1 untuk memberi semangat kepada diri kalian. Siap?”
“Siap, Pak!” seru
CRAG Team, Obiet beserta teman-temannya.
Semuanya langsung
berlari menuju lapangan dan menempati posisi masing-masing. Sementara
teman-teman yang lain termasuk tim basket putri hanya duduk di pinggir lapangan
dan menonton mereka. Setelah Pak Jo melemparkan bola basketnya ke atas, Cakka
dan Obiet, perwakilan tim masing-masing segera melompat untuk berusaha
mengambil bola tersebut. Dan akhirnya Cakka yang berhasil mengambilnya. Latihan
pertandingan dimulai!
Cakka langsung
mendribel bola dengan cepat. Rencana awalnya adalah membuat Gabriel mencetak
angka dari jarak dekat. Ia melempar bolanya ke arah Gabriel ketika ring sudah
dekat. Namun, rencananya terhalang karena Gabriel dihadang banyak lawan
sehingga ia tak bisa sembarangan melakukan tembakan. Gabriel berhenti di
tempatnya sambil tetap mendribel bola. Matanya melirik kanan-kiri sambil
mencoba melangkah ke arah kanan-kiri untuk melarikan diri, namun tak ada yang
berhasil.
“Yel!” tiba-tiba Rio
melambaikan kedua tangannya tinggi-tinggi untuk menarik perhatian Gabriel.
Tanpa banyak berpikir lagi, Gabriel langsung melompat tinggi dan melempar
bolanya menuju Rio. Beberapa lawan langsung mencoba menghadang langkah Rio.
Berkali-kali Rio
berkelit dibantu dengan Ray dan Alvin yang ikut menjaga posisinya sampai akhirnya
ia terbebas dari hadangan lawan dan langsung menembak ke arah ring dari area
tembakan dua angka. Dan... masuk! Dua angka untuk CRAG Team. Para anggota
ekskul basket langsung bersorak heboh.
“Tembakan bagus, Yo!”
kata Alvin memberikan high five
kepada Rio.
“Fokus!” seru Cakka
dari kejauhan.
“Siap, kapten!” Alvin
dan Rio segera kembali ke tempatnya masing-masing.
Sekarang bola ada
pada tim Obiet. Salah satu anggotanya tengah mendribel bola dengan
teman-temannya yang juga menjaga area mereka agar tidak bisa dihadang oleh CRAG
Team. Cakka dan Gabriel sudah menunggu di bawah ring untuk pertahanan.
Sementara Ray, Alvin dan Rio sibuk menghadang lawan untuk mendekati ringnya,
apalagi sampai mencetak angka.
“Ayo, semangat!!”
terdengar teriakan para penonton nyaring menyemangati yang sedang beraksi di
lapangan. Mereka tak perduli bagaimana lelahnya mereka berteriak, yang penting
mereka bersemangat. “Semangat tim Obiet!! Semangat CRAG Team!!”
Sekarang bola berada
di tangan Cakka. Dengan gesitnya ia berlari hingga lawannya tidak bisa
mengejarnya sehingga area di depannya bebas. Ia mendribel bolanya sampai ke
ring milik timnya dan melakukan lay-up
dengan lancar. Dua angka lagi untuk CRAG Team!
Menyadari tertinggal
jauh, tim Obiet berusaha bermain lebih semangat lagi. Beberapa kali mereka
mencoba menghadang anggota CRAG Team dan langsung melakukan tembakan tiga angka
yang masuk dengan lancarnya. Para anak-anak basket mengeluarkan kemampuan
mereka semaksimal mungkin hingga pada akhirnya, kuarter pertama diakhiri dengan
keunggulan CRAG Team dengan skor 12-6.
PRIIIT...!!
Pak Jo meniupkan
peluit yang tergantung di lehernya dan memberi instruksi untuk istirahat
sepuluh menit sebelum kuarter dua dimulai. Mereka langsung berlari menuju
pinggir lapangan untuk menyegarkan badan sejenak. Yang tak disangka-sangka,
ternyata tim basket putri tampak sudah menunggu mereka di pinggir lapangan
dengan seplastik besar berisi beberapa botol air mineral.
“Minumlah, kalian
sudah berusaha keras!” kata Biru sambil menyodorkan satu per satu botol air
mineral kepada mereka. Mereka tentu saja menerimanya dengan senang hati dan
langsung meneguknya. Apalagi Ray dan Alvin. Mereka yang paling semangat hingga
tak sadar air yang ada di dalamnya hampir habis.
“Terima kasih, Kak.”
kata Cakka sambil tersenyum setelah selesai minum.
Biru mengangguk dan
tersenyum balik.
“Jorok! Ray, jangan
membagi-bagi keringat sembarangan!” kata Alia sambil melindungi wajahnya
melihat tingkah Ray yang hanya menyisakan seperempat botol air dan langsung
mengeringkan rambutnya sejenak sehingga keringat-keringatnya mental
kemana-mana. Namun, Ray hanya nyengir mendengarnya.
“Sudah, sudah! Cepat,
waktu istirahat kalian tidak banyak!” kata Rika.
“Hei, Bi, apa ada
sisa air untuk nanti?” tanya Alvin.
“Masih ada dua,
tenang saja. Yang penting kau harus lakukan yang terbaik! Kalau tidak, aku
tidak akan memberikannya kepadamu.” canda Biru sambil tertawa. Ia menoleh ke
arah Cakka. “Cakka! Keluarkan semua kemampuanmu di kuarter dua!”
Cakka mengacungkan
jempol.
PRIIT...!! Lagi-lagi
terdengar suara peluit dari Pak Jo yang menandakan bahwa jam istirahat mereka
sudah selesai. Cakka, Ray, Alvin, Gabriel dan Rio memberikan high five kepada semua tim inti anggota
basket putri dan langsung berlari kembali ke lapangan. Setelah tim Obiet juga
sudah berkumpul semua, mereka langsung memulai kuarter terakhir sebelum
akhirnya mereka mengakhiri latihan mereka.
J L J
“Cakka, sudah siap?
Kita jadi ke lapangan, bukan?” tanya Ray sambil tersenyum menghampiri
sahabatnya yang baru saja selesai membereskan barang-barangnya. Ray sudah
tampak siap pulang dengan tasnya yang tergantung di sebelah pundaknya.
Cakka tersenyum. “Kau
duluan saja. Aku akan ke ruang guru sebentar.”
“Oh baiklah, aku akan
bermain sendiri sambil menunggumu. Kabari aku kalau kau tak sempat datang, oke?
Aku takut kau terlalu lelah. Kemenangan di latihan hari ini sepertinya menguras
banyak tenagamu.” kata Ray menepuk pundaknya pelan.
Cakka mengangguk.
“Hei, kalian ingin ke
lapangan? Kenapa tidak mengajak kami?” tiba-tiba Gabriel, Rio dan Alvin muncul
di antara mereka dengan tatapan menyelidik. “Kami juga ingin main, tahu!”
“Ayolah kalau kalian
ingin menemaniku!” kata Ray sambil tertawa. “Cakka, kami pulang duluan ya! Kami
tunggu di lapangan!” Mereka berempat berjalan meninggalkan lapangan basket sekolah.
Sementara Cakka langsung pergi ke ruang guru setelah pamit kepada Kak Biru
karena Cakka tak ingin kakaknya terlalu lama menunggu.
“Duduklah.” kata Pak
Jo mempersilahkan ketika ia sudah sampai di ruang guru. Tanpa banyak bicara
Cakka langsung duduk di hadapan gurunya. “Ada masalah apa, Cakka? Apa ada
nilaimu yang ingin kau protes atau justru ada yang kurang?”
Cakka menggeleng
kembali. “Ini tentang CRAG Team, Pak.”
Pak Jo mengerutkan
dahinya mendengar ucapan Cakka. “Ada apa?”
“Sebenarnya...”
Dengan lancarnya Cakka bercerita dari awal. Tentang maksudnya masuk ke dalam
ekskul basket, impiannya, kebahagiaannya masuk ke dalam tim basket sekolah
hingga pada akhirnya Ayah tidak memperbolehkannya untuk bergaul dengan Ray dan
teman-temannya. Ia juga bercerita tentang bagaimana nilainya bisa menurun
karena masalah tersebut. Diakhiri perihal pertandingan di SMPN 1 dan
permintaannya untuk merahasiakan hal ini dari semua anak-anak basket karena dia
tidak ingin memperpanjang masalah.
Pak Jo yang mendengar
cerita Cakka sangat terkejut. Sesekali ia menganggukkan kepalanya mengerti di
sela-sela ceritanya, kemudian akhirnya mengatupkan kedua tangannya ketika Cakka
selesai bercerita kepadanya. Ia menghela nafasnya sejenak, kemudian menatap
anak muridnya tersebut dengan tatapan campur aduk. “Kau... yakin ingin keluar
dari CRAG Team?”
TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p