Yang
tadinya terasa nyaman, kini terasa ganjal. Yang tadinya terasa mengasyikkan,
kini terasa membosankan. Yang tadinya tersenyum, kini menundukkan kepala. Suara
napas seorang Chase Karayne sungguh kencang ketika sedang menemani kakaknya di
taman. Menjadi dirinya sungguh serba salah. Sejujurnya ia bosan duduk di
pinggir dan menontonnya tertawa bersama teman-temannya. Namun, ia juga akan
bosan jika kakaknya meninggalkannya sendirian di rumah. Tapi, ia juga tak bisa
ikut bersenang-senang bersama mereka karena ia tak bisa mengendarai sepeda.
Lagipula, ia tak mempunyai sepeda sendiri. Setiap kali ingin pergi dengan
sepeda, dia selalu meminta kakaknya mengantar.
Hari ini
adalah hari bebas mobil. Car Free Day. Jelas
saja Ellose Karayne, kakaknya, tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk
bersepeda bersama teman-temannya. Mereka suka sekali melakukan lomba bersepeda
di taman dekat rumah dengan hadiah sebuah makan siang gratis untuk sang
pemenang, alias ditraktir. Ah, tapi Chase Karayne hanya berharap dia bisa ikut merasakan
kesenangan yang dirasakan kakaknya itu.
“Cakka?
Sendiri saja di pendopo.”
Chase
Karayne alias Cakka menoleh ke arah sumber suara. Rio dan Alvin. Mereka adalah
teman-teman sekelasnya di sekolah. Mereka sering sekali mengajaknya makan
bersama di kantin, tapi Cakka tak pernah tahu kalau mereka berdua juga senang
bermain di taman ini. Lebih hebatnya lagi, mereka berdua sama-sama bersepeda.
Ah, Cakka merasa malu tidak bisa mengendarai sepeda dalam usianya yang sudah
hampir memasuki umur sepuluh tahun.
Cakka
mengangguk. “Ternyata, kalian juga suka bermain di taman ini?”
“Ah, tidak
juga. Aku dan Gabriel mungkin hari ini bagus untuk menjernihkan otak setelah
pekan ulangan berakhir.” kata Rio sambil tersenyum.
Cakka
tersenyum mendengarnya. “Ide bagus.”
“Apa kamu
mau ikut dengan kami?” tanya Alvin. “Kamu bisa duduk di tempat duduk belakang
sepedaku. Tenang saja, aku sudah sering membonceng orang.”
“Tak
perlu. Bersenang-senanglah. Sebenarnya aku datang dengan Mas Elang, dia sedang
bersenang-senang bersama teman-temannya di sana.” kata Cakka sambil menunjuk ke
satu arah. Rio dan Alvin ikut menoleh ke arah mana Cakka menunjuk. Kemudian,
manggut-manggut mengerti. Setelah itu, mereka langsung pamit untuk pergi
bermain.
Cakka diam
saja melihat kedua temannya pergi meninggalkannya sendiri. Ia tersenyum
mengingat kata-kata Rio tadi. Masuk akal juga. Sekolah Cakka baru saja
menjalankan ulangan umum selama seminggu. Walaupun ia baru menduduki kelas tiga
di sekolah dasar, namun otak tetap saja terkuras akibat menghafal materi
pelajaran yang begitu banyak. Tentu saja perlu dijernihkan setelah semuanya
berakhir. Biasanya Cakka akan tidur seharian untuk melakukannya. Baginya, tidur
adalah obat paling ampuh untuk melupakan beban berat dalam dirinya.
Tak lama
kemudian, Elang dan teman-temannya kembali ke tempat Cakka duduk dengan tangan
mereka masing-masing sudah membawa sebotol minuman. Ada beberapa dari mereka
yang bermulut tidak bersih, pasti mereka habis membeli makanan untuk melayani
pemenang. Kakaknya sendiri, Elang, langsung memberikanku sebotol minuman dingin
yang masih baru.
“Kamu
pasti haus. Untung aku membawa uang lebih untuk membelinya.” katanya. Ia segera
duduk di samping dan meneguk botol minumannya sedikit untuk melegakan
tenggorokan.
Kami
berbincang-bincang seru sejenak sebelum akhirnya kami semua berpisah untuk
segera pulang. Cakka langsung duduk di boncengan kakaknya dan memeluk erat
tubuhnya agar tidak jatuh. Setelah itu, sepeda langsung melesat meninggalkan
taman. Selama perjalanan, Cakka mengutarakan keinginannya untuk belajar sepeda
kepada kakaknya. Ia mengatakan bahwa ia juga ingin bisa bermain dengan
teman-teman kakaknya. Elang sempat kaget, namun kegembiraan Cakka langsung
meledak begitu ia mengiyakan keinginannya dan berjanji akan mengajarinya besok.
Namun
ternyata belajar mengendarai sepeda tidak semudah yang Cakka bayangkan. Setiap
kali ia sudah menaiki sepeda kakaknya, ia selalu merasa tegang dan takut kalau
dia akan terjatuh. Ia sangat sulit mengatur keseimbangannya saat menggoes
pedal. Namun, Elang tak menyerah begitu saja. Ia terus menyemangati adiknya
agar semangat untuk melawan ketakutannya saat berhadapan dengan keseimbangan
saat naik sepeda. Hingga... Cakka jatuh dari sepeda untuk yang pertama kalinya!
“Dulu saat
aku belajar naik sepeda, Bunda selalu bilang bahwa kita tidak boleh takut untuk
jatuh. Karena sebenarnya jatuh menandakan kamu sudah mulai bisa melakukannya.”
kata Elang sambil membantu Cakka berdiri. Ia sudah menyiapkan berbagai perban
untuk berjaga-jaga jika Cakka terluka. “Namanya juga belajar. Kesalahan pertama
pasti terjadi. Cakka masih ingin belajar sepeda, kan?”
“Masih,
Mas!” kata Cakka sambil mengangguk mantap.
“Bagus.
Ayo, lukanya sudah kuperban. Sekarang aku dorong dari belakang untuk beberapa
menit, kemudian kamu harus bisa mengendarainya sendiri ya?” kata Elang yang
langsung diangguki adiknya. Kemudian, mereka langsung mulai.
Elang
mendorong sepedanya dari belakang hingga Cakka sudah bisa mengatur
keseimbangannya. Kemudian, pelan-pelan Elang melepaskan tangannya dari sepeda.
Awalnya Cakka merasa kaget dan kurang bisa mengatur keseimbangannya, tapi
setelah beberapa saat akhirnya dia bisa menjalankan sepeda itu dengan baik.
Elang tersenyum melihat adiknya sudah bisa tertawa sambil menikmati bagaimana
serunya menaiki sepeda untuk yang pertama kalinya.
“Mas
Elang! Aku bisa menaiki sepeda! Aku bisa menaiki sepeda!” seru Cakka dengan
senang sambil berputar-putar dengan sepeda kakaknya. Elang hanya bisa tertawa
kecil dan nyengir kuda mendengarnya.
THE END..
Tuliskan komentar kalian di bawah,
nantikan Serial Chase & Ellose selanjutnya ya! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p