Gabriel
Astroken tersenyum menatap seseorang yang duduk di hadapannya. Sudah
berkali-kali ia menemui orang itu karena satu dan dua hal. Namun, ia tak juga
jera untuk menghadapinya. Sejak kecil, Gabriel sangat suka dengan perdamaian
dan kebahagiaan. Dia akan melakukan apapun yang ia bisa agar dia bisa
menyebarkan dua hal tersebut kepada orang-orang di sekitarnya. Karena itulah ia
sudah terbiasa menjadi penengah bagi teman-temannya sejak ia masih kecil.
Baginya
konflik-konflik yang terjadi di dunia ini adalah hal yang sangat menguntungkan
dirinya. Semua hal yang dialami oleh dirinya maupun teman-temannya selalu bisa
menjadi pelajaran untuk kehidupan dan menjadikannya orang yang lebih baik lagi.
Dengan melihat dan mengatasi berbagai konflik kecil di rumah, sekolah maupun di
masyarakat, ia bisa mengetahui hal-hal mana yang baik juga yang buruk. Dan itu
akan membantunya agar tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan orang
lain.
Dan
laki-laki yang ada di hadapannya ini adalah salah satu orang yang akan mengajarkannya
berbagai hal. Seragam sekolahnya yang berantakan, rambutnya yang tak disisir
rapi dan juga wajahnya yang datar tanpa ekspresi. Fisiknya jelas mencerminkan
karakter seorang preman. Tapi, Gabriel takkan pernah takut dengannya sekalipun
teman-temannya mengatakan bahwa dia adalah anak yang berani terhadap apapun.
“Kau
selalu menghalangi semua rencanaku.” kata laki-laki itu, tidak perduli Gabriel
bertanya mengapa ia membuat ulah lagi hari ini saat jam istirahat sekolah. Ia
merasa selama ini Gabriel terlalu ikut campur dengan semua yang ia lakukan.
“Karena
aku tahu semua rencanamu itu memicu pertengkaran.” kata Gabriel tenang
kepadanya. “Chase Karayne, bukankah aku sudah berkali-kali berkata kepadamu,
hidupmu akan jauh lebih bahagia jika kau bersahabat dengan semua orang di
sekolah ini.”
Laki-laki
itu mendengus kesal. “Dan aku sudah berkali-kali mengatakan kepadamu bahwa kau
tak berhak mengaturku seenaknya dengan ceramahanmu itu. Kau pikir kau siapa?”
“Aku tidak
berhenti berceramah jika kau tidak menghentikan hobimu menimbulkan pertengkaran
dengan orang lain di sekolah ini.” kata Gabriel tidak perduli. Ia tetap tenang
dan tersenyum kepada laki-laki itu.
“Huh,
terserah kau! Aku tidak akan merubah sikapku sedikitpun!” Chase Karayne segera
bangkit dari kursinya dan segera meninggalkan ruangan. Sementara Gabriel hanya
diam melihat kepergiannya. Ia tetap tenang sampai dia membanting pintu ruangan.
Mungkin butuh beberapa waktu lagi untuk
mengubahnya, kata Gabriel sambil membetulkan kacamatanya. Kemudian, dia kembali sibuk
dengan buku yang sedang dibacanya tadi, sebelum mengetahui Chase Karayne
lagi-lagi harus masuk ke dalam ruangan.
Sementara
itu, Cakka berjalan menuju kelasnya dengan langkah sebal. Ia benar-benar tak
mengerti. Mengapa semuanya tunduk kepada Gabriel Astroken itu? Padahal, ia
hanyalah seorang manusia yang tak lebih daripada laki-laki yang selalu
mengurusi urusan orang lain. Padahal hidupnya sendiri belum tentu sempurna.
Huh, dasar guru BK menyebalkan!
THE END...
Well, ada yang tertipu? Haha :)
Tuliskan komentar kalian di bawah,
Nantikan ceritaku selanjutnya!
(y)
BalasHapus