Inilah
sekuel cerpen Pria Sederhana. Biar nyambung sama cerita ini, yang belum baca
cerpennya, silahkan baca dulu di: http://ceritafancha.blogspot.com/2014/05/cerpen-pria-sederhana.html
Deva tersenyum ketika melihat hasil karya Gabriel yang kembali masuk ke dalam majalah maupun museum besar. Majalah yang diberikan Gabriel barusan adalah majalah yang sengaja dibelikannya untuk Deva, untuk menunjukkan kesuksesannya sekarang. Selain sibuk dengan menggambar, dia juga berkali-kali mengadakan pameran lukisan untuk para penggemarnya. Kini umurnya yang sudah 26 tahun juga masih terlihat sangat muda. Ia takjub dengan kemahiran sahabatnya tersebut dalam melukis. Tak sia-sia dia menghabiskan waktu hampir lebih dari sebelas tahun menggambar.
“Kau tak
punya jadwal penting hari ini?” tanya Deva menoleh ke arah Gabriel.
Gabriel
menggeleng. “Hanya nanti sore. Aku mengadakan kuis beberapa waktu yang lalu dan
beberapa orang yang menang akan mendapatkan kesempatan untuk melukis bersamaku
di galeri.”
Deva
tersenyum.
“Aku
selalu menomorsatukan kebahagiaan mereka. Bagaimanapun juga merekalah
semangatku selama ini. Selain kau tentunya.” kata Gabriel sambil tertawa kecil.
“Apa kabar? Sudah lama aku tidak melihatmu karena sibuk dengan karir
pelukisku.”
“Seperti
yang kau lihat.” kata Deva sambil tetap melengkungkan bibirnya ke atas. Ia
menaruh majalah yang diberikan Gabriel itu di atas meja dan mengajak sahabatnya
masuk ke dalam rumah. Deva segera membuatkan teh untuknya di dapur, sementara
Gabriel hanya menunggu di ambang pintu dapurnya.
Kehidupan
Deva masih belum berubah semenjak Gabriel mengatakan bahwa Deva harus melakukan
sesuatu untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Tidak, bukan karena Deva
tidak ingin kehidupannya berubah, namun baginya hidup bersama keluarga saja
sudah cukup membuatnya bahagia. Apalagi sekarang Ibu dan Ayah sudah lanjut
usia. Siapa yang akan menjaga mereka jika Deva sibuk dengan hal lain? Siapa
juga yang akan menjaga adik-adiknya? Tidak ada yang bisa melakukannya selain
dirinya sendiri.
Kehidupannya
masih sama. Ia tetap laki-laki sederhana yang rajin membantu orang tuanya
menjadi petani buah setiap hari. Sepulangnya dari sana, ia akan menjaga
adik-adiknya selama Ayah dan Ibu berdagang. Dava, adiknya yang bungsu sudah
tumbuh menjadi laki-laki berusia sebelas tahun. Diva sudah berusia tiga belas
tahun. Sedangkan Devi, adiknya yang paling besar sudah berusia sembilan belas
tahun. Memang berbeda jauh dengan dirinya yang sudah hampir berkepala tiga.
“Sunyi
sekali. Kau sendirian di rumah?” tanya Gabriel sambil melipatkan tangannya di
depan dada. “Adik-adikmu tidak terdengar suaranya. Kemana mereka?”
“Devi
sedang mengajak Ayah dan Ibu berjalan-jalan. Diva dan Dava ikut bersamanya.
Kurasa Ayah dan Ibu perlu olahraga agar terlihat selalu sehat.” kata Deva
sambil mengaduk gula di dalam teh yang dibuatnya. Ia tersenyum. “Aku bangga,
mereka sudah dewasa.”
“Bangga?”
tanya Gabriel heran.
Deva
mengangguk. Ia menoleh ke arah Gabriel kembali, membawakan secangkir teh itu
untuknya. Gabriel menerimanya dengan senang hati dan meneguknya sedikit.
Sementara Deva pergi meninggalkan dapur dan berjalan menuju ambang pintu
rumahnya. Ia berdiri di sana sambil menghirup udara pagi yang segar tanpa
memudarkan senyumannya.
“Tehmu
sangat enak.” kata Gabriel tiba-tiba, ia berjalan pelan menuju Deva. Ia menaruh
cangkir tehnya di meja dan menatap ke arah sahabatnya yang tengah
memunggunginya. “Tapi, akan jauh lebih enak lagi kalau kau bercerita. Sudah
lama aku tidak mendengar kisah hidup sederhanamu.”
Deva diam
sejenak mendengar ucapan Gabriel. Ia menunduk sedikit dan memejamkan matanya. “Desa
Happy Society. Dua puluh enam tahun
yang lalu aku lahir di sini sebagai anak pertama Ayah dan Ibu. Dulu aku tak
mengerti apa-apa tentang hidupku. Yang kutahu hanyalah mereka selalu pergi
bekerja setiap pagi sambil mengurus aku. Mereka benar-benar menguras tenaga
untuk kehidupan keluarga kami.”
Gabriel
tersenyum mendengarnya. “Aku yakin mereka melakukan itu karena mereka
menyayangimu.”
Deva
tersenyum. “Ya. Setiap hari aku melihat mereka selalu berusaha untuk bekerja
sebaik-baiknya. Berusaha agar buah-buah yang mereka jual habis dibeli
pelanggan. Uang jerih payah mereka akan dipakai untuk membeli makanan dan susu
untukku. Terkadang juga mereka juga rela kelaparan untuk membelikanku baju
baru.”
“Hingga
satu per satu, Devi, Diva dan Dava lahir menemaniku. Setiap kali melihat
mereka, aku selalu teringat bagaimana besarnya pengorbanan Ayah dan Ibu untukku
selama tujuh tahun itu. Sebelum aku menjadi kakak dari tiga adik.”
“Karena
itu, kau begitu menjaga adik-adikmu? Karena itu, kau bangga melihat mereka
sudah beranjak dewasa?” tebak Gabriel.
Deva
membalikkan badannya menghadap Gabriel. Ia tersenyum, mewakili jawaban untuk
pertanyaan sahabatnya itu.
Gabriel
ikut tersenyum. “Baru kali ini aku mendengarmu berbicara begitu banyak. Berbeda
dengan kau yang dulu, mulutmu bahkan tidak pernah berbicara hal lain selain
bercita-cita membahagiakan orang tua.”
Gabriel
melirik jam tangannya, kemudian langsung berjalan keluar dari rumah Deva dan
segera pamit kepada sahabatnya itu. “Terima kasih atas ceritamu, Deva
Arraville. Sepertinya aku mengerti mengapa selama ini kau betah melakukan ini.
Aku akan pulang dan membuat beberapa lukisan tentangmu. Aku yakin, penggemarku
akan menyukainya.”
Deva
tersenyum. Ia melambaikan tangannya ketika Gabriel sudah berjalan meninggalkan
rumahnya. Walaupun dia sudah tak bisa sering-sering mengunjungi Deva lagi, tapi
ia tetap senang karena sahabatnya telah sukses menjadi pelukis yang sangat
terkenal. Sama seperti dirinya yang masih mengejar mimpi kecilnya.
Deva
berdiri di ambang pintu sambil melamun. Ia menikmati suasana pagi di sekitar
rumahnya sampai akhirnya keluarga kecilnya terlihat dari tempat yang jauh. Ia
tersenyum hangat menatapnya. Ayah dan Ibu tampak digandeng oleh adik-adiknya. Kebahagiaan
canda tawa mereka yang tak terdengar seolah bisa dirasakannya. “Menjadi Ayah
dan Ibu untuk adik-adikku sama bahagianya dengan menjadi pelukis terkenal
sepertimu, Gabriel Astroken.”
THE END...
Tuliskan komentar kalian di bawah,
Wah.. yang ini lebih bagus ... gw suka sekali sma blog ini dan oranggnya.. hehehe.. 100% suka sama blog ini
BalasHapus