Seorang
laki-laki tengah menghela nafasnya. Ia belum mau menyerah walaupun pelipisnya
sudah mulai banjir dengan keringat. Kedua tangannya masih tetap sibuk mencabuti
rumput-rumput mati yang ada di lapangan sepak bola tersebut. Sesekali tangannya
menghapus peluh agar semangatnya tetap membara. Hidupnya sudah berjalan dengan
berat selama ini. Bekerja keras adalah satu-satunya jalan agar hidupnya berubah
lebih baik.
SMP STAR.
Itulah tempat dimana dia berada sekarang. Sekolah itu bisa dibilang sekolah
terbaik yang ada di Jakarta. Dulu dia pernah bermimpi bisa menjadi murid dalam
sekolah itu agar bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan meraih
mimpinya. Tapi, semua keinginannya lenyap ketika melihat betapa besarnya biaya
untuk mendaftarkan diri.
Dia bukan
termasuk anak yang cerdas. Nilai-nilai sekolah dasarnya tidak mencukupi untuk
mendapatkan beasiswa. Pada waktu itu, dia benar-benar sedih. Mendengar
kata-kata ‘tidak bisa diterima’ dari kepala sekolah membuatnya diam seribu
bahasa.
“Pak,
taman sekolah ini pasti indah jika ada yang merawatnya.” kata laki-laki itu
pada hari pendaftaran dulu. “Kalau aku tidak bisa diterima menjadi murid,
bolehkah aku bekerja di sini?”
Waktu itu,
orang tuanya protes mendengar permintaan anaknya. Tapi, kemauan anaknya sangat
tinggi. Ditambah dengan persetujuan dari kepala sekolah, akhirnya orang tuanya
mengizinkannya untuk bekerja di sana. Itulah awal laki-laki itu bisa menjadi
tukang kebun di sekolah SMP STAR itu.
Ia
menghela nafasnya sejenak. Sebenarnya ia merasa bersalah kepada orang tuanya
karena melakukan ini semua. Tapi, ia tak bisa membiarkan keluarganya hidup
menderita seperti sekarang. Selain ingin mengejar mimpinya, ia juga ingin
keluarganya mendapatkan hidup yang lebih layak. Penghasilan Ayah menjual
bunga-bunga yang ditanam di kebunnya dan Ibu sebagai buruh cuci selama ini
tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari. Karena itu, hatinya tergerak untuk
membantu mereka. Ia adalah anak satu-satunya mereka, kalau bukan dia yang
membahagiakan mereka, siapa lagi?
Sayup-sayup
terdengar bunyi bel berbunyi dari dalam gedung sekolah. Itu artinya pasti sudah
waktunya jam istirahat bagi anak-anak yang bersekolah di sana. Tapi tidak bagi
laki-laki itu. Dia tidak akan beristirahat jika dia belum menyelesaikan
tugasnya sampai sore hari nanti.
“Ray
Fillion!”
Laki-laki
itu menoleh begitu mendengar suara itu. Ia melepaskan topinya, segera berdiri
dan menatap ke arah sumber suara. Tampak seorang anak menghampirinya. Lacey
Larayna, akrab dipanggil Lala. Dia adalah salah satu anak cerdas yang
bersekolah di SMP STAR. Setiap jam istirahat dia selalu menemaninya bekerja.
Dan dia satu-satunya murid yang mau berteman dengannya. Sementara yang lainnya,
mereka geli menatap seorang tukang kebun yang selalu terlihat kotor.
“Kau
tampak bekerja keras hari ini! Minumlah untuk memulihkan energimu.” kata Lala
sambil tersenyum. Ia menyodorkan sebotol air mineral kepadanya.
Ray
mengulurkan tangannya, menerima botol mineral itu dengan senang hati. Ia buka
tutup botolnya dan menghabiskan air yang ada di dalamnya sampai setengah botol.
“Terima kasih, La. Aku tak tahu sudah berapa banyak bantuan yang kau berikan
padaku.”
“Orang
tuaku selalu mengajarkanku untuk menolong sesama. Dengan begitu, aku pasti akan
dapat banyak pahala.” kata Lala. Ia melihat ke arah kedua tangan Ray yang
terbalut oleh sarung tangan. “Kau mencabuti rumput seharian?”
Ray
mengangguk. “Setelah ini, aku akan menyirami bunga di taman sekolah.”
“Kalau
begitu, akan kubantu.”
Ray
menggeleng. “Tak perlu. Kau tau aku tak ingin merepotkan orang lain. Orang
tuaku selalu bilang, kerjakanlah apa yang bisa kamu kerjakan sendiri. Jangan
dibantu orang lain terus.”
Lala
tersenyum. “Kalau begitu, aku akan menemanimu. Sudah lama juga aku tidak
bermain-main di taman sekolah.”
Ray
tertawa kecil. “Baiklah, aku menyerah. Lakukan apa yang kau mau.”
Lala diam,
dia hanya tersenyum melihat Ray kembali bekerja. Botol mineral yang
diberikannya barusan ditaruhnya di sebelahnya. Sebenarnya Lala cukup kagum
dengan Ray. Walaupun impiannya untuk bersekolah di sana sudah hancur, ia tetap
menggunakan segala cara untuk menbantu keluarganya. Ia adalah anak paling gigih
yang pernah ia temui. Dia tahu segala cerita tentang bagaimana Ray bisa bekerja
di sekolahnya. Saat pertama kali bertemu, Ray menceritakan semuanya.
“Hei, La,
kau tidak ke kantin sekolah?” tanya Ray setelah mencabuti rumput terakhir. Ia
menghapus peluhnya kembali dan menghela nafas lega karena sudah menyelesaikan
pekerjaannya di lapangan itu.
Lala
menggeleng. “Aku tidak lapar, makanya aku kemari.”
Ray
manggut-manggut mengerti. “Kau ada waktu kosong sepulang sekolah?”
Lala
mengangguk. “Memangnya kenapa?”
“Aku ingin
mengajakmu ke suatu tempat jika kau tidak keberatan.”
Lala
tertawa mendengarnya. “Kenapa aku harus keberatan?”
Ray
tersenyum. Kemudian, dia mengajak Lala agar mengikutinya ke taman sekolah untuk
menyirami bunga dan membersihkan taman itu. Taman sekolah SMP STAR sangat
indah. Ada sebuah ayunan panjang berwarna putih yang dikelilingi oleh berbagai
macam bunga yang tumbuh di sana. Mungkin terdengar aneh, tapi Ray sangat
menyukai bunga. Sejak kecil, dia sering sekali merawat bunga mawar dan melati
di kebun milik Ayahnya. Makanya, bunga sudah seperti sahabatnya sendiri. Tapi,
karena itu juga, murid-murid SMP STAR menjauhinya. Mereka mengira Ray seperti
banci karena menyukai bunga. Untunglah masih tersisa Lala yang mau menjadi
temannya.
J L J
Setelah ia
mendapat izin dari orang tuanya untuk pulang terlambat, ia membawa Lala ke
museum. Museum itu memiliki banyak sekali lukisan-lukisan hebat. Tapi, dari
semua itu ada satu lukisan yang menarik perhatiannya sejak dulu.
Kini Ray
telah berdiri diam di hadapan lukisan besar yang dipajang di museum lukisan
itu. Tangan Ray mengepal keras. Keringat dingin keluar membasahi pelipisnya.
Sesekali mulutnya menelan air ludah yang ada di dalam mulutnya. Badannya
bergetar hebat karena melihat betapa hebatnya lukisan itu. Semakin lama
dilihat, Ray nafas Ray semakin kasar. Sebenarnya, ia telah lama mengagumi
lukisan tersebut. Sering sekali dia mendatangi lukisan itu jika dia sedang
ingin. Baru kali ini dia datang bersama Lala.
“Lukisan
itu indah sekali.” kata Lala yang berdiri di samping Ray. Ia menolehkan
kepalanya ke arah Ray. Ia tersenyum kepadanya.
Ray
tersenyum balik menatap Lala, kemudian menatap ke arah lukisan itu kembali.
“Ya. Lukisan itu merupakan karya yang sangat hebat. Lukisan itu juga yang telah
lama menjadi alasan aku bekerja keras. Aku ingin sekali menjadi pelukis.”
“Benarkah?”
“Ya.” kata
Ray mantap. Kemudian, ia menunduk. “Tapi...”
“Tapi?”
“Aku tak
tahu apakah aku bisa melakukannya.”
Lala
mengernyitkan dahinya. “Kenapa? Semua orang bisa mengejar mimpinya asal dia mau
berusaha, bukan?”
Ray
mengangguk. “Aku tahu itu, tapi entah butuh waktu berapa lama agar bisa
lukisanku terpajang di museum seperti itu. Apalagi dengan keadaan keluargaku
yang menyedihkan. Setiap kali aku menatap lukisan itu, aku selalu menyadari
bahwa perjalananku benar-benar masih jauh.”
Lala diam.
Ray mengangkat
kedua tangannya, dan ia tatap kedua tangan kotornya lekat-lekat. Kedua tangannya
selalu kotor dengan tanah akibat berkebun seharian. Terkadang dia juga membantu
merawat kebun Ayah agar dapat meringankan beban orang tuanya. Dan selama ini
dia hanya bisa melukis dengan pensil, karena ia tak bisa memiliki pensil warna
akibat masalah ekonomi.
Ia sadar,
akan menjadi perjalanan yang panjang jika ia ingin lukisannya terpajang rapi di
museum seperti itu. Pelukis yang membuat lukisan itu juga pasti menempuh
perjalanan panjang agar ia dapat terkenal. Namun, ini berbeda. Ini bukan hanya
persoalan perjuangan, ini juga akan menjadi persoalan latar belakang. Dengan
latar belakang seperti ini, apa dia bisa menaiki tangga sampai pada puncaknya?
Sementara
Ray diam, Lala asyik memikirkan jalan keluar. Tak lama ia bertanya, “Ray,
selama ini kau selalu bilang kau ingin berjuang untuk meringankan beban orang
tuamu. Apa aku boleh tahu, bagaimana kau bisa bersekolah sampai tamat kelas
enam?”
“Dulu...”
kata Ray mengingat-ingat kembali masa lalunya. “Karena aku sering melukis
setelah aku selesai bekerja, lukisanku terkumpul banyak di rumah. Demi bisa
sekolah, aku menjualnya kepada warga sekitar yang menyukai lukisanku. Mereka
semua menolongku agar aku bisa sekolah.”
Lala
manggut-manggut mengerti. Kemudian, tiba-tiba dia tersenyum. “Ray Fillion!”
Ia menoleh
ke arah Lala. Wajahnya masih tetap gelisah walaupun Lala sudah tampak
bersemangat. “Kenapa, La?”
“Kamu pasti
bisa!” sahutnya sambil menepuk-nepuk pundak Ray.
Ray
terdiam sejenak, kemudian menatap kembali ke arah kedua tangannya yang masih
terbalut dengan sarung tangan yang sudah kotor. “Dengan tangan kotor ini?”
“Ya, dengan
tangan kotor itu.” katanya lagi. Ia tersenyum kecil kepada Ray.
“Kau yakin?”
tanya Ray dengan nada ragu.
“Tentu saja!” katanya lagi. Ia tersenyum kecil kepada Ray. “Kalau kau
sudah berhasil dengan cara itu, mengapa kau tak memulai berjuang lagi? Kau
pasti bisa kalau kau berusaha lebih keras lagi!”
“Aku hanya
seorang lelaki berumur dua belas tahun. Setiap hari tanganku kotor karena merawat
tanaman di sekolahmu dan membantu Ayah menanam berbagai bunga. Aku hanya
melukis jika aku punya waktu senggang. Apa pantas tangan kotor ini menjadi
pemilik lukisan besar seperti lukisan besar itu?”
“Memangnya
siapa bilang tukang kebun kecil tidak bisa menjadi pelukis?” tanya Lala.
“Tapi, sekarang
waktu melukisku sudah tersita karena bekerja di sekolahmu. Sepulang dari sana,
aku membantu Ayah di kebun sampai malam. Kemudian, aku harus makan malam dan
segera tidur.”
“Aku
mempunyai satu buku gambar sekolahku yang tak terpakai saat kelas SD. Kau bisa
membawanya kemana-mana beserta pensil dan penghapus selama kau bekerja. Bila
perlu, aku akan meminjamkanmu pensil warna. Kalau kau memiliki alat melukis
setiap waktu, kau pasti bisa menghasilkan gambar yang banyak!” kata Lala.
“Aku tidak
ingin merepotkanmu, La.” kata Ray merasa tidak enak hati.
Lala
menggelengkan kepalanya. “Sama sekali tidak repot, Ray. Aku yakin, kau pasti
bisa mengalahkan rasa takutmu itu! Kau bisa menjadi pelukis!”
Ray
tersenyum. “Terima kasih, Lala. Semoga saja kau benar.”
THE END...
Tuliskan komentar kalian di bawah ya,
Nantikan ceritaku selanjutnya!
keren gan cerpennya
BalasHapusUpdate terus ya gan ^_^ Numpang nyimak.. (y)
BalasHapusNice story. i like it!!!
BalasHapuskeren cerpenya :)
BalasHapusterus berkarya ya :D