Selasa, 29 Juli 2014

Cerbung | Impian Bola Basket Part 9



“Perhatian semuanya!” suara Pak Jo menggema ketika ekskul basket hampir selesai. Semua anak basket langsung berkumpul di hadapan Pak Jo. “Kalian tentu tahu, kita sudah melatih tim basket kita selama kurang lebih dua bulan. Dan selama itu juga, Bapak telah melihat potensi kalian masing-masing dalam basket. Bagaimana kalau kalian unjuk bakat di saat pertandingan di SMPN 1 nanti?”
Semua anggota basket bersorak. Pertandingan di sekolah lain tentu saja selalu membuat mereka bersemangat. Tapi, tidak dengan anggota basket tim inti. Mereka tampak terdiam mendengar pertanyaan Pak Jo. Padahal, semangat merekalah yang terpenting dari semua anggota basket.
“Cakka, Gabriel, Rio, Ray, Alvin? Apa kalian siap?” tanya Pak Jo karena melihat kelima anak tersebut justru diam. “Lomba akan diadakan dua bulan ke depan. Kalian masih mempunyai banyak waktu untuk berlatih. Nanti kalian akan pergi bersama beberapa anggota basket cadangan.”
Cakka tersenyum. “Kalau semuanya mendukung, aku tidak memiliki alasan untuk tidak siap, Pak. Saya akan berjuang sekuat tenaga.”
 “Kau yakin, Kka?” tanya Gabriel ragu.
Cakka tersenyum ke arah Gabriel, kemudian mengangguk. Ia tatap satu per satu teman-teman basketnya untuk menyakinkan mereka. Tangannya terulur di antara tengah-tengah mereka. “Kita akan berjuang bersama, apapun yang terjadi. Itu janji kita, bukan?”
Ray menumpukkan tangannya di atas tangan Cakka. Namun, dari Gabriel, Rio maupun Alvin tak ada yang bergeming untuk melakukan yang sama. Masih ada segumpal kekhawatiran di dalam diri mereka. Akhirnya, Ray mengambil alih tangan mereka satu per satu dan menumpukkannya di atas tangannya dan tangan Cakka. Kemudian, Cakka mengambil aba-aba untuk berseru, “CRAG Team, Friends Till The End!”
Pak Jo mengangguk-angguk senang. Kemudian, ia menoleh ke arah anggota basket yang lain. “Untuk pemain cadangan, Bapak harap Obiet dan teman-temannya bisa menemani CRAG Team ke sana. Kalian mungkin diperlukan.”
“Baik, Pak!” sahut Obiet semangat.
“Baiklah, bubar semuanya!” kata Pak Jo membubarkan ekskul.
Semua anggota basket langsung pergi menuju pinggir lapangan dan membereskan tas mereka masing-masing. Sebagian besar dari mereka langsung meninggalkan lapangan, sebagian lainnya tetap di lapangan untuk beristirahat sebentar. Termasuk CRAG Team dan tim inti basket putri. Latihan hari ini benar-benar melelahkan bagi mereka. Setelah mendengar pengumuman dari Pak Jo barusan, mereka baru mengerti mengapa Pak Jo membebaskan anggota basket lainnya demi memberikan tim inti latihan intensif hari ini.
“Gabriel, airku habis. Kau punya botol lebih? Aku sangat haus!” tanya Ray sambil menaruh kembali botol minumnya ke dalam tas karena sudah kosong.
“Ambillah botol milikku, Gabriel hanya membawa botol lebih jika dia merasa butuh.” kata Rio sambil melemparkan botol minumnya yang masih penuh. Ray langsung menangkapnya dengan sigap dan langsung meneguknya.
“Terima kasih, Yo!” kata Ray sambil tersenyum. Kemudian, ia segera duduk di sebelah Cakka yang sedang menghapus peluh dengan handuknya. “Ah, akan sangat menyenangkan jika Cakka mendapatkan makanan lagi detik ini juga. Aku benar-benar lelah!”
“Otakmu selalu saja tentang makanan, Ray.” kata Alvin sambil menggelengkan kepalanya. “Kalau kau ingin makan, pulanglah ke rumahmu. Kau bebas membongkar kulkas.”
“Ya, aku akan pulang dan kau silahkan pulang sendiri.” kata Ray.
“Ah, benar juga! Aku harus menginap di rumahmu hari ini karena Oma sedang keluar kota.” kata Alvin sambil menepuk dahinya pelan. Ia menoleh ke arah teman-temannya. “Gabriel, Rio, Cakka, Biru dan semuanya, sepertinya aku dan Ray harus pulang.”
“Ya, sampai jumpa besok, Kka.” kata Ray sambil menepuk pundak teman sebangkunya dengan pelan. Kemudian, langsung beranjak dari kursinya.
Semuanya mengangguk mengerti. Alvin dan Ray langsung buru-buru menggantung tas mereka di pundak dan meninggalkan lapangan, sehingga tersisa Cakka, Gabriel, Rio, Biru dan yang lainnya.
Biru melirik jam tangannya sejenak, kemudian menoleh ke arah adiknya. “Kka, sebaiknya kita juga cepat pulang. Sudah jam empat. Kak Elang pasti sudah menjemput kita.”
Cakka mengangguk, kemudian memasukkan handuknya ke dalam tas dan segera menggantung tasnya tersebut di sebelah pundak. Setelah itu, dia menghampiri kakaknya yang masih membereskan tasnya.
“Kau selalu dijemput cepat-cepat oleh kakakmu, Bi. Rasanya sibuk sekali.” kata Alia. “Bukankah jarak dari sekolah menuju rumah tidak terlalu jauh? Jalan kaki akan lebih sehat untuk tubuhmu.”
“Ya, dengan begitu kau tak perlu cepat-cepat pulang setelah ekskul. Kita kan juga ingin bermain bersama tim inti basket putra. Apalagi adikmu ini.” kata Rika. “Kita juga ingin mahir basket seperti Cakka.”
“Ah, kalian terlalu memuji adikku. Teman-temannya juga sangat mahir bermain basket, ditambah dengan kerja sama yang kuat. Itu yang membuat tim inti putra banyak disukai siswa.” kata Biru.
“Terserah apa katamu. Tapi, kami juga ingin tampil hebat seperti CRAG Team saat melawan SMPN 1 nanti.” kata Karin akhirnya ikut menambahkan.
Biru tertawa mendengarnya. Ia menutup resleting tasnya dan menggantungkannya di sebelah pundak seperti adiknya. “Baiklah, kami akan mengundang kalian ke rumah untuk bermain basket jika ada waktu.”
“Ide bagus!” kata Melvi senang.
“Kalau begitu, kami pulang dulu. Sampai jumpa besok!” pamit Biru sambil memberikan sebuah toss kepada teman-temannya satu per satu, serta dengan Gabriel dan Rio. Cakka juga melakukan yang sama.
“Hati-hati di jalan, Kka.” kata Gabriel dan Rio hampir bersamaan.
Cakka mengangguk, kemudian tersenyum kepada mereka. Kemudian, dia mengikuti langkah kakaknya yang sudah pergi terlebih dahulu. Tak lama kemudian, yang tersisa di lapangan juga langsung pulang agar tidak sampai rumah terlalu sore. Lagipula, sekolah sudah akan segera ditutup karena hanya ekskul mereka saja yang ada hari ini.

J L J

DUK.. DUK.. DUK..
Terdengar suara pantulan bola basket di halaman belakang rumah seorang laki-laki yang tengah bermain di sana. Verrell. Ya, dengan penuh semangat dia melatih terus-menerus teknik menembak bola ke dalam ring, tak perduli bahwa langit sudah mulai gelap. Ya, dia memang sedang bahagia. Bahagia sekali. Sejak pulang sekolah tadi senyumnya tak memudar sedikitpun dari wajahnya. Semangatnya juga tetap berkobar-kobar seperti api walaupun dia baru saja melakukan latihan basket di sekolahnya.
WUS! Bola basketnya yang berwarna hitam itu masuk ke dalam ring dengan mulusnya. Dengan sigap Verrell langsung menangkap bola basketnya itu sebelum menyentuh tanah dan melakukan yang sama lagi, lagi dan lagi. Namun, sampai tembakan yang kesekian kalinya, ia membiarkan bola itu menyentuh tanah dan terpantul beberapa kali. Ia menatap bola basket tersebut sambil tersenyum kemudian berkata sinis, “Sebentar lagi kau pasti akan seperti bola basket itu, Chase Karayne. Kau akan terjatuh menyentuh tanah sampai akhirnya, kau harus berhenti.”
“Verrell?”
Ia menoleh ke belakang begitu mendengar seseorang memanggilnya. Ia tersenyum ketika mendapati Aryo menghampirinya. Ternyata, Papanya sudah pulang. “Sedang latihan?”
Verrell mengangguk. “Cepat sekali Papa pulang.”
“Cepat? Mungkin kau yang terlalu asyik bermain. Lihatlah jam di dalam, sudah lewat dari jam enam.” kata Aryo sambil tertawa. “Tampaknya kau sedang bahagia, Nak?”
“Ah, tidak juga. Hanya ada pertandingan basket dua belan ke depan, Pa. Aku tentu harus bersiap-siap karena aku adalah kapten basket. Aku ingin Papa tahu kalau Papa beruntung memiliki anak sehebat aku.” kata Verrell sambil tertawa.
Aryo menggelengkan kepalanya. “Kau ini ada-ada saja. Oh ya, bagaimana pertemananmu dengan Cakka? Apa kalian sudah sempat bermain bersama?”
Verrell menggeleng. “Papa tahu sendiri sekolah kita berbeda. Dan dia juga ikut ekskul basket. Akan sulit mengatur jadwal untuk bermain bersama karena kami sibuk.”
Aryo manggut-manggut mengerti. “Kalau begitu, lain kali ajaklah dia ke rumah untuk makan malam bersama kita. Pasti menyenangkan jika kau bisa dekat dengan anak basket seperti Cakka. Papa sangat senang jika kau bisa akrab dengannya.”
Verrell tersenyum. “Ya. Aku juga senang, Pa.”
Aryo ikut tersenyum mendengarnya, kemudian mengajak dan merangkul anaknya masuk ke dalam rumah untuk makan malam. Sore itu menjadi sore yang sangat menyenangkan untuk saling bertukar cerita bagi mereka berdua. Verrell banyak cerita tentang sekolahnya selama makan malam, sementara Aryo juga bercerita tentang hidupnya.

J L J

Suasana di kamar Gabriel dan Rio sekarang telah dikuasai oleh keheningan. Mereka berdua tampak sibuk dengan PR masing-masing demi mendapatkan tambahan nilai untuk rapor mereka. PR Fisika yang tengah mereka kerjakan sekarang itu membuat mereka benar-benar pegal menulis. Lebih parahnya lagi, masih ada Biologi dan Matematika yang sudah menunggu di ujung meja belajar. Kelas delapan di SMP mereka terasa cukup berat.
“Hah! Aku benar-benar pusing dengan rumus-rumus fisika ini.” kata Rio sambil menyandarkan tubuhnya di kursi sehingga kepalanya menatap langit-langit kamar.
Gabriel yang duduk di sampingnya berhenti menulis dan berkata kepadanya, “Tapi nilai kita tidak akan selamat jika kita tak terus berusaha menambah nilai. Kau juga tahu guru fisika kita adalah guru killer.”
“Ya ya, aku tahu.” kata Rio malas. Ia kembali duduk tegak dan menoleh ke arah Gabriel. “Tapi, aku masih memikirkan tentang pertandingan kita nanti, Yel. SMPN 1, itu sekolah Verrell, bukan?”
Gabriel mengangguk. “Ya. Dan dia pasti ikut ekskul basket di sana. Aku yakin dia menggunakan berbagai cara untuk bisa menjadi kapten. Benar-benar kasihan anggota tim basketnya harus dipimpin oleh orang seegois dia.”
Rio mengangguk.
Gabriel bertopang dagu. “Aku tak tahu siasat jahat apa lagi yang akan dia lakukan nanti di pertandingan. Dia pasti memiliki rencana untuk membuat timnya menang.”
“Tentu saja, aku yakin tahun ajaran ini akan benar-benar suram untuk anggota tim basket SMPN 1. Seperti kita dulu, tidak pernah ada satu pertandinganpun yang kita lewati dengan sportif saat Verrell menjadi kapten basket sekolah kita.” kata Rio.
Gabriel mengangguk setuju. “Cakka sudah menjadi kapten yang luar biasa selama ini. Kita harus bisa melindunginya dari ketidaksportifan Verrell. Kita juga bisa meminta bantuan Obiet dan teman-temannya.”
“Tim basket putri juga.”
Gabriel dan Rio mengangguk kompak.
“Ya sudah, lebih baik kita selesai PR kita sebelum jam tidur tiba.” kata Gabriel.
Rio mengangguk setuju. Kemudian, kembali sibuk menulis jawaban soal-soal fisika yang masih banyak. Yang terpenting adalah mereka bisa cepat menyelesaikan semua pekerjaan rumah mereka dan mendapatkan istirahat yang cukup. Apalagi sebentar lagi mereka akan bertanding, mereka harus menjaga kesehatan.

J L J

Suasana makan malam keluarga Cakka saat itu benar-benar nikmat. Setiap anggota keluarga menikmati makanan mereka masing-masing tanpa banyak bicara. Suara yang terdengar di telinga mereka hanyalah suara kunyahan mereka dan benturan antara sendok dan piring. Terkadang juga terdengar suara gesekan antara gelas dan meja jika seseorang menghabiskan jus jeruk yang disiapkan Bunda untuk minuman hari ini.
“Ayah sudah harus kembali sibuk mulai hari Senin besok.” kata Ayah setelah menelan makanan yang sedang dikunyahnya. “Kalian bertiga harus ingat dengan pesan Ayah. Jangan bergaul dengan dunia basket. Cakka, Biru, Elang, kalian harus patuh kepada Ayah.”
Ketiga anaknya yang duduk berdampingan menatap Ayah dalam diam. Sambil sibuk mengunyah makanan mereka, sepasang mata yang mereka punya itu mencoba menyelidik kalau-kalau mimik wajah Ayah bisa memberikan mereka petunjuk untuk mengetahui alasan apa yang sebenarnya disembunyikannya. Namun, kegiatan mereka itu tiba-tiba buyar ketika Ayah kembali berbicara.
“Apa yang sedang kalian lihat? Mengerti tidak?” tanya Ayah lagi.
Cakka mengangguk cepat kepada Ayah, kemudian sibuk menghabiskan makanannya kembali. Disusul oleh kedua kakaknya. Kemudian, suasana nikmat itu terasa kembali. Ditambah dengan wajah kesal Ayah karena kelakuan anak-anaknya tersebut.
“Sudahlah, mereka pasti mengerti. Aku yang akan mengingatkan mereka nanti.” kata Bunda sambil mengelus-elus punggung Ayah yang duduk di sebelahnya. Ia menoleh ke arah ketiga anaknya. “Omong-omong, bagaimana dengan sekolah kalian?”
“Baik, Bunda. Belakangan memang banyak tugas. Setelah makan malam selesai, aku harus menyelesaikan beberapa nomor matematika. Kalau tidak cepat mengerti, aku bisa habis saat ulangan nanti.” kata Biru sambil tersenyum.
“Kalau aku sedang mempersiapkan penampilan musik bersama teman-teman sekampusku. Dosen kami akan menilainya sebagai nilai tambahan sebelum ujian tengah semester kali ini.” kata Elang menambahkan.
“Oh ya benar, sebentar lagi kau akan ujian, bukan?” kata Ayah.
Elang mengangguk. “Setelah itu, aku juga akan menghadapi ujian akhir semester, Yah. Kalau aku lulus, aku bisa lanjut ke semester berikutnya.”
“Kalau begitu kau harus meluangkan waktu untuk belajar setiap harinya, Lang. Untuk menyicil pelajaran yang harus kau pelajari agar kau mendapatkan nilai bagus di ujian nanti.”
“Pasti, Yah.”
“Lalu, bagaimana denganmu, Cakka?” tanya Ayah menoleh ke arah si bungsu.
Cakka tersenyum. “Sekolahku tak ada bedanya dengan Kak Biru dan Kak Elang. Tugasku tidak sebanyak mereka, namun aku memiliki kesibukan lain di sekolah.”
Biru tiba-tiba tersedak dan terbatuk-batuk karena terlalu kaget dengan apa yang diucapkan adiknya. Elang dan Bunda langsung cepat-cepat membantunya untuk minum. Elang juga mencoba menenangkannya dengan mengelus-elus pundak adik perempuannya itu.
“Makanlah pelan-pelan, Bi.” kata Elang sambil menggelengkan kepalanya.
Biru melotot ke arahnya dengan tajam karenanya. Dia kesal mendengar ucapan kakaknya itu. Benar-benar omong kosong. Seharusnya dia tahu bahwa Biru bukan tersedak karena makan terlalu cepat.
“Hei, sudah. Cepat makan. Jangan coba-coba bertengkar di sini.” kata Bunda.
Keduanya menjawab kompak. “Baik, Bunda.”
“Cakka, memangnya kesibukan apa yang kau lakukan di sekolah?” tanya Ayah setelah Biru dan Elang kembali duduk di kursinya masing-masing. Bunda juga ikut menatap ke arahnya.
Cakka tersenyum mendengar pertanyaan Ayah. “Sesuatu yang pasti akan membuat Ayah dan Bunda bangga kepadaku.”

TO BE CONTINUED...
Penasaran? Baca sampai tamat ya!

1 komentar:

  1. udah sampe part 9 aja nih :)
    maraton dulu baca cerpenya :D

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p