Senin, 28 Juli 2014

Serial Chase & Ellose | Belajar Sepeda



Yang tadinya terasa nyaman, kini terasa ganjal. Yang tadinya terasa mengasyikkan, kini terasa membosankan. Yang tadinya tersenyum, kini menundukkan kepala. Suara napas seorang Chase Karayne sungguh kencang ketika sedang menemani kakaknya di taman. Menjadi dirinya sungguh serba salah. Sejujurnya ia bosan duduk di pinggir dan menontonnya tertawa bersama teman-temannya. Namun, ia juga akan bosan jika kakaknya meninggalkannya sendirian di rumah. Tapi, ia juga tak bisa ikut bersenang-senang bersama mereka karena ia tak bisa mengendarai sepeda. Lagipula, ia tak mempunyai sepeda sendiri. Setiap kali ingin pergi dengan sepeda, dia selalu meminta kakaknya mengantar.

Hari ini adalah hari bebas mobil. Car Free Day. Jelas saja Ellose Karayne, kakaknya, tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk bersepeda bersama teman-temannya. Mereka suka sekali melakukan lomba bersepeda di taman dekat rumah dengan hadiah sebuah makan siang gratis untuk sang pemenang, alias ditraktir. Ah, tapi Chase Karayne hanya berharap dia bisa ikut merasakan kesenangan yang dirasakan kakaknya itu.
“Cakka? Sendiri saja di pendopo.”
Chase Karayne alias Cakka menoleh ke arah sumber suara. Rio dan Alvin. Mereka adalah teman-teman sekelasnya di sekolah. Mereka sering sekali mengajaknya makan bersama di kantin, tapi Cakka tak pernah tahu kalau mereka berdua juga senang bermain di taman ini. Lebih hebatnya lagi, mereka berdua sama-sama bersepeda. Ah, Cakka merasa malu tidak bisa mengendarai sepeda dalam usianya yang sudah hampir memasuki umur sepuluh tahun.
Cakka mengangguk. “Ternyata, kalian juga suka bermain di taman ini?”
“Ah, tidak juga. Aku dan Gabriel mungkin hari ini bagus untuk menjernihkan otak setelah pekan ulangan berakhir.” kata Rio sambil tersenyum.
Cakka tersenyum mendengarnya. “Ide bagus.”
“Apa kamu mau ikut dengan kami?” tanya Alvin. “Kamu bisa duduk di tempat duduk belakang sepedaku. Tenang saja, aku sudah sering membonceng orang.”
“Tak perlu. Bersenang-senanglah. Sebenarnya aku datang dengan Mas Elang, dia sedang bersenang-senang bersama teman-temannya di sana.” kata Cakka sambil menunjuk ke satu arah. Rio dan Alvin ikut menoleh ke arah mana Cakka menunjuk. Kemudian, manggut-manggut mengerti. Setelah itu, mereka langsung pamit untuk pergi bermain.
Cakka diam saja melihat kedua temannya pergi meninggalkannya sendiri. Ia tersenyum mengingat kata-kata Rio tadi. Masuk akal juga. Sekolah Cakka baru saja menjalankan ulangan umum selama seminggu. Walaupun ia baru menduduki kelas tiga di sekolah dasar, namun otak tetap saja terkuras akibat menghafal materi pelajaran yang begitu banyak. Tentu saja perlu dijernihkan setelah semuanya berakhir. Biasanya Cakka akan tidur seharian untuk melakukannya. Baginya, tidur adalah obat paling ampuh untuk melupakan beban berat dalam dirinya.
Tak lama kemudian, Elang dan teman-temannya kembali ke tempat Cakka duduk dengan tangan mereka masing-masing sudah membawa sebotol minuman. Ada beberapa dari mereka yang bermulut tidak bersih, pasti mereka habis membeli makanan untuk melayani pemenang. Kakaknya sendiri, Elang, langsung memberikanku sebotol minuman dingin yang masih baru.
“Kamu pasti haus. Untung aku membawa uang lebih untuk membelinya.” katanya. Ia segera duduk di samping dan meneguk botol minumannya sedikit untuk melegakan tenggorokan.
Kami berbincang-bincang seru sejenak sebelum akhirnya kami semua berpisah untuk segera pulang. Cakka langsung duduk di boncengan kakaknya dan memeluk erat tubuhnya agar tidak jatuh. Setelah itu, sepeda langsung melesat meninggalkan taman. Selama perjalanan, Cakka mengutarakan keinginannya untuk belajar sepeda kepada kakaknya. Ia mengatakan bahwa ia juga ingin bisa bermain dengan teman-teman kakaknya. Elang sempat kaget, namun kegembiraan Cakka langsung meledak begitu ia mengiyakan keinginannya dan berjanji akan mengajarinya besok.
Namun ternyata belajar mengendarai sepeda tidak semudah yang Cakka bayangkan. Setiap kali ia sudah menaiki sepeda kakaknya, ia selalu merasa tegang dan takut kalau dia akan terjatuh. Ia sangat sulit mengatur keseimbangannya saat menggoes pedal. Namun, Elang tak menyerah begitu saja. Ia terus menyemangati adiknya agar semangat untuk melawan ketakutannya saat berhadapan dengan keseimbangan saat naik sepeda. Hingga... Cakka jatuh dari sepeda untuk yang pertama kalinya!
“Dulu saat aku belajar naik sepeda, Bunda selalu bilang bahwa kita tidak boleh takut untuk jatuh. Karena sebenarnya jatuh menandakan kamu sudah mulai bisa melakukannya.” kata Elang sambil membantu Cakka berdiri. Ia sudah menyiapkan berbagai perban untuk berjaga-jaga jika Cakka terluka. “Namanya juga belajar. Kesalahan pertama pasti terjadi. Cakka masih ingin belajar sepeda, kan?”
“Masih, Mas!” kata Cakka sambil mengangguk mantap.
“Bagus. Ayo, lukanya sudah kuperban. Sekarang aku dorong dari belakang untuk beberapa menit, kemudian kamu harus bisa mengendarainya sendiri ya?” kata Elang yang langsung diangguki adiknya. Kemudian, mereka langsung mulai.
Elang mendorong sepedanya dari belakang hingga Cakka sudah bisa mengatur keseimbangannya. Kemudian, pelan-pelan Elang melepaskan tangannya dari sepeda. Awalnya Cakka merasa kaget dan kurang bisa mengatur keseimbangannya, tapi setelah beberapa saat akhirnya dia bisa menjalankan sepeda itu dengan baik. Elang tersenyum melihat adiknya sudah bisa tertawa sambil menikmati bagaimana serunya menaiki sepeda untuk yang pertama kalinya.
“Mas Elang! Aku bisa menaiki sepeda! Aku bisa menaiki sepeda!” seru Cakka dengan senang sambil berputar-putar dengan sepeda kakaknya. Elang hanya bisa tertawa kecil dan nyengir kuda mendengarnya.

THE END..
Tuliskan komentar kalian di bawah,
nantikan Serial Chase & Ellose selanjutnya ya! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p