Selasa, 30 September 2014

Cerbung | Impian Bola Basket Part 17


“Cakka.”
Cakka segera menyingkir dari tempat duduknya dan melangkah maju untuk mengambil hasil pekan ulangan matematikanya. Begitu sampai di depan, guru matematikanya tampak menggelengkan kepalanya sambil menyodorkan kertas ulangan miliknya. “Belajarlah lebih rajin.”

Cakka terdiam mendengarnya. Ia menatap sejenak tinta merah yang tertulis tebal di sana, kemudian segera kembali ke tempat duduknya. Ia diam saja selama gurunya lanjut memanggil murid-murid yang lain. Ini sudah nilai ulangan ketiga yang menurun drastis. Kemarin, hasil ulangan IPA dan jasa perniagaannya juga tidak bisa dibilang memuaskan. Entahlah, semenjak Ayah tak sengaja menamparnya, konsentrasinya terlalu sering buyar ketika sedang mengerjakan soal. Bunda pasti kecewa dengan nilai-nilainya.
“Hei, kau kenapa? Nilaimu tidak di bawah standar, kan?” bisik Ray tiba-tiba.
Cakka menoleh ke arahnya. Ia menggeleng, kemudian menyodorkan kertas ulangannya untuk dilihat sahabatnya itu dan kembali melamun sendiri.
“Tujuh lima. Nilai ini sudah cukup bagus bagiku, Kka. Walaupun tidak setinggi biasanya, bukankah kau sudah berusaha?” kata Ray meletakkan kembali kertas ulangan itu di meja Cakka, kemudian menatap Cakka yang masih asyik melamun. Ia menggelengkan kepalanya. “Kka, kau tak perlu cemas. Bundamu pasti mengerti perasaanmu.”
Cakka tersenyum. Tidak, bukan itu yang membuat hatinya gelisah. Cakka justru lebih mencemaskan teman-temannya. Bukankah selama ini mereka telah berbaik hati meluangkan waktu mereka untuk belajar bersama agar dapat meningkatkan nilai pekan ulangan? Dan angka tujuh lima yang ada di kertas ulangannya itu jelas jauh dari harapan. Cakka merasa telah menyia-nyiakan niat baik keempat temannya selama ini. Seharusnya dia bisa lebih baik daripada tujuh lima.
Ini bukan salah siapa-siapa. Ini bukan salah Bunda, kedua kakaknya, bahkan Ayah yang telah keras padanya tempo hari. Ini justru salahnya sendiri. Ia bukan tipe orang pemalas. Ia selalu belajar pada malam hari untuk menyicil pelajaran. Dia juga sudah belajar bersama dengan teman-temannya hingga langit gelap. Namun, di samping semua hal itu, ia juga membiarkan kejadian mengerikan itu mengontrol pikirannya hingga materi yang telah ia kuasai hilang semua dari otaknya ketika hari ulangan tiba. Ini bukan Cakka. Ini bukan Chase Karayne.
Ray menghela nafas melihat sahabatnya bergeming selama pelajaran matematika. Sama persis ketika pelajaran IPA kemarin. Ia menepuk pundak sahabatnya tersebut dengan pelan. “Tampaknya kau butuh pencerahan. Bagaimana kalau sehabis ekskul basket nanti kita pergi ke lapangan komplek?”
Cakka tersenyum, kemudian mengangguk pelan.

J L J

Pak Jo sedang duduk santai di kursinya ketika Cakka menghampirinya di ruang guru. Untungnya saat itu ruang guru sedang sepi, hanya ada beberapa guru yang ada di sana karena tidak ada jam mengajar. Itupun duduknya jauh dari Pak Jo. Dengan begitu, Cakka bisa leluasa menjelaskan maksudnya datang menghampiri pelatih basketnya tersebut.
“Cakka? Kau tidak bermain dengan teman-temanmu?” tanya Pak Jo kaget ketika melihat salah satu muridnya muncul di hadapannya saat jam istirahat seperti ini.
Cakka menggeleng. “Apa Bapak ada waktu setelah ekskul basket?”
Pak Jo mengangguk. “Tentu saja. Bapak tidak melakukan apa-apa. Memangnya kenapa, Cakka?”
“Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak.”

J L J

“Oke, latihan kita hari ini adalah latihan yang terakhir sebelum kalian bertanding. Jadi, Bapak minta kalian harus bermain total dalam posisinya masing-masing.” terang Pak Jo kepada semua anggota CRAG Team setelah memberikan mereka pemanasan yang cukup.
“Ingat, Cakka sebagai Small Forward, selain itu, kau juga harus membimbing teman-temanmu. Ray sebagai Shooting Guard karena kau hebat dalam tembakan tiga angka. Bapak mengandalkanmu untuk mencetak angka tambahan dalam keadaan tertentu. Gabriel sebagai Center karena kau pasti bisa beradu fisik dengan yang lainnya. Tapi ingat, jangan sampai membuat pelanggaran. Rio, kau sebagai Power Forward, kau harus menjaga bola agar tak direbut tangan musuh. Dan otomatis Alvin sebagai Point Guard. Ada pertanyaan?”
“Tidak, Pak!” seru seluruh anggota CRAG Team kompak.
“Baik, kalau begitu kita akan bertanding melawan tim Obiet, seperti biasa. Dan kalian jangan menganggap remeh karena ini masih latihan. Anggaplah tim Obiet sebagai tim SMPN 1 untuk memberi semangat kepada diri kalian. Siap?”
“Siap, Pak!” seru CRAG Team, Obiet beserta teman-temannya.
Semuanya langsung berlari menuju lapangan dan menempati posisi masing-masing. Sementara teman-teman yang lain termasuk tim basket putri hanya duduk di pinggir lapangan dan menonton mereka. Setelah Pak Jo melemparkan bola basketnya ke atas, Cakka dan Obiet, perwakilan tim masing-masing segera melompat untuk berusaha mengambil bola tersebut. Dan akhirnya Cakka yang berhasil mengambilnya. Latihan pertandingan dimulai!
Cakka langsung mendribel bola dengan cepat. Rencana awalnya adalah membuat Gabriel mencetak angka dari jarak dekat. Ia melempar bolanya ke arah Gabriel ketika ring sudah dekat. Namun, rencananya terhalang karena Gabriel dihadang banyak lawan sehingga ia tak bisa sembarangan melakukan tembakan. Gabriel berhenti di tempatnya sambil tetap mendribel bola. Matanya melirik kanan-kiri sambil mencoba melangkah ke arah kanan-kiri untuk melarikan diri, namun tak ada yang berhasil.
“Yel!” tiba-tiba Rio melambaikan kedua tangannya tinggi-tinggi untuk menarik perhatian Gabriel. Tanpa banyak berpikir lagi, Gabriel langsung melompat tinggi dan melempar bolanya menuju Rio. Beberapa lawan langsung mencoba menghadang langkah Rio.
Berkali-kali Rio berkelit dibantu dengan Ray dan Alvin yang ikut menjaga posisinya sampai akhirnya ia terbebas dari hadangan lawan dan langsung menembak ke arah ring dari area tembakan dua angka. Dan... masuk! Dua angka untuk CRAG Team. Para anggota ekskul basket langsung bersorak heboh.
“Tembakan bagus, Yo!” kata Alvin memberikan high five kepada Rio.
“Fokus!” seru Cakka dari kejauhan.
“Siap, kapten!” Alvin dan Rio segera kembali ke tempatnya masing-masing.
Sekarang bola ada pada tim Obiet. Salah satu anggotanya tengah mendribel bola dengan teman-temannya yang juga menjaga area mereka agar tidak bisa dihadang oleh CRAG Team. Cakka dan Gabriel sudah menunggu di bawah ring untuk pertahanan. Sementara Ray, Alvin dan Rio sibuk menghadang lawan untuk mendekati ringnya, apalagi sampai mencetak angka.
“Ayo, semangat!!” terdengar teriakan para penonton nyaring menyemangati yang sedang beraksi di lapangan. Mereka tak perduli bagaimana lelahnya mereka berteriak, yang penting mereka bersemangat. “Semangat tim Obiet!! Semangat CRAG Team!!”
Sekarang bola berada di tangan Cakka. Dengan gesitnya ia berlari hingga lawannya tidak bisa mengejarnya sehingga area di depannya bebas. Ia mendribel bolanya sampai ke ring milik timnya dan melakukan lay-up dengan lancar. Dua angka lagi untuk CRAG Team!
Menyadari tertinggal jauh, tim Obiet berusaha bermain lebih semangat lagi. Beberapa kali mereka mencoba menghadang anggota CRAG Team dan langsung melakukan tembakan tiga angka yang masuk dengan lancarnya. Para anak-anak basket mengeluarkan kemampuan mereka semaksimal mungkin hingga pada akhirnya, kuarter pertama diakhiri dengan keunggulan CRAG Team dengan skor 12-6.
PRIIIT...!!
Pak Jo meniupkan peluit yang tergantung di lehernya dan memberi instruksi untuk istirahat sepuluh menit sebelum kuarter dua dimulai. Mereka langsung berlari menuju pinggir lapangan untuk menyegarkan badan sejenak. Yang tak disangka-sangka, ternyata tim basket putri tampak sudah menunggu mereka di pinggir lapangan dengan seplastik besar berisi beberapa botol air mineral.
“Minumlah, kalian sudah berusaha keras!” kata Biru sambil menyodorkan satu per satu botol air mineral kepada mereka. Mereka tentu saja menerimanya dengan senang hati dan langsung meneguknya. Apalagi Ray dan Alvin. Mereka yang paling semangat hingga tak sadar air yang ada di dalamnya hampir habis.
“Terima kasih, Kak.” kata Cakka sambil tersenyum setelah selesai minum.
Biru mengangguk dan tersenyum balik.
“Jorok! Ray, jangan membagi-bagi keringat sembarangan!” kata Alia sambil melindungi wajahnya melihat tingkah Ray yang hanya menyisakan seperempat botol air dan langsung mengeringkan rambutnya sejenak sehingga keringat-keringatnya mental kemana-mana. Namun, Ray hanya nyengir mendengarnya.
“Sudah, sudah! Cepat, waktu istirahat kalian tidak banyak!” kata Rika.
“Hei, Bi, apa ada sisa air untuk nanti?” tanya Alvin.
“Masih ada dua, tenang saja. Yang penting kau harus lakukan yang terbaik! Kalau tidak, aku tidak akan memberikannya kepadamu.” canda Biru sambil tertawa. Ia menoleh ke arah Cakka. “Cakka! Keluarkan semua kemampuanmu di kuarter dua!”
Cakka mengacungkan jempol.
PRIIT...!! Lagi-lagi terdengar suara peluit dari Pak Jo yang menandakan bahwa jam istirahat mereka sudah selesai. Cakka, Ray, Alvin, Gabriel dan Rio memberikan high five kepada semua tim inti anggota basket putri dan langsung berlari kembali ke lapangan. Setelah tim Obiet juga sudah berkumpul semua, mereka langsung memulai kuarter terakhir sebelum akhirnya mereka mengakhiri latihan mereka.

J L J

“Cakka, sudah siap? Kita jadi ke lapangan, bukan?” tanya Ray sambil tersenyum menghampiri sahabatnya yang baru saja selesai membereskan barang-barangnya. Ray sudah tampak siap pulang dengan tasnya yang tergantung di sebelah pundaknya.
Cakka tersenyum. “Kau duluan saja. Aku akan ke ruang guru sebentar.”
“Oh baiklah, aku akan bermain sendiri sambil menunggumu. Kabari aku kalau kau tak sempat datang, oke? Aku takut kau terlalu lelah. Kemenangan di latihan hari ini sepertinya menguras banyak tenagamu.” kata Ray menepuk pundaknya pelan.
Cakka mengangguk.
“Hei, kalian ingin ke lapangan? Kenapa tidak mengajak kami?” tiba-tiba Gabriel, Rio dan Alvin muncul di antara mereka dengan tatapan menyelidik. “Kami juga ingin main, tahu!”
“Ayolah kalau kalian ingin menemaniku!” kata Ray sambil tertawa. “Cakka, kami pulang duluan ya! Kami tunggu di lapangan!” Mereka berempat berjalan meninggalkan lapangan basket sekolah. Sementara Cakka langsung pergi ke ruang guru setelah pamit kepada Kak Biru karena Cakka tak ingin kakaknya terlalu lama menunggu.
“Duduklah.” kata Pak Jo mempersilahkan ketika ia sudah sampai di ruang guru. Tanpa banyak bicara Cakka langsung duduk di hadapan gurunya. “Ada masalah apa, Cakka? Apa ada nilaimu yang ingin kau protes atau justru ada yang kurang?”
Cakka menggeleng kembali. “Ini tentang CRAG Team, Pak.”
Pak Jo mengerutkan dahinya mendengar ucapan Cakka. “Ada apa?”
“Sebenarnya...” Dengan lancarnya Cakka bercerita dari awal. Tentang maksudnya masuk ke dalam ekskul basket, impiannya, kebahagiaannya masuk ke dalam tim basket sekolah hingga pada akhirnya Ayah tidak memperbolehkannya untuk bergaul dengan Ray dan teman-temannya. Ia juga bercerita tentang bagaimana nilainya bisa menurun karena masalah tersebut. Diakhiri perihal pertandingan di SMPN 1 dan permintaannya untuk merahasiakan hal ini dari semua anak-anak basket karena dia tidak ingin memperpanjang masalah.
Pak Jo yang mendengar cerita Cakka sangat terkejut. Sesekali ia menganggukkan kepalanya mengerti di sela-sela ceritanya, kemudian akhirnya mengatupkan kedua tangannya ketika Cakka selesai bercerita kepadanya. Ia menghela nafasnya sejenak, kemudian menatap anak muridnya tersebut dengan tatapan campur aduk. “Kau... yakin ingin keluar dari CRAG Team?”

TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p