Sabtu, 03 Mei 2014

Serial Chase & Ellose | Let Him Go



“Aku akan kuliah ke luar negeri.”
Cakka menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya. Matanya terbelalak meminta penjelasan. Kerutan pada dahinya seketika hilang. Mulutnya terkunci rapat, seakan tak bisa bicara. Suasana hening menguasai taman dimana mereka berada. Kalimat sependek itu ternyata bisa membuatnya bingung harus berbuat apa.

Elang, laki-laki itu, juga terdiam sejenak menatap reaksi adiknya. Tangannya yang tadinya terulur untuk menyentuh pundaknya terhenti karena tangan sang adik menahannya, kemudian mengembalikannya ke tempat semula. Elang menghela napasnya melihat itu semua. “Chase Karayne.”
“Kamu tak perlu menghiburku di saat seperti ini, Ellose Karayne.” katanya. Kemudian, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Selama ini kakaknya selalu menepuk pundaknya saat ia sedih. Dan biasanya akan sangat berguna untuk membuatnya tersenyum. Tapi, ia tahu kali ini tidak akan berhasil. Tidak akan setelah Cakka mendengar apa yang ingin dikatakan kakaknya, sampai harus membawanya ke taman untuk berbicara secara pribadi.
“Aku tahu kamu pasti tidak bisa menerimanya.” kata Elang lagi. “Tapi, aku ingin pergi dengan melihat senyummu, Kka.”
Cakka menundukkan kepalanya, kemudian menggeleng pelan. “Haruskah aku tersenyum melihat kepergianmu, Mas?”
“Kita sudah bersama selama hampir enam belas tahun, kamu sudah tumbuh besar menjadi anak remaja yang dewasa. Kamupun juga harus meraih cita-citamu. Begitu juga aku.” kata Elang. “Aku ingin mendalami musik di sana, seperti kamu yang ingin menjadi musisi.”
“Tapi, kenapa harus ke luar negeri? Di sini juga banyak universitas dengan jurusan musik!” Suara nyaring Cakka menggema di dalam telinga Elang. Ia menggigit bibirnya pelan. Suara itu adalah suara yang tak pernah ingin ia dengar seumur hidupnya. Hatinya seketika sakit mendengar suara sedih dari mulut adiknya.
“Cakka...”
“Kalau kamu ingin pergi, lebih baik kamu pergi dari dulu!” Suara Cakka semakin nyaring. Kedua matanya berkaca-kaca.
Elang langsung menyambar kedua pundak Cakka, kemudian mengguncangnya pelan untuk menenangkan perasaan adiknya. “Cakka... setelah aku menyelesaikan kuliahku, aku akan kembali lagi!”
“Kamu pikir berapa tahun kamu bisa menyelesaikan kuliah, Mas? Tidak secepat saat aku menunggumu pulang sekolah, bukan?!” kata Cakka. Ia mengatur nafasnya, kemudian melanjutkan ucapannya. “Kalau kamu pergi, siapa yang akan menyemangatiku ketika teman-temanku tidak ada? Siapa yang akan memanjakanku ketika aku butuh teman?”
Elang diam saja mendengar ucapan Cakka. Kedua tangannya yang mencengkram pundak adiknya melemas. Iapun tak tahu harus berbicara apa kepadanya. Setelah ia pergi nanti, iapun tak akan mempunyai orang yang selalu menemaninya seperti Cakka. Mereka akan sama-sama kehilangan. Tapi, Elang tak bisa membawanya ikut ke luar negeri, Cakka masih mempunyai cita-cita yang harus ia raih.
Elang melepaskan kedua pundak adiknya, kemudian langsung menepuk pelan salah satu pundaknya pelan. “Sekarang sudah zaman modern, kita berdua juga mempunyai alat komunikasi masing-masing. Kapanpun kamu butuh aku, kamu bisa meneleponku.”
Cakka diam saja. Mulutnya terkunci rapat, tak berniat menjawab.
Air matanya kembali menetes. Ah, lagi-lagi adegan singkat itu muncul lagi di kepalanya. Padahal sudah hampir dua hari ia berdiam diri di kamar untuk menenangkan pikiran. Namun, ia masih belum bisa mengontrol perasaannya. Ia tak ingin kehilangan satu-satunya kakak paling hebat yang ia punya. Andai ia tahu semua ini akan terjadi, lebih baik dia dan kakaknya tak usah tumbuh besar.
“Cakka?”
Cakka mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Bunda. Beliau melangkahkan kakinya mendekati Cakka dan duduk di hadapannya. Dia tersenyum lembut, seakan mengerti apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian dia memecah keheningan. “Kamu masih belum bisa menerimanya?”
Wajah Cakka berubah murung begitu mendengar pertanyaan Bunda. Ia memeluk kedua kakinya yang telah ditekuk, kemudian memanjakan kepalanya di sana. “Selama ini Mas Elang sudah menjadi kakak yang sangat baik untukku, Bunda. Aku bahagia punya kakak seperti dia.”
“Besok sudah hari Minggu, apa kamu tak ingin bersenang-senang bersamanya sebelum dia berangkat?” tanya Bunda lagi sambil menyentuh kepala Cakka. “Beberapa hari ini dia juga memikirkanmu, Cakka.”
Cakka mengangguk. “Aku tahu, Bunda. Tapi, aku masih memikirkan bagaimana kehidupanku nanti tanpa Mas Elang. Setiap hari tidak ada yang akan membangunkanku dengan keras jika aku terlambat, tidak ada yang memarahiku jika aku tidak menurut kepada Bunda dan Ayah, tidak ada yang bisa kuajak bermain musik jika sedang bosan, dan banyak lagi tidak ada yang lain.”
“Ya, kamu dan Elang memang sangat dekat sejak kecil. Bunda senang sekali melihat dua anak Bunda bisa akrab sampai kalian sudah besar. Tapi, Nak, ada saatnya kita harus merelakan seseorang yang kita sayang untuk pergi. Bahkan nanti saat kamu sudah lulus sekolah, kamu mungkin saja harus berpisah dengan Gabriel dan Deva, kan?” kata Bunda sambil tersenyum. “Asal kamu tetap menunggu, kamu pasti akan bertemu dengannya lagi.”
Cakka meluruskan kedua kakinya kembali dan menatap Bunda. “Terima kasih, Bunda. Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Bunda akan mendukungku, kan?”
Bunda tersenyum. “Tentu saja, sayang. Apapun itu, asal perilaku positif, Bunda pasti akan selalu mendukung anak-anak Bunda agar menjadi anak-anak yang hebat.”
Cakka tersenyum kecil. Kemudian, ia beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah keluar kamar untuk menemui kakaknya di ruangan sebelah. Bunda hanya tersenyum melihat kepergian anak bungsunya. Dalam hatinya ia berharap semuanya akan baik-baik saja. Semoga Cakka bisa mengerti keinginan kakaknya.
Ketika Cakka masuk ke dalam kamar kakaknya, dia sedang sibuk dengan meja belajar. Kedua matanya dibantu oleh kacamata yang selalu ia pakai ketika mengerjakan tugas sekolah, tangan kanannya memegang pensil. Sepertinya dia sedang tak bisa diganggu. Karena itu, Cakka berhenti di ambang pintu. “Mas Elang...”
Elang tampak kaget sejenak mendengar suara Cakka. Kemudian, ia pelan-pelan membalikkan kursinya menghadap ambang pintu. Ia tersenyum. “Cakka. Masuklah, aku ingin berbicara denganmu.”
“Kamu sedang sibuk dengan tugas sekolah?” tanya Cakka sambil mendekati kakaknya. Ia memilih untuk duduk di tempat tidur kakaknya.
Elang tertawa kecil. “Kamu ini aneh, sekolah sudah usai. Untuk apa sekolah memberikan tugas lagi? Ini adalah sebuah lagu. Beberapa hari ini aku tak bisa mengungkapkan rasa khawatirku kepada siapapun. Mungkin kamu bisa membuatkan nadanya nanti.”
Cakka tersenyum tipis mendengarnya. “Berapa tahun, Mas?”
“Apa?” tanya Elang heran. Kepalanya menoleh ke arah adiknya.
“Berapa tahun kamu akan kuliah di luar negeri?”
Elang tersenyum mendengarnya. “Normalnya empat tahun. Tapi, jika memungkinkan, aku akan mengambil lebih banyak pelajaran agar aku dapat lulus lebih cepat dari itu. Aku juga tidak ingin meninggalkan rumah lama-lama.”
Cakka manggut-manggut. “Aku akan menyusulmu jika itu tidak terjadi.”
Mata Elang langsung terbelalak mendengar ucapan Cakka. “Benarkah itu?”
“Dari dulu aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan. Namun sekarang, aku baru mengerti, ternyata sebuah pertemuan harus melewati perpisahan, sebelum sampai di pertemuan kembali.” kata Cakka sambil memalingkan wajahnya. “Bunda bilang, ada kalanya aku harus merelakan apa yang pernah aku punya, pergi begitu saja meninggalkanku.”
“Bunda memang Ibu yang bijaksana. Dia selalu mengajarkan kita banyak hal yang harus kita ketahui untuk menjadi lebih baik.” kata Elang lagi. “Kamu sudah mengatakan hal ini kepada Bunda, kan?”
Cakka mengangguk. “Tentu saja, Mas. Tapi, sebelum aku benar-benar merelakanmu pergi, kabulkan permintaan terakhirku ya? Kamu tahu selama empat tahun ke depan, aku tidak akan bertemu denganmu. Kita bersenang-senang di studio.”
Elang tertawa. “Aku akan pulang jika aku mempunyai waktu, adikku sayang. Kamu itu memang selalu menjadi Chase Karayne yang manja. Selalu tidak ingin ditinggalkan! Kalau begitu, ayo!”
Mereka berdua segera ke studio kecil yang mereka punya di rumah. Dengan sedikit waktu yang tersisa, mereka menghabiskan waktu menyanyikan lagu-lagu yang mereka sukai dari kecil. Sore itu benar-benar menyenangkan. Cakka benar-benar lega Bunda bisa membangkitkan semangatnya kembali sebelum hari keberangkatan kakaknya besok. Ayah dan Bunda yang mengintip dari luar studio juga tersenyum melihat mereka berdua.
Hari keberangkatan Elang pagi itu berlangsung dengan penuh keikhlasan. Ayah, Bunda dan Cakka memberikan pesannya masing-masing kepada Elang. Dan sebagai anak yang baik, Elang tentu saja menuruti keinginan mereka semua. Ia memeluk Ayah dan Bunda dengan erat, kemudian memberikan senyuman manis kepada Cakka. Detik-detik sebelum berangkat, ia mengulurkan tangannya kepada adiknya. “Sampai jumpa dua tahun lagi, Kka. Aku akan menunggumu di sana. Sampai kapanpun.”
Cakka tersenyum mendengarnya, ia membalas uluran tangan Elang. “Kamu tenang saja, aku akan cepat sampai di sana untuk menemuimu. Berjuang untuk menjadi yang terbaik, Mas.”
“Saat kita bertemu nanti, aku ingin lagu itu sudah bisa kamu nyanyikan.” kata Elang lagi. “Aku sudah bekerja keras untuk membuatkan lagu itu untukmu, sebagai tanda perpisahan sementara kita.”
Cakka mengangguk. “Tenang saja.”
Dua detik sebelum seseorang mengumumkan bahwa pesawat ke Australia akan berangkat, Elang menyempatkan untuk memeluk adiknya. “Jaga Bunda dan Ayah untukku, Kka.”
Cakka mengangguk. Ia tersenyum kecil dalam pelukan kakaknya. Dengan segala keikhlasan dan penantian yang ia rasakan, ia melepaskan pelukan itu dan menyempatkan diri untuk menepuk pelan pundak Elang. Setelah itu, Cakka tersenyum menatap kepergian kakaknya menuju tempat dimana terparkirnya pesawat yang akan membawanya pergi. Selamat jalan, Mas Elang. Tunggu aku!

 THE END...
Tuliskan komentar kalian di bawah,
nantikan Serial Chase & Ellose selanjutnya ya!

6 komentar:

  1. ceritanya menarik sist :D
    update cerita lainnya juga ya

    BalasHapus
  2. benar tuh yang di atas ane

    BalasHapus
  3. wah ceritanya, keren gan gak sabar nunggu cerita selanjutnya :v

    BalasHapus
  4. ceritanya keren :) Di tunggu Cerita Selanjutnya ya

    BalasHapus

Makasih ya udah baca cerpenku. Silahkan tinggalkan komentar kamu ya.
Semua kritik dan saran aku terima. Pujian juga boleh :p